Tinta Media - Pemberian bantuan langsung tunai atau BLT dari Pemerintah sebagai langkah antisipasi untuk meredam dampak kenaikan harga BBM subsidi, dinilai Muslimah Media Center (MMC) bukan menjadi akar permasalahan.
“Akar permasalahannya bukan terletak adanya BLT atau tidak, (namun) kesulitan rakyat maupun penguasa dalam mengatur kebutuhan energi dikarenakan adanya liberalisasi migas,” nilai Narator MMC dalam rubrik Serba-serbi: Kenaikan Harga BBM, Cukupkah Diatasi dengan Bantuan Langsung Tunai? di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC), Senin (29/8/2022).
Narator menjelaskan bahwa liberalisasi ini adalah dampak khas penerapan sistem kapitalisme. “Sistem ini melegalkan swasta menguasai dan mengendalikan sumber daya alam termasuk migas,” jelasnya.
“Bahkan semakin menguatkan posisi ini, kapitalisme menempatkan negara hanya sebagai regulator yaitu hanya berperan membuat undang-undang sehingga privatisasi sumber daya alam para kapital semakin mulus. Hasilnya, BBM sebagai salah satu hasil pengelolaan migas teribas. BBM semakin mahal dan sulit dijangkau rakyat,” tegasnya.
Ia juga mengungkap adanya beberapa anggota yang meminta pemerintah mempertimbangkan adanya BLT akan membawa dampak secara langsung kepada masyarakat.
“Mulai dari kenaikan harga barang, tuntutan kenaikan gaji, membengkaknya biaya produksi, dan sebagainya,”ungkapnya.
Menurutnya, penguasa menganggap bantuan langsung tunai atau BLT menjadi alternatif yang efektif untuk meredam gejolak yang timbul dari kebijakan ini. Seperti yang dinyatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics(CORE) Indonesia Piter Abdullah.
“Piter mengatakan, sebaiknya pemerintah mengalokasikan anggaran BLT untuk penambahan subsidi energi saja. Sehingga kenaikan harga BBM subsidi tidak perlu dilakukan. Piter menilai pemerintah tetap membebani APBN 2022 untuk keperluan BLT tersebut,” tuturnya.
Narator melihat secara fakta layaknya obat bius, pemberian BLT hanya bersifat sementara dan dalam jumlah terbatas, tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat.
“Pada awalnya rakyat memang mendapat tambahan uang dalam jumlah yang tidak seberapa. namun ketika bantuan tersebut terhenti sedang harga BBM terus naik, rakyat semakin sulit memenuhi kebutuhan energi mereka,” ujarnya.
“Selain itu akan timbul permasalahan baru ketika kebijakan BLT ini diterapkan. Seperti korupsi dana BLT dan data masyarakat miskin yang tidak valid sehingga tidak tepat sasaran. Belum lagi terjadi pembengkakan dana APBN dan sebagainya,” terangnya.
Cara Islam
Narator menjelaskan bahwa semua ini sangat berbeda dengan cara Islam mengatur kebutuhan BBM rakyat.
“Islam memiliki hukum syariat mengenai pengelolaan sumber daya alam yang semua ini secara praktis diterapkan oleh negara bernama Khilafah,” jelasnya.
Ia menyampaikan hadis bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Daud).
Narator juga menyampaikan hadis yang lain, Rasulullah hl juga bersabda:
“Sesungguhnya dia bermaksud meminta tambang garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada dalam majelis ‘Apakah Engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya?
“....Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir. akhirnya beliau bersabda kalau begitu Tarik kembali darinya.” (HR Tirmidzi)
Terkait dalil ini ulama besar Syaikh Abdul Qadim Zallum menjelaskan dalam kitabnya al amwal fi Daulah Khilafah bahwa “ini merupakan dalil larangan atas individu untuk memilikinya. Karena hal itu milik seluruh kaum Muslim.”
Maka ia menilai sumber daya alam migas merupakan harta kekayaan milik umum yang tidak boleh ada privatisasi di dalamnya.
“Selain itu sumber daya alam Migas juga termasuk kekayaan alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh umat. Sebab untuk bisa menikmati hasilnya memerlukan usaha keras tenaga ahli dan profesional profesional, teknologi yang canggih serta biaya yang tinggi,” jelasnya.
“Maka syariat telah menetapkan negaralah yang berhak mengeksplorasi, mengeksploitasi serta mengelolanya sebagai perwakilan kaum muslimin. Hasil pengelolaan sumber daya alam migas ini harus diberikan kembali kepada rakyat seutuhnya,” lanjutnya.
Narator menyampaikan caranya dengan ada dua mekanisme yaitu mekanisme secara tidak langsung dan secara langsung.
“Mekanisme langsung yaitu Khilafah memberikan subsidi energi seperti listrik membuat rakyat mudah mendapatkan kebutuhan energi mereka dengan harga terjangkau bahkan gratis tanpa perlu ada BLT,” terangnya.
“Mekanisme tidak langsung menjamin secara mutlak kebutuhan dasar publik kesehatan pendidikan dan keamanan bagi warga negaranya,” tambahnya.
Menurutnya, cara ini menyebabkan seluruh warga negara Khilafah bisa mengakses layanan publik tersebut secara gratis.
“Adapun biaya untuk menjamin kebutuhan dasar publik tersebut Khilafah mengambilnya dari pos kepemilikan umum Baitul Mal,” ungkapnya.
Ia menjelaskan dana pos ini berasal dari pengelolaan sumber daya alam termasuk diantaranya Migas.
“Khilafah boleh menjual migas kepada industri dengan mengambil keuntungan wajar, atau khilafah boleh meneksport migas keluar negeri dengan mengambil keuntungan yang maksimal. Keuntungan ini yang akan masuk ke dalam Baitul mal Khilafah,” jelasnya.
Menurutnya, selain untuk menjamin kebutuhan dasar publik keuntungan pos ini bisa juga digunakan untuk membiayai seluruh proses operasional produksi minyak dan gas pengadaan sarana dan infrastruktur, riset, eksploitasi, pengolahan hingga distribusi ke SPBU-SPBU termasuk di dalamnya membayar seluruh kegiatan administrasi dan tenaga yakni karyawan tenaga ahli maupun direksi yang terlibat di dalamnya.
“Inilah model pengelolaan BBM dalam Khilafah yang akan memberikan kesejahteraan kepada rakyat,” pungkasnya[] Raras