Tinta Media - Sobat. Rukun Kesuksesan itu ada empat ; Pertama. Allah ridha kepada Anda; Kedua. Anda menikmati pekerjaan yang Anda kerjakan; Ketiga. Anda harus memberikan manfaat kepada manusia dan pengaruh baik yang masih terasa sepeninggal Anda; Keempat. Orang-orang di sekitar Anda ridha kepada Anda, ini menunjukkan bahwa Anda memiliki hubungan yang baik dengan rekan dan sahabat Anda.
Sobat. Semua itu terhimpun dalam diri Rasulullah SAW dalam tingkatannya yang tertinggi, bentuk yang terbaik, dan gambaran yang terindah. Beliau adalah manusia yang paling agung kedudukannya di sisi Allah dan manusia yang paling dicintai Tuhannya. Beliau sangat menikmati tugasnya sebagai penebar risalah. Beliau sangat berpegang teguh pada prinsipnya. Beliau sangat sukses dalam menebarkan manfaat kepada seluruh umat manusia.
Sobat. Tidak ada seorang pun di dunia ini – sepanjang sejarah manusia – baik yang pernah melihat dan menyertai beliau maupun yang datang sepeninggalnya dan belum pernah melihatnya, melainkan mereka semua bersaksi bahwa beliau telah meraih keberhasilan yang tiada duanya dan istemewa. Maka kalau kita ingin menjadi manusia cemerlang jadikan rasulullah sebagai teladan, Meyakini syariat yang dibawanya dan mengamalkan dalam kehidupan.
Sobat. Ada lima tingkatan sosok manusia berdasarkan kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu dan kebermanfaatan untuk sesama manusia dalam kehidupan :
1. Manusia " Bejat". Manusia "Bejat" adalah manusia yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya. Menjalani hidupnya dalam rangka memenuhi hasrat hawa nafsunya yakni dorongan dada, dorongan perut, dan dorongan di sedikit bawah perut. Hidupnya banyak digunakan untuk memenuhi syahwat dan hawa nafsu belaka. Manusia yang paling rendah tingkatannya, manusia yang jahat sekaligus bejat. Manusia yang paling banyak merugikan orang lain. Naudzubillah !
2. Manusia Egois. Manusia tingkatan kedua ini masih mirip dengan pertama. Manusia ini hidupnya masih dikendalikan oleh hawa nafsunya. Dia sangat senang mengejar kesenangan dan kepuasan nafsu duniawiahnya. Namun, dia cenderung tidak banyak merugikan orang lain. Dia sangat egois, cuek, maunya berbuat seenaknya sendiri dan cenderung sulit untuk dikendalikan atau diatur. Dia banyak terjebak dengan kebiasaan-kebiasaan buruk dan cenderung sulit untuk meninggalkannya.
3. Manusia Berkarakter. Manusia tingkatan ketiga ini adalah manusia yang sudah terdidik dan terlatih dalam kehidupannya. Sejak kecil dia sudah dibiasakan dengan pendidikan yang disiplin, tertib dan teratur. Manusia ini akan menjalani kehidupannya dengan penuh kedisiplinan, ketertiban, kejujuran dan tanggung jawab. Manusia ini akan memiliki sifat dan karakter yang khas, yang akan mengiringi setiap langkah kehidupannya. Manusia ini akan disukai dan bermanfaat bagi orang lain.
4. Manusia Pejuang. Manusia tingkatan keempat ini memiliki sifat dan karakter yang sama dengan tingkatan ketiga. Namun, dia memiliki keunggulan dari tingkatan ketiga.Keunggulannya adalah kepeduliannya terhadap kondisi lingkungannya, masyarakatnya, bahkan negaranya. Dia tidak pernah merasa tenang jika ada penyimpangan-penyimpangan dari aturan main yang ada.Dia akan senantiasa berusaha dan berjuang, agar lingkungan hidupnya bisa berjalan sesuai dengan rel yang seharusnya.
5. Manusia yang Cemerlang ( Mustanir ). Manusia tingkatan kelima ini masih memiliki kesamaan dengan tingkatan keempat. Namun, dia memiliki keunggulan dari tingkatan keempat. Keunggulannya adalah perjuangannya untuk perubahan, tidak hanya berdasarkan aturan main yang ada. Perjuangan yang dilakukan akan didasarkan pada konsep dan pemikiran yang ideal sebagaimana yang diyakininya. Seluruh hidupnya akan diinfaqkan untuk perjuangan dalam rangka mewujudkan keyakinannya tersebut.
Sobat. Kalau kita ingin menjadi manusia cemerlang maka sekali lagi jadikan rasulullah sebagai teladan dalam aspek hidup dan perikehidupan beliau. Cukuplah Allah SWT menjadi saksi atas kesuksesan Rasulullah Muhammad SAW dalam mengajar dan mendidik umat manusia. Sebagaimana Allah SWT berfirman QS. Ali Imran ayat 164.
"Sungguh, Allah benar-benar telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika (Dia) mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab Suci (al-Quran) dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyat." ( QS. Ali Imran (3): 164 )
Sobat. Orang yang jujur kepada Allah adalah yang menjual diri dan hartanya untuk Allah. Ketulusan kepada Allah diumpamakan dengan jual beli. Allah SWT telah membeli diri dan harta kita dengan surga. Di dunia ini Allah memberikan balasan dengan menyegerakan sesuatu yang sesuai untuk hamba-hamba-Nya yang tulus kepada-Nya.Di antara balasan yang Dia berikan adalah bahwa Dia menjauhkan bahaya serta manfaat dan kebahagiaan.
Allah berfirman:
إِنَّ وَلِـِّۧيَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ
“ Sesungguhnya pelindungku ialahlah Yang telah menurunkan Al Kitab (Al-Qur'an) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS. Al-A’raf (7) : 196)
Sobat. Ayat ini menerangkan lanjutan ucapan Nabi Muhammad dihadapan kaum musyrikin, yaitu bahwa sesungguhnya Allah Yang menjadi pelindungnya, Yang mengurusi urusannya, dan Yang menjadi penolongnya.
Allah Yang menurunkan Al-Quran, Yang menjelaskan keesaan-Nya dan yang mewajibkan manusia berbakti serta berdoa kepada-Nya dalam segala keadaan. Al-Quran itu membentangkan pula kekeliruan dan kebathilan penyembahan berhala. Karena itu Rasulullah saw tidak memperdulikan berhala-berhala itu dan tidak pula merasa takut kepadanya, meskipun orang-orang musyrikin menakut-nakuti dengan berhala itu.
Allah juga akan memberikan pertolongan dan perlindungan-Nya kepada hamba-Nya yang saleh, yakni mereka yang memiliki jiwa yang bersih berkat kebersihan akidahnya, dan dari kebersihan jiwa itu lahir amal perbuatan yang luhur, berguna bagi kehidupan pribadi dan masyarakat.
Sobat. Orang yang tulus dan jujur kepada Allah kelak akan mendapatkan balasan surga. Namun, di dunia ia mendapatkan balasan berupa taufik dan hidayah. Seperti yang telah disebutkan serta diajuhkan dari bahaya musuh dan diberi pertolongan.
Allah berfirman dalam QS Yunus ayat 62 :
أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” ( QS. Yunus (10) : 62 ).
Sobat. Di ayat ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslimin agar mereka mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali-wali Allah, tidak akan merasakan kekhawatiran dan gundah hati.
Sobat. Wali-wali Allah dalam ayat ini ialah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat, dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agama-Nya, seperti orang-orang musyrik dan orang kafir (lihat tafsir Surah al-Anam/6: 51-55).
Sobat. Dikatakan tidak ada rasa takut bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke jalan yang lurus. Dan apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada Allah. (lihat tafsir Surah al-Baqarah/2: 249).
Hati mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum-hukum Allah berada dalam genggaman-Nya. Mereka tidak gundah hati lantaran berpisah dengan dunia, dengan semua kenikmatan yang besar. Mereka tidak takut akan menerima azab Allah di hari pembalasan karena mereka dan seluruh sanubarinya telah dipasrahkan kepada kepentingan agama. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah mendapatkan petunjuk yang tak ternilai besarnya (lihat tafsir Surah al-Baqarah/2: 2 dan al-Anfal/8: 29).
Sobat. Peringatan Ibnu Athaillah. “Orang yang banyak berbicara tentang tauhid tetapi tidak mempedulikan syariat berarti telah mencampakkan dirinya dalam samudera kekufuran. Jadi orang yang betul-betul alim dan tulus kepada Allah adalah yang didukung oleh hakikat dan terikat oleh syariat.”
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur