Tinta Media - Sungguh mengerikan, berdasarkan data dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), sebanyak 5.943 orang warga yang berdomisili di Kota Bandung mengidap HIV/AIDS. Mereka terdiri dari kalangan mahasiswa sebesar 6,97 persen atau 414 orang dan kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT). Sementara itu, berdasarkan catatan Pemkot Bandung, terdapat 5.000 kasus HIV/AIDS yang selama ini berobat. (republika.co.id, 26 Agustus 2022)
Untuk penanganan pencegahan dari penularan HIV/AIDS, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung menjalankan program Si Eling (Promosi dan Edukasi Kesehatan Keliling). Pada September 2022 ini, Si Eling akan menyasar 12 titik, terdiri dari 11 titik di SMP dan 1 titik di SD. Hal itu disampaikan oleh Nilla Avianty, Sub Koordinator Promosi dan Pemberdayaan Dinkes Kota Bandung, dengan topik pembahasan seputar HIV/AIDS dan semua hal terkait kesehatan.
Dari tahun ke tahun, penderita HIV/AIDS terus bertambah. Tidak hanya di daerah Bandung saja, di daerah lain pun sama, seperti di Surabaya, Jakarta, dan kota lainnya. Penularan virus ini mengalami percepatan berkali lipat dan sampai sekarang pun belum ditemukan obatnya. Pemerintah pun melakukan berbagai upaya untuk mencegah penularannya. Tidak hanya Pemkot Bandung dengan program Si Eling, dari pemerintah pusat juga telah ada banyak program, seperti kesehatan reproduksi, program ABCD (Abstensia/tidak melakukan hubungan seks bebas, Be Faithfull/setia pada pasangan, Condom/ATM kondom, Program Pekan Kondom, kondomisasi 100 persen, no Drug/tidak menggunakan narkoba atau minuman keras), Program Save Sex, program substitusi metadon, dan pembagian jarum suntik steril bagi para pemakai narkoba suntik dan sebagainya. Semua Program itu faktanya tidak mengurangi jumlah penderita HIV/AIDS.
Gaya Hidup Sekuler-Liberal Penyebabnya
Penyakit AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus HIV yang mematikan. Virus ini awalnya diidap oleh mereka yang sering melakukan zina tau gonta-ganti pasangan seks. Akhirnya virus ini ditularkan kepada orang lain, baik pasangan pengidap virus atau anak-anak yang lahir dari pasangan pengidap virus tersebut. Bahkan, bisa juga menular melalui jarum suntik, infus, dan sebagainya.
Kalau kita lihat, akar penyebab penyakit HIV/AIDS ini bersumber dari aturan kehidupan sosial yang salah; free love, free sex, pergaulan bebas, hubungan seks sesama jenis, prostitusi, baik yang dilokalisasi ataupun liar. Ini adalah buah dari penerapan sistem aturan pergaulan yang berasal dari kapitalisme, sekuler-liberal. Sepanjang akar masalahnya tidak dihilangkan, maka sekian banyak program pencegahan yang dilakukan tidak bersifat solutif.
Solusi Islam
Mestinya fenomena ini menyadarkan kaum muslimin bahwa aturan kapitalisme, sekuler-liberal bukanlah aturan yang benar, justru menjadikan manusia sengsara. Oleh karena itu, hanya Islamlah aturan yang benar yang mengatur segala aspek kehidupan kita, termasuk dalam pergaulan.
Aturan Islam akan menjauhkan kita dari berbagai kerusakan, seperti ditegaskan dalam Al-Qur'anl surat Arrum ayat: 41. Dengan kembali kepada Islam, maka tidak akan berkembang lagi penyakit HIV/AIDS, pergaulan bebas, dan segala bentuk perzinaan.
Kehidupan antara pria dan wanita diatur di dalam Islam. Hukum asal kehidupan mereka terpisah secara total. Mereka dilarang berduaan atau khalwat dengan yang bukan mahram, dilarang berikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada hajat atau kebutuhan yang dibolehkan hukum syara, seperti jual beli, haji-umroh, berkendaraan umum, dan belajar-mengajar, perintah bagi kaum pria untuk menundukkan pandangan dari kaum wanita sehingga terhindar dari memandang lawan jenis dengan syahwat, melarang kaum wanita dari memperlihatkan kecantikan secara berlebihan (tabarruj) yang bisa menarik perhatian lawan jenis, melarang memperlihatkan aurat masing-masing.
Semua ini merupakan ketentuan yang telah diatur oleh sistem Islam untuk membentuk masyarakat yang baik dan sehat. Jika semua ketentuan tersebut dijalankan, maka pintu perzinaan akan tertutup rapat. Karena itu, ketika ada orang yang melakukan zina, sanksi yang akan dijatuhkan kepadanya tegas dan keras.
Bagi pezina yang sudah menikah (muhshan), dia dikenakan sanksi rajam, yakni dilempari batu hingga mati. Bagi yang belum menikah (ghairu muhshan), mereka diberi sanksi jilid, yakni dicambuk 100 kali.
Adapun mereka yang melakukan pelanggaran meski tidak sampai pada taraf berzina, seperti berdua-an (khalwat), campur baur (ikhtilat), membuka aurat, tabarruj dan sebagainya akan diberi saksi ta’zir. Berat dan ringannya dikembalikan kepada hakim dengan merujuk pada hukum hudud, seperti dicambuk atau dibuang.
Sistem Islam juga akan melakukan tindakan terkait penanganan HIV/AIDS dan penyebarannya. Bagi mereka yang mengidap penyakit HIV/AIDS, jika terbukti sebagai pelaku zina baik muhshan maupun ghairu muhshan, maka akan dijatuhi had zina kepada masing-masing. Dengan dijatuhkannya sanksi rajam bagi penderita HIV/AIDS yang muhshan, maka dengan sendirinya akan mengurangi jumlah penderita HIV/AIDS sekaligus membersihkannya, baik dari dampaknya kepada orang lain maupun dosanya di sisi Allah Swt. Sementara bagi yang ghairu muhshan, mereka akan dijatuhi sanksi jilid atau cambuk 100 kali.
Selain itu, ada perlakuan khusus yang diberlakukan bagi penderita HIV/AIDS yang bukan pelaku zina, seperti istri dari pelaku zina, yang tidak terlibat zina, atau anak-anak yang tertular dari orang tuanya, bahkan bisa jadi orang lain yang tidak bersalah tapi terinfeksi. Mereka akan diberikan layanan pengobatan terbaik, kelas utama dan bisa jadi gratis dengan karantina supaya tidak menular kepada yang lain. Mereka tidak hanya diobati dan dirawat secara fisik, tetapi juga di-recovery mentalnya sehingga bisa menatap masa depan dengan sabar dan tawakal dengan menanamkan nilai positif bahwa semua ini merupaka ujian yang akan menghapus dosa-dosa mereka. Bahkan, negara Islam akan mengembangkan riset dalam menemukan penawar virus HIV/AIDS dengan pendanaan dari Baitul Mal secara maksimal. Begitulah cara Islam menuntaskan masalah HIV/AIDS sampai ke akarnya.
Oleh: Evi Avyanti
Sahabat Tinta Media