Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik Rizqi Awal mengkritisi terkait serangan hacker bahwa negara ini membangun teknologi tapi tidak membangun keamanannya.
“Mudahnya hacker menyedot data, artinya kita (negeri ini) membangun teknologi tapi tidak membangun keamanannya,” kritiknya dalam Program Fokus Reguler: Hacker, Ancaman Untuk Siapa? Sabtu (18/9/2022) di kanal Youtube UIY Channel.
Menurutnya, kemudahan para hacker mengambil data sedetail mungkin merupakan bentuk kritikan tajam dari para hacker dengan bentuk perlawanan cyber terbaru terkait isu-isu tertentu.
“Dan ini bisa menjadi salah satu bentuk perlawanan terbaru terkait isu-isu tertentu, mereka dengan mudah menyerang, menghentikan akses segala macam suatu wilayah tertentu. Meskipun dilakukan oleh person atau kelompok tertentu, kelompok kecil bukan negara,” tuturnya.
Awal menilai serangan dari hacker Bjorka yang memberikan bocoran-bocoran data umum ke publik menunjukkan belum begitu aman kualitas keamanan data di negara ini.
“Sebenarnya menurut saya menarik, Bjorka memberikan bocoran-bocoran data ini karena ini menunjukkan betapa kualitas keamanan data kita belum begitu aman,” nilainya.
Ia menuturkan bahwa serangan Bjorka menunjukkan betapa keamanan di dunia nyata maupun di dunia maya digital, tidak aman 100 persen.
“Saya tidak tahu motif yang dilakukan Bjorka, data itu disampaikan ke hadapan publik dengan lemparan isu sedemikian rupa, ini tergantung dari motif apa yang dibangun oleh Bjorka sendiri,” tuturnya.
Apabila digambarkan terkait keamanan data, ia mengungkapkan perlu adanya peninjauan ulang kebijakan-kebijakan terkait itu semua dari akar sampai ke daun.
“Ini baru Bjorka, kita belum sampai ke case tertentu yang lebih canggih bahkan bisa jadi mengatur semua aplikasi kita. Terbayang tiba-tiba hacker menghapus semua data. Kita tidak tahu kecanggihan teknologi,” ungkapnya.
Ia mengatakan pentingnya menyiapkan orang-orang ahli teknologi terbaik karena teknologi selalu berubah bahkan bisa berganti.
“Dan apabila kita masih menggunakan teknologi lama sementara yang di luar sudah menggunakan teknologi yang baru maka bisa menimbulkan fenomena-fenomena yang berikutnya,” katanya.
Tentu hal tersebut menunjukkan apabila negara tidak sigap, tidak siaga maka bisa saja ke depannya bukan Bjorka saja tapi banyak hacker lain yang akan melakukan pembobolan.
“Kalau mau melawan negara besar, kita lawan dulu tipikal Asia Tenggara, misalkan Indonesia yang mudah dibobol, kita jadi pintu gerbang dari para hacker,” ujarnya.
Ia mengemukakan kekhawatiran akan kualitas keamanan data jika e-voting dalam pemilu dilaksanakan dan akhirnya terjadi kebocoran data.
“Maka pengambilan data bahkan pengubahan data itu bisa sangat terjadi, apalagi kalau nanti dikaitkan dengan politik. Bagaimana rakyat bisa memberikan rasa aman suara mereka, tidak diotak-atik ketika sampai di level Komisi Pemilihan Umum (KPU) nanti,” ujarnya.
Awal mengatakan data itu penting meskipun hanya sekedar angka-angka saja. Demikian dengan data yang ditampilkan Bjorka walaupun berupa data umum.
“Ketika Bjorka membocorkan data salah satu provider internet maka bagi pelaku pegiat sosial media atau seorang digital marketer, data tersebut dapat mengakses apa saja lalu ia dapat melakukan filling, sebab kemungkinan besar dia akan menjadi sasaran di dalam hal penjualan produk tertentu,” katanya.
Ia mengingatkan pada tahun 2018, pemerintah mengharuskan pendaftaran sim card menggunakan NIK dan no KTP dengan tujuan terhindar dari tindakan penipuan. Tapi faktanya berbanding terbalik.
“Tapi yang terjadi malahan lebih banyak sms penipuan masuk. Hal ini menunjukkan, tidak menjamin data kita aman,” ucapnya.
Pemerintah sedang mencanangkan e-KTP, artinya semua daya kita terekam di e-KTP dengan jalan di tap saja. Menurutnya selama e-KTP difotokopi, juga adanya pengisian data di berbagai tempat pendaftaran berbagai instansi termasuk BPJS, dan samsat yang memiliki gerai di berbagai daerah. Maka e-KTP tidak berfungsi.“Ini menunjukkan data kita belum terpusat, belum rapi,” ujarnya.
Ia mengingatkan pemerintah dan siapa pun yang mempunyai akses ke dunia teknologi, yang menguasai teknologi, artinya dia mempunyai kebijakan penguasaan terkait teknologi (ahli teknologi) berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan-pernyataan yang bisa memancing para hacker.
“Jangan sampai hacker itu terpancing karena ulah pernyataan-pernyataan yang tidak simpatik terkait peristiwa itu (Bjorka), 'hacker jangan melakukan hack ya',” pungkasnya.[] Ageng Kartika