Pembangunan Kapitalistik Dunia Global Sebabkan Krisis dan Bencana Ekologis - Tinta Media

Minggu, 18 September 2022

Pembangunan Kapitalistik Dunia Global Sebabkan Krisis dan Bencana Ekologis

Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menilai pembangunan kapitalistik dunia global menyebabkan terjadinya krisis dan bencana ekologis. 

“Pembangunan kapitalistik dunia global menyebabkan terjadinya krisis dan bencana ekologis di mana-mana,” tuturnya dalam Program Serba Serbi MMC: Pembangunan Kapitalistik Dunia Global Abaikan Krisis Iklim? Selasa (13/9/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.

Efek dari krisis iklim memang luar biasa, narator mengungkapkan berbagai negara mengupayakan untuk meminimalisir dampak dari krisis ini.

“Seperti yang dilakukan oleh pemimpin dari puluhan negara-negara Afrika yang dilansir dari Al Jazeera pada Jumat (9/9/2022), mereka mendesak negara-negara kaya menepati janji memberikan bantuan guna mengatasi dampak perubahan iklim,” ungkapnya.

Ia mengatakan desakan tersebut tertuang dalam sebuah Komunike yang disepakati jelang KTT COP27 di Mesir dan di gelar dua bulan mendatang, yakni pada bulan November.

“Komunike ini hasil dari pertemuan antara 24 menteri negara- negara Afrika selama tiga hari di Mesir, Kairo,” katanya.

Ia pun mengemukakan bahwa negara-negara Afrika adalah wilayah yang termasuk paling parah terkena dampak perubahan iklim, terutama kekeringan dan banjir yang memburuk.

“Karenanya Komunike mendesak negara-negara kaya untuk menepati dan memperluas janji iklim yang telah disampaikan agar negara-negara miskin dapat berkembang secara ekonomi sambil menerima lebih banyak dana untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim, ” bebernya.

Afrika memiliki cekungan Kongo, hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia setelah Amazon. Hutan ini memainkan peran kunci dalam menangkap gas rumah kaca, di sisi lain Afrika juga memiliki jejak karbon yang rendah.

“Akan tetapi perubahan iklim dan hilangnya bentang alam di Benua Afrika tidak proposional, mantan Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan bahwa Afrika hanya menyumbang 3 persen dari emisi karbondioksida (CO2) global,” ujarnya.

Negara-negara maju yang notabene adalah pengemisi telah berjanji akan mengucurkan dana 100 miliar dolar AS (Rp1,483 triliun) per tahun mulai 2020. Dana ini ditujukan untuk membantu negara-negara yang rentan beradaptasi dengan perubahan iklim.
“Akan tetapi sejauh ini janji tersebut belum juga terpenuhi, sementara Kepala Ekonomi Bank Pembangunan Afrika Kevin Chika Urama mengatakan benua tersebut menghadapi kesenjangan pembiayaan iklim sekitar 108 miliar dolar AS per tahun,” tuturnya.

Ia menilai solusi janji iklim negara-negara pengemisi adalah bukti kerakusan negara-negara tersebut atas negeri miskin.
“Solusi ini lahir dari paradigma sistem kapitalisme tatkala melakukan pembangunan global,” ucapnya.

Menurutnya sistem kapitalisme hanya berorientasi pada capaian materi tanpa memperhatikan efek yang ditimbulkan.
“Jadi sekalipun negara-negara maju menyadari bahwa mereka menyumbang emisi karbon tertinggi di dunia, namun mereka tetap melakukan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam maupun industrialisasi eksploitatif terhadap sumber energi,” ujarnya.

Aktivitas-aktivitas tersebut dikatakan narator menghasilkan keuntungan besar bagi negara-negara maju walaupun menjadi alasan utama terjadinya krisis dan bencana ekologis di mana-mana.

“Karenanya yang diperlukan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan bukan dengan solusi pragmatis memberi sumbangan pada negara terdampak,” katanya.

Narator melanjutkan bahwa solusinya harus menghadirkan sistem alternatif sahih yang terbukti mampu menjaga dan mengelola lingkungan sistem ini. “Sistem ini adalah sistem Islam,” tegasnya.

Sistem Islam Menjaga Kelestarian Lingkungan

Islam menuntut manusia tidak merusak lingkungan tatkala menjalankan teknisnya. Menurutnya konsep pengelolaan lingkungan dalam Islam menurut ekonomi Islam. Di mana hutan maupun sumber-sumber energi fosil adalah harta kepemilikan umum.

“Keduanya termasuk sumber daya alam dengan konsekuensi tidak ada liberalisasi dan kapitalisasi akan kekayaan alam ini,” tuturnya.
Syariat Islam telah memerintahkan negara yang berhak mengatur dan mengelola harta kepemilikan umum. “Dan hasilnya diberikan kepada rakyat tanpa ada komersialisasi di dalamnya,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa negara tidak akan melakukan eksploitasi lingkungan yang berdampak pada kerusakan negara.

“Negara akan merumuskan regulasi yang ramah lingkungan dengan melibatkan para ahli lingkungan. Para ahli ini dituntut untuk membuat AMDAL yang paling meminimalisir kerusakan lingkungan, lalu melakukan upaya rehabilitasi lahan dan konservasi lahan,” ungkapnya.

Selain itu negara juga akan memetakan wilayah-wilayah untuk kesalahan konservasi (Hima), tempat tinggal penduduk, tempat pertanian maupun kawasan industri. Negara akan menghitung berapa emisi karbon yang masih toleran ditangkap oleh hutan.

“Inilah konsep yang diberikan Islam untuk mengelola, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan,” urainya.

Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa solusi ini dapat terwujud jika negara yang menerapkan Islam secara kafah.

“Hanya saja solusi ini tidak mungkin terwujud jika individu-individu muslim yang melakukan. Solusi ini hanya akan terealisasi jika ada negara yang menerapkan Islam secara kafah, yakni Khilafah Islamiyah,” pungkasnya.[] Ageng Kartika
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :