Walisongo Membawa Dinar dan Dirham ke Nusantara - Tinta Media

Kamis, 15 September 2022

Walisongo Membawa Dinar dan Dirham ke Nusantara

Tinta Media - Aktivis Muslimah Iffah Ainur Rahmah mengungkapkan bahwa kekhilafahan Utsmani saat mengirimkan Walisongo ke Nusantara, mereka juga membawakan mata uang Dinar dan Dirham.

“Sultan Muhammad al-Fatih, kita tahu sahabat yang dirahmati Allah, bukan hanya kita kenal beliau sebagai penakluk Konstantinopel yang menggantikan posisi adidaya Romawi Timur pada waktu itu dengan kekuasaan Usmani. Tapi beliau juga mengirim banyak utusan atau duta-duta Islam ke negeri kita, ke Nusantara, yang kita kenal dengan Walisongo. Nah, Walisongo itu sahabat, juga membawa mata uang Dinar dan Dirham,” jelasnya dalam sebuah tayangan bertema ‘Mata Uang Turki Merosot Tajam, Harga Barang Jadi Mahal’ Kamis (8/9/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Maka, lanjutnya, tidak heran di sekitar Asia Tenggara, masyarakat mengenal uang itu dengan istilah perak. Indonesia sekarang menggunakan mata uang Rupiah. “Tapi kita juga sering mengatakan berapa rupiah itu kita katakan 500 perak. Nah artinya dulu di negeri ini, di negeri kita, di Indonesia, ataupun di Asia Tenggara itu banyak menggunakan dirham,” bebernya.

Di masa kesultanan-kesultanan yang berikutnya, lanjut Ustazah Iffah, bahkan sepanjang masa Khilafah Utsmani, senantiasa digunakan mata uang Dinar dan dirham dan hasilnya adalah tidak ada devaluasi mata uang ini terhadap mata uang asing, serta tidak menimbulkan inflasi yang luar biasa.

“Bayangkan di masa rasul SAW, rasul pernah menyuruh seorang sahabat Urwah untuk membeli seekor kambing. Rasul berikan satu Dinar kepada Urwah. Kemudian Urwah membelikan kambing itu dan seterusnya, sampai kita bisa membaca di sana rasul SAW, membeli kambing itu seharga satu dinar,” terangnya.

Sayyidah Aisyah ra. juga pernah menceritakan, tambahnya, bagaimana orang-orang mengagumi satu pakaian yang dimiliki di rumah Aisyah yang seharga lima dirham. “Kalau kita kurs kan lima dirham itu ya sekitar 300.000 rupiah dan dikatakan bahwa pada saat itu dengan harga sekian pakaian itu sudah sangat layak dan barangkali sekarang kita juga bisa melihat dengan harga sekian, yakni lima dirham tersebut orang juga bisa membeli pakaian dengan cukup layak,” jelasnya.

Artinya, Ustazah Iffah menuturkan, kalau hari ini barang diukur dengan menggunakan Dinar dan Dirham, maka tidak ada inflasi. Yang berarti tidak ada yang memukul perekonomian bangsa dan tentu saja juga tidak ada kondisi dimana mata uang asing bisa memukul atau menghancurkan ekonomi sebuah bangsa.

“Karena nilai tukar atau kurs yang fluktuatif dan kemudian mata uang kuat yang dimiliki oleh negara-negara kapitalis, negara-negara imperialis seperti Euro, Dolar, dan sejenisnya itu bisa menghancurkan ekonomi karena berkembang,” paparnya.

Dinar dan Dirham Membawa Kemaslahatan 

Ustazah Iffah meyebutkan, Allah SWT. mengatakan bahwa pemberlakuan mata uang Dinar dan Dirham pasti membawa kemaslahatan bagi umat.

“Allah ta’ala memerintahkan mata uang emas dan perak itu syariat kan karena Allah memberikan banyak sekali kemaslahatan kepada kaum muslimin dengan pemberlakuan dirhambmata uang dinar dan firham itu. Apakah memang harus menggunakan Dinar dan? Mari kita lihat bahwa nash-nash syariat memang menetapkan demikian,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan tiga hal yang menjelaskan bahwa nash-nash syariat memang memerintahkan penggunaan mata uang dinar dan dirham.

Pertama, sebutnya, Allah SWT. melarang kaum muslimin untuk menimbun harta atau Kanzul Mal. “Nah di dalam Al-Qur'an yang disebutkan kanzul mal itu dijelaskan mal yang dimaksud atau menimbun harta yang dimaksud hartanya itu adalah perak,” tuturnya.

Kedua, sambungnya, Islam mengaitkan dinar dan Dirham dengan hukum-hukum yang bersifat pasti, misalnya nishab pencurian.

Kemudian Ia mengutip sebuah hadis yang artinya potong tangan yang ditetapkan di dalam Al-Qur'an itu diberlakukan untuk sebuah pencurian minimal atau nishobnya adalah seperempat dinar atau lebih, diriwayatkan oleh Bukhari.

Ketiga, ujarnya, Nabi SAW, menetapkan dinar dan dirham sebagai mata uang standar untuk menakar dan menilai tukar barang dan jasa. “Jadi penggunaannya ini tidak berdasarkan nominal yang tertulis di dalam koin uang itu atau penggantinya. Tapi nilainya tergantung pada beratnya,” pungkasnya.[] Wafi
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :