Tinta Media - Berani berkata jujur dari hati yang terdalam sangatlah mahal dalam sistem yang menjunjung tinggi pencitraan. Tampak baik di permukaan, tetapi menyimpan keburukan. Berani berbohong dan mengobral janji manis, serta melakukan tipu daya agar mendapat dukungan dari rakyat. Halal dan haram bukan standar perbuatan, tetapi lebih mengedepankan citra untuk mendapatkan pengakuan manusia. Wajah lugu, merakyat, dan penuh welas asih, tetapi ternyata tega terhadap rakyat dengan menghasilkan kebijakan yang menyengsarakan, tetapi menguntungkan oligarki.
Kebohongan pun dilakukan berulang ulang untuk menutupi kekurangan. Membangun citra positif dilakukan dengan segala cara agar terkesan baik di hadapan manusia. Bahkan, buzzer pun dipelihara untuk membangun citra agar kekuasaan tetap dalam genggaman.
Negeri ini dalam darurat kebohongan sehingga sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah. Semua dibalut dengan kebohongan dan tidak punya keberanian untuk menyampaikan kejujuran.
Benar apa yang disampaikan Habib Muhammad Rizieq Shihab soal kondisi negara yang dipenuhi dengan darurat kebohongan dan darurat kezaliman.
Keberanian untuk menyatakan kejujuran sungguh mahal. Bibit-bibit kejujuran sulit tumbuh dalam sistem yang mengagungkan pencitraan. Idealisme ditinggalkan dan diganti dengan pragmatisme yang dianggap menguntungkan untuk meraih nikmat dunia. Kejujuran ditekan, bahkan diancam dengan hukuman pidana agar rakyat bungkam dan tidak berani menyampaikan apa yang dianggap benar.
Fakta ditutup rapat karena dianggap bisa menggoyang kekuasaan. Bahkan, para buzzer dibayar mahal hanya untuk menebar kebohongan agar citra baik yang semu dan menipu tetap terjaga. Negara semakin rapuh karena uang rakyat digunakan tidak untuk kebaikan, tetapi lebih untuk membangun citra positif, meskipun dengan menebar kebohongan.
Akankah kebohongan terus diproduksi untuk menutupi kebohongan lain yang dihasilkan agar citra baik bisa terus terjaga dan kekuasaan bisa terus dalam genggaman?
Namun, kebohongan tidak bisa terus menerus dipertahankan, karena kejujuran pada waktunya akan muncul dan tidak bisa dielakkan akan terkuak kebusukan yang selama ini tersimpan rapat.
Belajar dari kasus Sambo, pada akhirnya nampak kebusukannya. Bisnis haram yang melanggar aturan Allah ditampakkan dan kejahatan pada akhirnya menampakkan wajah aslinya. Rakyat sudah muak dengan janji-janji manis dan pencitraan yang dibangun hanya untuk menutupi kebohongan satu dan yang lainnya. Sampai pada akhirnya, kebusukan pasti akan tercium juga, dan berakhir dengan kehinaan karena sudah bermaksiat pada aturan Allah.
Sudah terbukti kekuasaan yang berpijak pada kebohongan sangatlah rapuh dan pada akhirnya berakhir dengan kehinaan. Sungguh mudah bagi Allah untuk mencabut kekuasaan dari orang-orang yang Dia kehendaki.
Fir'aun dengan kekuasaan yang luar biasa pada akhirnya juga hancur dengan kehinaan. Begitu pula raja Namrud yang sangat berkuasa, di akhir hidupnya dihinakan oleh Allah Swt.
Harusnya para penguasa saat ini belajar dari yang sebelumnya, agar namanya bisa tertulis dengan tinta emas dalam sejarah, seperti para pemimpin dalam sistem Islam, agar bisa kembali pada sebaik-baik tempat kembali setelah mati, yaitu surga-Nya.
Dalam sistem kapitalisme demokrasi, pencitraan dianggap keharusan karena tujuannya hanya nikmat dunia dan kekuasaan. Sebaliknya, dalam Islam, tujuan berpolitik adalah untuk mengurusi urusan rakyat dan untuk mencari rida Allah.
Dunia bukan tujuan, tetapi ujian untuk mempersiapkan kehidupan abadi di akhirat nanti. Kepemimpinan amanah sering kita dengar dalam sejarah. Namun, tidak dalam demokrasi yang semua penuh tipu daya untuk meraih kekuasaan. Segala cara pun ditempuh hanya untuk mempertahankan kekuasaan, agar terus dalam genggaman.
Pemimpin yang memproduksi kebohongan dan janji manis banyak ditemukan dalam sistem demokrasi. Mereka tidak berani berkata jujur dan memperjuangkan kebenaran, selama itu dianggap tidak menguntungkan. Politik dianggap kotor karena hanya untuk kekuasaan.
Mereka yang jujur dalam membela kebenaran, harus berhadapan dengan kekuasaan dengan berbagai framing negatif, ancaman, bahkan ditangkap tanpa harus melalui proses peradilan yang adil. Sebaliknya, mereka yang banyak menghasilkan kebohongan, mendapat jabatan dan bisa menikmati kue kekuasaan.
Sungguh, negeri ini darurat kebohongan karena yang berbohong mendapatkan keuntungan dunia, tetapi yang jujur dilibas habis. Yang tertinggal hanya para pembohong yang membawa kerusakan di muka bumi ini.
Seperti yang terjadi pada penggugat ijazah Presiden Jokowi, meskipun belum dibuktikan dalam proses pengadilan, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap penggugat ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bambang Tri Mulyono, pada Kamis (13/10/2022). (KOMPAS.com)
Saatnya kembali pada sistem Islam yang akan mendorong semua orang untuk berkata jujur, karena dalam Islam kita meyakini bahwa Allah Mahatahu atas segala sesuatu, baik apa yang kita tampakkan maupun yang kita sembunyikan.
Penduduk yang beriman dan bertakwa hanya takut kepada Allah Swt, sehingga mereka takut untuk berbohong. Rakyat berani mengoreksi pemimpinnya dengan menyampaikan kebenaran dan fakta. Penguasa mengapresiasi dan senang rakyatnya berani mengoreksi kebijakan yang salah. Bukan hanya di mulut saja, tetapi semua sudah tercatat dalam sejarah.
Keberanian datang dari orang-orang yang masih menjaga idealismenya, bukan mereka yang suka berpikir pragmatis. Kaberanian membela kebenaran bukan ditentukan tingginya strata pendidikan maupun jabatan seseorang, tetapi lebih pada kayakian kuat, bersumber dari agama yang lurus dan mulia.
Hanya orang yang memiliki ketakwaan yang sebenar ketakwaanlah yang memiliki keberanian memperjuangkan kebenaran hakiki. Ancaman tidak akan mampu menghentikannya untuk menyuarakan kebenaran dan berkata tidak pada kezaliman yang dilakukan penguasa.
Hanya sistem Islam yang mendorong keberanian untuk menyampaikan kebenaran dan mampu menciptakan sosok pemimpin pemberani, jujur, dan membela rakyatnya. Saatnya mencampakkan sistem buruk yang menjadi sumber segala masalah, dan kembali pada sistem Islam yang akan menjadi solusi semua masalah.
Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media