Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menyatakan bahwa sistem ekonomi kapitalisme tetap membuat rakyat kesulitan mengakses energi terbarukan.
“Penyediaan energi terbarukan dalam sistem ekonomi kapitalisme tetap akan membuat rakyat kesulitan mengaksesnya,” tuturnya dalam Program Serba Serbi MMC: PLTU Dilarang, Mungkinkah Energi Terbarukan Dijangkau, Senin (19/9/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Ia mengatakan hal ini sebagai implementasi penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang dianut negeri ini, menyebabkan negeri ini tidak mandiri dalam mengelola energi.
“Tidak mandirinya negeri ini mengelola energi diperparah dengan kebijakan privatisasi sumber daya alam akibatnya penyediaan pengalihan energi ini tetap saja akan menemui ketimpangan,” katanya.
Menurutnya, solusi untuk membangun energi baru terbarukan dan menutup perusahaan batu bara menyisakan pertanyaan terkait ketergantungan Indonesia terhadap investasi.
“Adalah kendala besar untuk menjalankan rencana penggunaan EBT (energi baru terbarukan), sebabnya definisi keuangan kerap dijadikan alasan mandeknya pengembangan energi terbarukan, sehingga memberikan peluang investor masuk dan mengendalikan rencana penggunaan EBT,” katanya.
Pemerintah memiliki target yang ambisius dalam mengejar target Netral Carbon 2060 mendatang atau lebih cepat. “Salah satu langkah yang diambil adalah dengan mengurangi konsumsi batu bara dan memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTY terbaru,” ucapnya.
Narator mengungkapkan bahwa presiden telah resmi melarang pembangunan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbasis batu bara. “Tak hanya itu, dalam rangka transisi energi sektor ketenagalistrikan, presiden juga meminta menteri untuk menyusun peta jalan percepatan pengairan atau memensiunkan PLTU yang masih beroperasi saat ini,” ungkapnya.
Pelarangan pembangunan PLTU batu bara yang baru di Indonesia itu tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Presiden No. 113 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik. Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan memensiunkan PLTU ini akan berdampak ke seluruh perusahaan pertambangan batu bara.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga di dunia setelah Cina dan India. Menurutnya besaran tenaga kerja ini tertuang dalam data Booklet Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020. “Industri ini termasuk salah satu industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja, sekitar 150 ribu pada 2019 lalu,” tuturnya.
Narator menilai batu bara ini adalah energi yang paling diminati masyarakat karena mudah dijangkau dan paling murah harga. Tapi faktanya harga produk batu bara terus meningkat.
“Meningkatnya harga produk batu bara akibat liberalisasi sektor energi yang diterapkan oleh dunia kapitalisme,” ujarnya.
Pembakaran batu bara ternyata menghasilkan emisi udara yang mengandung bahan pencemar seperti debu dan gas, yakni NO2, Co, CO2, dan SO2 yang dapat mencemari lingkungan dan menyebabkan perubahan iklim. “Gas-gas tersebut yang menimbulkan efek rumah kaca,” ucapnya.
Ia mengingatkan pembakaran batu bara dalam jumlah besar tidak bisa dilepaskan dari gaya hidup konsumtif yang diciptakan oleh sistem kapitalisme.
“Prinsip pertumbuhan ekonomi ala kapitalisme meniscayakan mereka mengeksploitasi sumber daya alam energi yang dianggap paling murah saat ini dalam jumlah besar,” bebernya.
Sistem ekonomi kapitalisme telah memperparah laju perubahan iklim disebabkan besarnya eksploitasi dan pembakaran energi fosil demi memenuhi ambisi rakus para kapitalis, pemilik modal, dan masyarakat yang sudah terjerumus pada gaya hidup konsumtif.
Menurutnya, energi memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, fungsi strategis ini mengharuskan negara mampu memenuhi kebutuhan energi rakyatnya.
“Dengan mengupayakan sumber-sumber energi serta memaksimalkan pembangunan infrastruktur energi modern,” ucapnya.
Ia pun menegaskan selama negeri ini berdiri di atas prinsip ekonomi kapitalisme maka tidak akan mampu melakukan hal demikian (upaya sumber-sumber energi dan memaksimalkan pembangunan infrastruktur energi modern).
“Negeri ini harus beralih pada sistem Islam yang memiliki tatanan pengelolaan sumber daya alam energi secara syari' dan ideal,” tegasnya. [] Ageng Kartika