Tinta Media - Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan akan menghapus tes mata pelajaran dalam seleksi bersama masuk perguruan tinggi (SBMPTN). Tes mata pelajaran ini akan diganti dengan tes skolastik yang menekankan pada kemampuan bernalar dan berpikir kritis. Dalam kebijakan ini akan terdapat tiga jalur seleksi masuk PTN, yakni seleksi nasional berdasarkan prestasi, seleksi nasional berdasarkan tes, dan seleksi secara mandiri oleh perguruan tinggi. Untuk jalur prestasi atau SNMPTN, Nadiem tidak akan membedakan calon mahasiswa berdasarkan jurusannya di pendidikan menengah. Hal ini dilakukan agar siswa dapat dengan leluasa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Ini karena minat dan bakat bisa berubah seiring dengan perkembangan waktu. (bbc.com)
Kebijakan penghapusan tes mata pelajaran ini diambil oleh Menteri Pendidikan Nadiem Anwar agar seleksi masuk PTN lebih inklusif dan transparan. Selama ini dia menilai, banyaknya materi akademik yang diujikan untuk masuk PTN membuat siswa terbebani. Sehingga mereka banyak yang harus mengikuti bimbingan belajar. Untuk itu maka orang tua harus mengeluarkan biaya lagi agar anaknya bisa meraih program studi di kampus ternama. (tempo.co)
Kebijakan ini menuai pro kontra di tengah masyarakat, terutama dari orang-orang yang berkecimpung di dunia pendidikan. Pengamat pendidikan, Itje Chodijah, mengatakan bahwa kebijakan ini memiliki tantangan yang besar, yaitu kapasitas guru di Indonesia yang masih rendah dalam mengmplementasi kebijakan tersebut. Karena selama ini guru-guru terbiasa mengajar dengan kurikulum yang padat. Hal ini dikarenakan para siswa ditargetkan untuk mengikuti sistem seleksi perguruan tinggi dengan materi yang penuh hafalan (bbc.com).
Rencana perubahan SBMPTN ini juga mendapatkan respon dari Rektor Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Mohammad Nasih. Beliau menuturkan bahwa kebijakan tersebut perlu untuk diperinci dan ditinjau ulang, terutama mengenai lintas jurusan. Menurut beliau, peminatan sejak SLTA tetap harus menjadi bahan pertimbangan agar peserta didik dapat mengikuti perkuliahan dengan baik. Selain itu menurut Nasih, linearitas antara SLTA dan perguruan tinggi tetap harus dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan pada jenjang universitas, mahasiswa juga dituntut untuk memiliki dasar yang cukup mumpuni untuk mengikuti mata kuliah yang diajarkan. (republika.co.id)
Di sisi lain, Wakil Rektor Bidang Akademik UNESA, Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd., mengatakan bahwa kampusnya siap menyambut baik kebijakan tersebut. UNESA akan mengikuti aturan yang baru sembari menyiapkan segala hal yang diperlukan dalam implementasinya di lapangan (Unesa.ac.id).
Kebijakan Menteri ini tentu membawa efek pada input perguruan tinggi. Keberadaan ujian masuk PTN diharapkan bisa menjadi saringan bagi murid yang hendak masuk perguruan tinggi. Perubahan seleksi masuk PTN ini tentu memberikan efek pada kualitas input mahasiswa. Apalagi dengan kurikulum merdeka yang cenderung 'memandirikan' mahasiswa dalam belajar. Hal ini tentu akan memberikan dampak semakin jauhnya kualitas mahasiswa dari kualitas sebagai intelektual muda.
Ini jelas berbeda dengan Islam. Islam memiliki tiga tujuan dari pendidikan tinggi, yaitu:
Pertama, memfokuskan dan memperdalam kepribadian Islam pelajar perguruan tinggi dan mengangkat kepribadian ini untuk menjadi pemimpin yang menjaga dan melayani persoalan umat yang utama.
Kedua, membentuk sekelompok tugas yang mampu melayani kepentingan umat dan mampu membuat rencana jangka panjang serta jangka pendek.
Ketiga, menyiapkan sekelompok tugas yang mampu menjaga urusan-urusan umat.
Dengan tujuan pendidikan tinggi yang sedemikiam rupa, maka Khilafah akan menyelenggarakan institusi-institusi yang mampu merealisasikan tujuan tersebut. Di antaranya institusi tehnik, institusi layanan sipil, universitas, pusat riset dan pengembangan, serta pusat riset dan akademi militer.
Institusi inilah yang akan mencetak para intelektual muda yang akan menjadi problem solver di tengah umat, mulai dari insinyur, teknisi, perawat, ilmuwan, pemimpin militer, dsb.
Untuk memasuki jenjang ini dan institusi tertentu di dalamnya, maka seorang pelajar harus memiliki kriteria tertentu yang mampu menunjang dia dalam mempelajari dan menerapkan ilmu yang akan didapatkannya di pendidikan tinggi tersebut.
Untuk bisa mengikuti pendidikan tinggi, pelajar harus melampaui tiga tahapan. Yang pertama, lulus pada ujian umum. Setelah itu akan dilakukan spesifikasi bagi pelajar untuk masuk di bidang sains, budaya, perdagangan, dsb. Dalam tahap ketiga, pelajar akan ditentukan berdasarkan spesialisasi yang dia pilih.
Murid dari Fakultas Ilmu Fiqih dan Syariah harus memiliki nilai yang tinggi dalam Budaya Islam dan Bahas Arab. Adapun murid yang memilih menjadi insinyur, mereka harus unggul dalam Matematika dan Fisika. Pelajar yang hendak memilih Ilmu Medis harus unggul dalam Ilmu Biologi dan Kimia, dsb.
Kriteria ini ditentukan untuk semakin memudahkan mereka dalam menuntut ilmu di pendidikan tinggi. Selain itu, akan mampu memberikan jaminan bagi kualitas intelektual muda yang akan terbentuk nantinya. Wallahu 'alam bish shawab.
Oleh: Desi Maulia
Praktisi Pendidikan