Tinta Media - Terkait kebijakan pemerintah yang mengharuskan punya BPJS saat mengurus SIM (Surat Izin Mengemudi), Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai hal ini semakin menambah beban warga.
"BPJS jadi persyaratan berbagai transaksi di masyarakat seperti pembuatan paspor, SKCK, SIM dan STNK. Ini beban tambahan lagi untuk warga. Sudahlah buat SIM bayar harus ditambah lagi tanda peserta BPJS. Negara memang aktif betul tarik iuran dari warga dan hindari kewajiban pada rakyat," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (5/9/2022).
Ustaz Iwan mengatakan, pungutan BPJS itu selain membebani warga juga perusahaan. "Sakit atau tidak, warga dan perusahaan tetap harus bayar iuran," ungkapnya.
Menurutnya, mewajibkan warga masyarakat ikut BPJS itu sudah menyusahkan dan mengalihkan tanggung jawab negara mengenai jaminan kesehatan.
"Mewajibkan warga ikut BPJS saja sudah menyusahkan warga, karena BPJS itu sama dengan negara alihkan tanggung jawab jaminan kesehatan pada warga secara mandiri. Padahal harusnya itu tanggung jawab negara," ujarnya.
Ustaz Iwan menilai, tabiat kapitalisme memang minim partisipasi dan membantu rakyatnya. "Dalam negara kapitalis, hal seperti ini lumrah terjadi. Negara kapitalis memang minim partisipasi dan bantu rakyat. Harapkan negara jamin kehidupan rakyat adalah berat," terangnya.
Negara itu harusnya hadir, lanjutnya, untuk memudahkan urusan rakyat. Bukan ditambah beban biaya hidup, tapi justru harus terus diringankan. Apalagi hal-hal yang memang jadi tanggung jawab negara seperti jaminan kesehatan, negara harus hadir melayani warga.
Terakhir, ia menegaskan bahwa hanya dengan penerapan syariat Islam, negara hadir untuk menjamin dan bertanggung jawab atas kehidupan rakyatnya.
"Hanya dalam syariat Islam negara diwajibkan jamin kehidupan dan bertanggung jawab layani publik. Di luar Islam, tidak ada itu," pungkasnya.[] Nur Salamah