Guru Luthfi: Shibghah atau Celupan Islam Kini Diwarnai Shibghah Sekularisme - Tinta Media

Sabtu, 29 Oktober 2022

Guru Luthfi: Shibghah atau Celupan Islam Kini Diwarnai Shibghah Sekularisme


Tinta Media - Pengasuh  Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H. Luthfi Hidayat mengkritik sikap muslim kini yang shibghah atau celupan Islamnya telah diwarnai shibghah sekularisme. 

“Saat ini kaum muslimin menghadapi tantangan shibghah atau celupan lain, yang tidak jarang celupan lain itu justru yang berbekas dalam kehidupan keseharian mereka, yakni shibghah sekularisme,” kritiknya dalam Kajian Jumat Bersama Al Qur’an: Shibghatallah/Celupan Allah, Jumat (21/10/2022) dikanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Dalam ayat 138 dari Qur’an Surat Al Baqarah ini memggunakan metode isti'arah (peminjaman makna) dalam pengungkapannya. Balaghah yang sangat pas dan luar biasa untuk menggambarkan bagaimana sejatinya atsar (bekas/pengaruh) keimanan seorang muslim. 

Menurutnya, makna tentang shibghatallah atau celupan Allah teramat penting jika dikaitkan dengan kondisi seorang muslim saat ini. Ia mempertanyakan sikap seorang muslim dalam kesehariannya apakah sudah sesuai dengan Islam atau tidak. 
“Apakah shibghah atau celupan Islam itu sudah benar-benar membekas pada seorang muslim? Bekas celupan itu apakah terlihat pada sikap hidup dia dalam berbagai kehidupan?” tanyanya. 

Ia mengungkapkan bahwa shibghah sekularisme merupakan sebuah celupan yang menjadikan seorang muslim memiliki warna yang tidak sesuai dengan keimanannya.

“Warna keimanan mereka hanya terlihat di ibadah mahdah semata, di masjid dan mushala. Namun dalam berekonomi, dalam bersosial ke masyarakat, dalam berpolitik, dan lain sebagainya, nyaris pengaruh dari celupan Islam kian memudar,” ungkapnya. 

Ia mengingatkan bahwa paham sekuler harus dijauhkan dari keimanan dan keseharian hidup kaum muslim. “Karena paham sekuler bukan shibghah atau celupan Allah. Dan ia bukan celupan yang baik,” ucapnya. 

Firman Allah Swt.:
 ØµَÙ†ْغَØ©َ اللَّÙ‡ِ ÙˆَÙ…َÙ†ْ Ø£َØ­ْسَÙ†ُ Ù…ِÙ†َ اللَّÙ‡ِ صَبْغَØ©ً ÙˆَÙ†َØ­ْÙ†ُ Ù„َÙ‡ُ عَا بِدُونَ                        
Artinya:
“Shibghah (celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada shibghah Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah.” (TQS. Ak Baqarah [2]: 138) 

Guru Luthfi menjelaskan  makna bahasa dari kalimat Shibghah Allah, صَÙ†ْغَØ©َ اللَّÙ‡ِ  , dalam tafsir Imam Muhammad Ali Ash Shabuni yaitu Shafwatu Tafasir.  “Shibghah diambil dari kata 'As Shabghi', yakni perubahan sesuatu dengan warna, maksudnya di sini adalah ad diin (agama),” jelasnya. 

Ia pun mengatakan penjelasan dalam tafsir Imam Ibnu katsir tentang shibghah Allah. Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yaitu agama Allah. Hal senada diriwayatkan dari Mujahid, Abu Al-Aliyah, Ikrimah, Ibrahim, Hasan Al-Bashri, Qatadah, Abdullah bin Katsir, Athitah Al-Aufi, Rabi' bin Anas, as-Suddi, dan lain-lainnya. 

“Penggunaan Shibghatullah ini dimaksudkan sebagai dorongan (semangat) seperti yang terdapat dalam firman-Nya, Fitratallah, maksudnya hendaklah kalian berpegang teguh kepadanya,” katanya. 

Imam Muhammad Ali Ash Shabuni memberikan keterangan yang sangat memesona dari sisi balaghah kalimat Shibghah Allah. 

“Agama disebut sebagai “shibghah” atau celupan, (disebut Al Qur’an dengan metode) isti'arah (peminjaman kata) karena orang yang beriman akan tampak keistimewaannya sebagaimana bekas celupan yang tampak pada pakaian,” bebernya. 

Imam Ali Ash Shabuni menjelaskan makna kalimat ini
صَÙ†ْغَØ©َ اللَّÙ‡ِ ÙˆَÙ…َÙ†ْ Ø£َØ­ْسَÙ†ُ Ù…ِÙ†َ اللَّÙ‡ِ صَبْغَØ©ً                           
Shibghah (celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada shibghah Allah?
“Artinya sesuatu yang menjadi keimanan (sesuatu yang menjadi keyakinan), yakni agama Islam. Shibghah Allah yakni celupan Allah, artinya 'warna' keimanan kepada Allah,” ujarnya. 

Guru Luthfi melanjutkan penjelasan makna tersebut bahwa Allah telah mencelupkan kepada agama-Nya maka ia (celupannya) akan tampak bekasnya pada kami, sesuatu yang dicelupkan tampak pada pakaian. 
“Dan tidak seorang pun yang lebih baik agamanya daripada agama Allah,” lanjutnya. 

Ia mengatakan Kalimat terakhir dari ayat yang mulia ini, ÙˆَÙ†َØ­ْÙ†ُ Ù„َÙ‡ُ عع بِدُونَ
Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah. 
“Artinya kami hanya menyembah Allah Swt., dan kami tidak menyembah sesuatu pun selain Dia,” katanya. 

Ia mengakhirinya dengan mengingatkan kepada kaum muslim, sejatinya keimanan itu harus tercermin dan berbekas dalam kehidupan keseharian.

“Sebagai konsekuensi yang telah diikrarkan oleh kaum muslim dalam salat, bahwa salat, ibadah, hidup, dan mati hanya untuk Allah semata,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :