Konversi Mobil dan Kompor Listrik, Siapa Diuntungkan? - Tinta Media

Minggu, 25 September 2022

Konversi Mobil dan Kompor Listrik, Siapa Diuntungkan?


Tinta Media - Penggunaan mobil listrik sebagai kendaraan dinas diintruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Perintah tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 tahun 2022 terkait percepatan penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai di instansi pemerintah pusat maupun daerah. 

Menanggapi Inpres tersebut, Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa pun langsung menyiapkan strategi anggaran untuk pengadaan mobil listrik. (Liputan6.com, 18 September 2022).

Bahkan, PT PLN Surabaya mulai mengampanyekan kendaraan listrik di CFD. (antaranews.com 18 September 2022).

Di sisi lain, pemerintah melaui PT PLN juga akan melakukan konversi kompor gas elpiji (3 kg) ke kompor listrik atau induksi. Penggunaan kompor listrik diyakini dapat membantu pemerintah dalam mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintah akan mengeluarkan dana Rp300 triliun di tahun ini untuk membagikan kompor listrik gratis ke masyarakat dan akan menambah Rp5 triliun selama lima tahun ke depan. (news.detik.com, 20 September 2022)

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio memperkirakan bahwa kebijakan konversi kompor induksi dan kendaraan listrik adalah untuk meringankan beban PLN yang disebabakan oleh over supply listrik yang ada di Jawa, Sumatera, sebagian besar Kalimantan dan Sulawesi. Akhir tahun ini saja akan ada over supply sebesar 7,4 GW, sedangkan setiap 1 GW beban operasionalnya mencapai Rp. 3 triliun per tahun. Jadi akhir tahun ini PLTU (batu bara) PLN akan mempunyai 7,4 GW tidak terpakai, maka PLN harus menanggung biaya sekitar Rp22,2 triliun/tahun.

Korporasi yang Diuntungkan

Penggunaan konversi kompor listrik dan kendaraan listrik menguntungkan pihak PT PLN, tetapi tidak bagi masyarakat. Sebagian pihak menilai bahwa penggunaan kompor listrik dan kendaraan listrik akan menambah beban hidup masyarkat, sebab persoalannya bukan pada masyarakat mampu membelinya atau tidak, tetapi biaya listrik di negeri ini yang tergolong mahal. Ditambah lagi dengan adanya rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik dalam waktu dekat.

Jika pemerintah nantinya memaksakan konversi kompor listrik dan kendaraan listrik, maka pelaku UMKM, taksi online, dan para pelaku usaha lainnya akan dirugikan. Tidak menutup kemungkinan, harga barang akan ikut naik sehingga memengaruhi perekonomian masyarakat. Karena itu, penerapan kompor listrik dan kendaraan listrik di Indonesia bukan sebuah solusi yang harus dilakukan, jika tarif listrik masih tinggi.

Kapitalisme Penyebabnya

Kebijakan pemerintah berupa instruksi presiden ini hanya menguntungkan pihak tertentu saja, dalam hal ini adalah PT PLN. Kepemilikan usaha PT PLN tidak murni dikuasai negara, tetapi melibatkan pihak swasta. Pasalnya, sejak UU ketenagalistrikan No. 20 tahun 2002 disahkan, diterapkan unbundling vertikal, yang memisahkan proses bisnis PLN menjadi beberapa usaha, yaitu pembangkit tenaga listrik, transmisi listrik, distribusi listrik, dan penjualan tenaga listrik. Sejak itu pula, proyek swastanisasi atau liberalisasi kelistrikan dimulai. 

Oleh karena itu, kebijakan baru pemerintah tentu hanya menyakiti hati rakyat. Saat kondisi ekonomi rakyat makin sulit, pemerintah berdalih kekurangan dana pembiayaan negara. Pemerintah malah meluncurkan program konversi kompor listrik dan kendaraan listrik. Padahal, jelas program tersebut membutuhkan biaya besar. Ditambah lagi, kebijakan ini hanya menguntungkan para pemilik modal yang terjun dalam bidang kelistrikan.

Persoalan penggunaan kompor listrik dan kendaraan listrik yang diikuti oleh mahalnya tarif listrik negeri ini tidak akan pernah usai selama sistem ekonomi dan politik kapitalisme masih menjadi pijakan. Sebab, sistem ini telah meliberalisasi sumber daya penghasil listrik, sehingga boleh diprivatisasi oleh individu maupun kelompok masyarakat.

Solusi Islam

Sistem kapitalis sangat berbeda dengan Islam. Islam memiliki aturan paripurna karena mengadopsi sistem yang berasal dari Allah Swt. pencipta manusia dan seluruh alam semesta ini. Islam memandang bahwa listrik merupakan milik umum, dilihat dari dua aspek, yaitu : 

Aspek pertama, listrik yang digunakan sebagai bahan bakar termasuk dalam kategori “api” yang merupakan milik umum. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bahwa kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yakni padang rumput, air dan api. Termasuk dalam kategori “api” tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik, seperti tiang listrik, gardu listrik, mesin pembangkit, dan sebagainya.

Aspek kedua, sumber energi digunakan untuk pembangkit listrik baik oleh PT PLN maupun swasta, sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya melimpah, seperti migas dan batu bara yang juga milik umum. Karena milik umum, maka haram dikelola secara komersial baik oleh perusahaan milik negara ataupun swasta. Juga haram hukumnya mengomersialkan hasil olahannya sebagaimana listrik. 

Negara bertanggung jawab sedemikian rupa sehingga setiap individu terpenuhi kebutuhan listriknya, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, serta dengan harga murah, bahkan gratis untuk semua rakyat, baik kaya ataupun miskin, muslim maupun nonmuslim.

Jika negara yang menerapkan aturan Islam memutuskan kebijakan penggunaan kompor dan kendaraan listrik, tentu masyarakat tidak akan terbebani, karena memosisikan listrik sebagai kebutuhan umat yang wajib dipenuhi negara. Sistem Islam pula yang akan menghimpun penguasa yang amanah dan terbebas dari setiran pihak mana pun.

Oleh: Evi
Sahabat Tinta Media


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :