Tinta Media - Wajah murung dan tak bersemangat tampak dari para sopir angkot terminal Banjaran, Labupaten Bandung, Jawa Barat. Merekalah kalangan pertama yang merasakan kerasnya hantaman kenaikan harga BBM bersubsidi. Terminalnya terlihat padat dengan angkot berbagai jurusan, tetapi lengang dengan para penumpang, setelah harga biaya DP motor terjangkau, juga hadirnya transportasi massal terbarukan, serta adanya angkutan umum modern berbasis online. Dan saat ini, pemerintah baru saja mengumumkan kenaikan harga BBM. Semua itu menjadikan sarana angkot semakin terpuruk, terlebih pasca pandemi Covid-19 yang menyerang di seluruh sendi kehidupan.
Kini, para sopir angkot mesti merasakan pahitnya dampak kenaikan harga BBM. Jika sebelum BBM bersubsidi naik, mereka bisa membeli bensin hingga Rp80.000 sampai Rp90.000, tetapi setelah pemerintah ketuk palu menaikan harga BBM, pengeluaran mereka semakin membengkak.
Pemda Kabupaten Bandung pun memberikan solusi dengan menaikan tarif angkot. Namun, hal itu dirasa tak berpengaruh banyak. Para sopir kebingungan menyiasati perubahan besar akibat kenaikan harga BBM. Mereka memutar akal agar mampu memenuhi setoran, biaya bensin, makan, biaya bulanan, ongkos sekolah anak, dan kebutuhan istri serta sanak keluarga. Para sopir angkot benar-benar dikerangkeng dengan kebijakan serta imbas dari kenaikan harga BBM tanpa bisa melakukan apa-apa. Melawan pun seakan tiada daya.
Sopir angkot bukanlah satu-satunya yang terdampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Namun, banyak masyarakat seperti ibu rumah tangga, para pedagang gorengan, para pemilik UMKM dan lain sebagainya yang mengeluh dengan kebijakan kenaikan harga BBM ini.
Ironi memang, di saat harga minyak dunia anjlok, rezim, tak jua menurunkan harga BBM. Yang ada malah kembali menaikan harga tanpa rasa iba. Padahal, masyarakat dalam kondisi terlilit ekonomi, terpuruk dalam kehidupan di segala bidang.
Kebijakan zalim ini menyulut amarah masyarakat. Berbagai pihak mendesak agar harga BBM diturunkan. Namun, penguasa seakan buta dan tuli. Hatinya telah mati. Alih-alih menurunkan harga BBM, penguasa tak menunjukan itikad baik untuk sekadar menemui rakyat. Mereka malah bersuka ria di dalam gedung demi merayakan ulang tahun sang ketua umum. Jelas, semua ini menunjukkan bahwa rezim tidak peduli terhadap rakyat.
Bahkan, mereka berusaha memanfaatkan situasi untuk memperoleh keuntungan. Ini adalah gambaran penguasa rasa pengusaha. Sejatinya, para penguasa itu dipilih oleh rakyat untuk rakyat. Namun, nyatanya mereka membuat aturan untuk menguntungkan diri sendiri dan kroninya, bukan untuk kemaslahatan umat.
Inilah wajah buruk dari sistem demokrasi kapitalisme, negara dijadikan perusahaan demi kepentingan elit bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Kebijakan menaikkan harga BBM jelas termasuk kedaliman, bahkan menipu rakyat. Dalam hukum Islam, ada ancaman neraka bagi penguasa yang mati dalam keadaan menipu rakyat. Pemimpin/penguasa adalah pengurus rakyat yang bertanggung jawab terhadap setiap jiwa rakyatnya. Kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban di hari penghisaban.
Oleh sebab itu, penguasa dalam Islam senantiasa mengabdi demi tercapainya kesejahteraan rakyat dengan dilengkapi aturan yang berasal dari Sang Khalik.
Dalam sistem Islam, BBM diposisikan sebagai kepemilikan umum dan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Di antara kebijakan dalam mengelola sumber daya alam untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, di antaranya adalah, mendistribusikan minyak dan gas kepada rakyat dengan harga murah, serta mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan yang lain, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan sampai sandang, papan dan pangan rakyat pun tercukupi.
Pengelolaannya dilakukan secara mandiri tanpa ada intervensi dari negara luar. Sehingga, swasembada energi itu bisa terwujud dan hasilnya akan membawa kemakmuran bagi rakyat juga menjadi kekuatan bagi negara.
Maka jelas, saat BBM dikelola dengan sistem Islam, tak akan ada wacana kenaikan harga yang membuat rakyat menderita.
Namun sebaliknya, rakyat hidup sejahtera, makmur dalam naungan sistem Islam dibawah sebuah institusi yaitu Khilafah.
Wallahu 'alam bishshawab.
Oleh: Tiktik Maysaroh
Ibu rumah tangga