Tinta Media - Sobat. Rasulullah SAW adalah dai pertama, sekaligus guru, pemimpin dan teladan para dai. Semua dai yang tidak melaksanakan perintah beliau, tidak menjauhi larangan beliau, dan tidak berdakwah sesuai dengan aturan beliau maka dakwahnya adalah dakwah kebathilan.
Semua dakwah yang tidak berdiri di atas minhaj beliau yang mulia, niscaya akan mengalami kerugian, kehancuran, dan kemusnahan. Rasulullah SAW sudah menjalani berbagai macam cara dakwah, bahkan hidup beliau seluruhnya adalah dakwah untuk Allah.
Suka dan duka, ridha dan marah, perkataan dan perbuatan, akhlak dan nasehat, aturan tertulis dan fatwa, damai dan perang, malam dan siang, permisalan dan kisah, kunjunganya ke masyarakat, penerimaannya terhadap berbagai utusan, yang beliau jalani semuanya adalah dakwah untuk Allah.
Sobat. Tugas paling agung yang diemban Rasulullah SAW adalah dakwah mengajak orang untuk beriman kepada Allah, amal paling mulia yang beliau jalankan adalah menegakkan hujjah di hadapan hamba-hamba Allah dan menyampaikan risalah-Nya. Allah SWT mengangkat derajat tugas ini, yaitu tugas dakwah, dan memuliakannya.
Allah SWT berfirman:
تَدَّعُونَ Ù†ُزُÙ„ٗا Ù‚َÙˆۡÙ„ٗا Ù…ِّÙ…َّÙ† دَعَآ Ø¥ِÙ„َÙ‰ ٱللَّÙ‡ِ ÙˆَعَÙ…ِÙ„َ صَٰÙ„ِØٗا ÙˆَÙ‚َالَ Ø¥ِÙ†َّÙ†ِÙŠ Ù…ِÙ†َ ٱلۡÙ…ُسۡÙ„ِÙ…ِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"(QS. Fushshilat (41) : 33)
Sobat. Ayat ini mencela orang-orang yang mengatakan yang bukan-bukan tentang Al-Qur'an. Al-Qur'an mempertanyakan: perkataan manakah yang lebih baik daripada Al-Qur'an, siapakah yang lebih baik perkataannya dari orang yang menyeru manusia agar taat kepada Allah.
Ibnu Sirin, as-Suddi, Ibnu Zaid, dan al-hasan berpendapat bahwa orang yang paling baik perkataannya itu ialah Rasulullah saw. Apabila membaca ayat ini, al-hasan berkata bahwa yang dimaksud adalah Rasulullah, ia adalah kecintaan dan wali Allah. Ia adalah yang disucikan Allah dan merupakan pilihan-Nya. Ia adalah penduduk bumi yang paling cinta kepada Allah. Allah memperkenankan seruannya dan ia menyeru manusia agar mengikuti seruan itu. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa ayat ini maksudnya umum, yaitu semua orang yang menyeru orang lain untuk menaati Allah. Rasulullah termasuk orang yang paling baik perkataannya, karena beliau menyeru manusia kepada agama Allah.
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa seseorang dikatakan paling baik apabila perkataannya mengandung tiga perkara, yaitu:
1. Seruan pada orang lain untuk mengikuti agama tauhid, mengesakan Allah dan taat kepada-Nya.
2. Ajakan untuk beramal saleh, taat melaksanakan perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-Nya.
3. Menjadikan Islam sebagai agama dan memurnikan ketaatan hanya kepada Allah saja.
Dengan menerangkan perkataan yang paling baik itu, seakan-akan Allah menegaskan kepada Rasulullah bahwa tugas yang diberikan kepada beliau itu adalah tugas yang paling mulia. Oleh karena itu, beliau diminta untuk tetap melaksanakan dakwah, dan sabar dalam menghadapi kesukaran-kesukaran dan rintangan-rintangan yang dilakukan orang-orang kafir.
Dari ayat ini dipahami bahwa sesuatu yang paling utama dikerjakan oleh seorang muslim ialah memperbaiki diri lebih dahulu, dengan memperkuat iman di dada, menaati segala perintah Allah, dan menghentikan segala larangan-Nya. Setelah diri diperbaiki, serulah orang lain mengikuti agama Allah. Orang yang bersih jiwanya, kuat imannya, dan selalu mengerjakan amal yang saleh, ajakannya lebih diperhatikan orang, karena ia menyeru orang lain dengan keyakinan yang kuat dan dengan suara yang mantap, tidak ragu-ragu.
Sobat. Dakwah adalah kesibukan yang paling menyita perhatian Nabi Muhammad SAW. Dakwah adalah pekerjaan beliau yang pertama dan terakhir. Beliau berdakwah mengajak untuk beriman kepada Allah dengan ucapannya yang maksum dan benar, dengan kepribadian beliau yang mulia nan agung, serta dengan perbuatannya yang suci dan didukung oleh wahyu.
Allah SWT berfirman :
Ù‚ُÙ„ۡ Ù‡َٰØ°ِÙ‡ِÛ¦ سَبِيلِÙŠٓ Ø£َدۡعُÙˆٓاْ Ø¥ِÙ„َÙ‰ ٱللَّÙ‡ِۚ عَÙ„َÙ‰ٰ بَصِيرَØ©ٍ Ø£َÙ†َا۠ ÙˆَÙ…َÙ†ِ ٱتَّبَعَÙ†ِÙŠۖ ÙˆَسُبۡØَٰÙ†َ ٱللَّÙ‡ِ ÙˆَÙ…َآ Ø£َÙ†َا۠ Ù…ِÙ†َ ٱلۡÙ…ُØ´ۡرِÙƒِينَ
“Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".( QS. Yusuf (12) : 108 )
Sobat. Pada ayat ini, Allah swt memerintahkan kepada Muhammad saw untuk memberitahu umatnya bahwa dakwah yang dijalankannya, yang bertujuan mengajak manusia mengesakan Allah swt dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya, adalah menjadi tugas dan kewajibannya.
Rasul memiliki keyakinan bahwa usahanya ini akan berhasil karena apa yang dikemukakan dan dilaksanakannya dilandasi dengan bukti-bukti dan hujjah yang nyata. Yang demikian itu menjadi tugas dan kewajiban bagi orang-orang yang mempercayai dan mengikutinya sehingga segala macam bentuk penghambaan kepada selain Allah bisa musnah dari permukaan bumi ini.
Perhatikanlah firman Allah swt yang mengajarkan cara berdakwah kepada Rasul dan umatnya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik. (an-Nahl/16: 125)
Pada potongan ayat berikutnya, Allah mengajarkan Muhammad saw untuk mensucikan-Nya dari tuduhan adanya sekutu dengan mengatakan Mahasuci Allah swt dari sangkaan bahwa Dia mempunyai sekutu dalam kekuasaan-Nya, dan ada yang wajib disembah selain Dia. Langit dan bumi serta segala isinya, bahkan semua yang ada, bertasbih menyucikan Allah dari hal yang demikian itu, firman Allah swt:
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia adalah Maha Penyantun, Maha Pengampun. (al-Isra/17: 44)
Ayat 108 ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa Nabi Muhammad saw tidak termasuk orang-orang yang musyrik.
Allah SWT berfirman :
ٱدۡعُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ٰ سَبِيلِ رَبِّÙƒَ بِٱلۡØِÙƒۡÙ…َØ©ِ ÙˆَٱلۡÙ…َÙˆۡعِظَØ©ِ ٱلۡØَسَÙ†َØ©ِۖ ÙˆَجَٰدِÙ„ۡÙ‡ُÙ… بِٱلَّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َØۡسَÙ†ُۚ Ø¥ِÙ†َّ رَبَّÙƒَ Ù‡ُÙˆَ Ø£َعۡÙ„َÙ…ُ بِÙ…َÙ† ضَÙ„َّ عَÙ† سَبِيلِÙ‡ِÛ¦ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø£َعۡÙ„َÙ…ُ بِٱلۡÙ…ُÙ‡ۡتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( QS. An-nahl (16) : 125 )
Sobat. Dalam ayat ini, Allah swt memberikan pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah. Jalan Allah di sini maksudnya ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Allah swt meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.
Pertama, Allah swt menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan menuju rida-Nya, bukan dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun untuk golongan dan kaumnya. Rasul saw diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata.
Kedua, Allah swt menjelaskan kepada Rasul saw agar berdakwah dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti:
a. Pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keberadaannya.
b. Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau syubhat (meragukan).
c. Mengetahui hukum-hukum Al-Qur'an, paham Al-Qur'an, paham agama, takut kepada Allah, serta benar perkataan dan perbuatan.
Arti hikmah yang paling mendekati kebenaran ialah arti pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yakni pengetahuan itu memberi manfaat.
Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari wahyu Ilahi, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, agar mudah dipahami umat.
Ketiga, Allah swt menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dijalankan dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat diterima dengan baik.
Tidak patut jika pengajaran dan pengajian selalu menimbulkan rasa gelisah, cemas, dan ketakutan dalam jiwa manusia. Orang yang melakukan perbuatan dosa karena kebodohan atau ketidaktahuan, tidak wajar jika kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka di hadapan orang lain sehingga menyakitkan hati.
Khutbah atau pengajian yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk melembutkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketenteraman daripada khutbah dan pengajian yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Namun demikian, menyampaikan peringatan dan ancaman dibolehkan jika kondisinya memungkinkan dan memerlukan.
Sobat. Untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, Rasul saw menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan dengan bahan yang menimbulkan rasa takut. Dengan demikian, tidak terjadi kebosanan yang disebabkan uraian pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan.
Keempat, Allah swt menjelaskan bahwa bila terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, hendaknya Rasul membantah mereka dengan cara yang baik.
Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaumnya yang mengajak mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga menemukan kebenaran.
Tidak baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian menimbulkan suasana yang panas. Sebaiknya dicipta-kan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan memuaskan.
Sobat. Perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, dan berusaha mempertahankan harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat tercela. Lawan berdebat supaya dihadapi sedemikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah swt.
Kelima, akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada Allah swt, karena hanya Dialah yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukan orang lain ataupun dai itu sendiri. Dialah Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia menjadi sesat, dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah swt.
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur