Tinta Media - Terkait gerakan lepas jilbab di Iran, pasca kematian Mahsa Amini, Pengamat Politik Luar Negeri, Umar Syarifudin menegaskan sebagai gerakan berbahaya yang dapat menyebabkan kemudaratan bagi kaum muslim. "Gerakan berbahaya, karena dapat menyebabkan kemudaratan bagi kaum muslim, khususnya muda-mudi, tegasnya kepada Tinta Media, Sabtu (1/10/22).
Umar memaparkan di tengah gempuran sekularisme, melaksanakan syariat memang penuh tantangan. "Pemahaman agama yang sulit didapat dan banjirnya pemahaman Barat, menjadikan kaum muslim berada di persimpangan," imbuhnya.
Ia menerangkan bahwa fokus barat, jelas ingin menyerang syariah jilbab dan model pergaulan Islami yang bertentangan dengan nilai - nilai liberalisme. "Demonstrasi di Iran sedang dikapitalisasi oleh Amerika Serikat dan Eropa untuk mengalihkan perhatian rakyat Iran dari kemiskinan dan nasib Palestina dan menyibukkan kawasan Timur Tengah agar sibuk dengan isu Iran," tuturnya.
Umar menganalisa hal tersebut untuk menjadikan Iran menjadi musuh pertama di kawasan Timur Tengah, dan kemudian akhirnya fokus Timur Tengah diarahkan pada Iran. "Maka perhatian umat Islam mulai berkurang atau makin redup dari entitas Israel pencaplok Palestina," terangnya.
Ia menyakinkan adanya negara-negara imperialis itu mempermainkan masa depan negeri-negeri Muslim. "Tidak lain disebabkan para penguasa zalim yang bertanggung jawab terhadap urusan negeri kaum Muslim, tetapi setia kepada perangkap para musuhnya dan cenderung kepada mereka," sesalnya.
Umar kemudian menjelaskan munculnya perlawanan terhadap kewajiban jilbab di Iran sebagai buah dari penerapan sekulerisme di Iran ditunjang kepemimpinan diktator di negara tersebut. "Iran terus menerus diuji dengan tampilnya rezim zalim dan berkontribusi dalam menzalimi kehidupan umat Islam dengan kezaliman yang bertumpuk dan mengalami ketergantungan pada proyek Amerika khususnya, dan kolonialis pada umumnya, serta nasionalisme yang busuk, dan sektarianisme berdarah," bebernya.
Ia melanjutkan adanya ketergantungan pada proyek Amerika, maka itu sangat jelas bagi mereka yang tidak tertipu oleh debu slogan-slogan. "Kematian bagi Amerika, kebisingan poros kejahatan, dan kicauan si dungu yang ditaati. Dalam hal ini, bukti-bukti yang masih segar dalam ingatan kita adalah bantuan rezim Iran untuk penjajah Amerika di Baghdad dan Kabul," paparnya.
Ia mengungkapkan bertumpuk kekecewaan rakyat Iran atas pemaksaan sistem kapitalisme-sekuler di Iran. Termasuk terkait nasionalisme, maka rezim telah membuat umat kembali terpecah-belah, memprovokasinya, sehingga ketika masyarakat terpantik atas kematian Amini membuat situasi bertambah panas. "Ini sangat ironis. Iran masih membanggakan bahasa persinya dan hendak mengembalikan rasa dan sejarahnya," ujarnya.
Menurutnya, adanya musibah dan bencana besar ini adalah akibat dari peran sektarian yang berselimut dosa, yang telah membagi umat dengan perbatasan dan sungai darah, juga yang menyediakan benih-benih kebencian yang kemudian dieksploitasi oleh beberapa rezim dan para penindas untuk memuluskan adegan sektarian.
Umar menekankan bahwa rakyat Iran harus bangkit untuk menang. Mereka harus menyadari bahaya rezim-rezim diktator yang telah membuat hidup umat ini diselimuti berbagai kezaliman, kemiskinan dan ketidakadilan. "Mereka harus sadar, bahwa terwujudnya kehidupan Islam yang bersih dan murni akan membuat Iran menjadi bangkit dan bermartabat," pungkasnya.[] Nita Savitri