Tinta Media - Perkembangan teknologi dan informasi hari ini melaju pesat. Dunia ibarat ada dalam genggaman tangan. Informasi seluruh penjuru dunia bisa diketahui dalam sekejap mata. Tidak bisa dimungkiri, gadget hari ini adalah barang yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia.
Sebenarnya dilihat dari zatnya, gadget (hp) adalah barang yang mubah dan halal, tetapi terkait penggunaannya, maka terikat dengan hukum syara'. Jika dipakai untuk menambah ilmu pengetahuan atau sarana berdakwah, sah-sah saja. Namun, jika digunakan untuk mengirim konten-konten unfaedah, maka bisa menjerumuskan penggunanya pada pelanggaran syariat, seperti penipuan, pornografi/pornoaksi, pelecehan hukum syara', pamer sesuatu, dan lain-lain. Jelas, yang seperti itu akan menyebabkan seseorang tergelincir pada dosa.
Konten-konten nyeleneh, ngawur, bahkan tidak bermanfaat terus bermunculan. Kebebasan berekspresi makin menjangkiti masyarakat, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Semakin aneh, maka semakin banyak penggemarnya. Cuan pun makin banyak diraupnl. Maka, berlomba-lombalah orang membuat konten aneh, sekalipun harus menabrak syariat.
Sebagaimana yang dilakukan seorang ibu rumah tangga di Lamongan, dia membuat konten menutup plat nomor motornya dengan daleman. Padahal, masyarakat umum menganggap barang privasi wanita itu adalah benda yang tabu ditampakkan pada khalayak. Dimanakah rasa malu sebagai seorang wanita?
Dalam kehidupan sekuler-kapitalistik yang memisahkan agama dari kehidupan, memang orang tidak lagi menjadikan standar baik dan buruk berdasarkan syariat. Ideologi kapitalisme telah dipakai untuk menilai baik dan buruk. Jika sesuatu itu menghasilkan keuntungan, maka dianggap baik. Sebaliknya, jika tidak menghasilkan keuntungan materi, maka dianggap buruk.
Maraknya konten-konten tak bermanfaat jamak dilakukan siapa saja, baik anak-anak maupun orang tua. Bahkan, para remaja lebih suka menjadi content creator daripada bersekolah untuk menuntut ilmu, sebagaimana pengakuan para remaja yang terbius Citayam Fashion Week (CFW) beberapa pekan lalu. Ini jelas sangat membahayakan bagi keberlangsungan generasi penerus bangsa.
Bagaimanakah Peran Negara?
Peran negara dalam hal ini sangat penting, yakni membentuk kepribadian yang islami pada rakyatnya (syakhsiyah Islamiah), yaitu pribadi yang menghiasi dirinya dengan pola pikir yang islami dan pola sikap yang islami. Dengan begitu, akan lahir sosok pribadi yang punya kemuliaan, senantiasa berpikir sebelum berbuat dengan acuan syariat Islam. Ia akan selalu menghiasi dirinya dengan rasa malu, tidak malah memalukan.
Sebagaimana hadis Rasulullah saw., "Malu adalah sebagian dari iman."
Mekanisme yang dilakukan oleh negara dimulai dengan menerapkan sistem pendidikan dengan berbasis akidah Islam, sehingga output yang dihasilkan akan memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat. Mereka juga akan memiliki kemampuan menguasai sains dan teknologi untuk menyelesaikan persoalan kehidupan. Dengan begitu, akan muncul sosok sekelas Imam Syafi'i yang bisa hafal Qur'an usia 7 tahun. Selain itu, akan lahir muslimah setara dengan Syifa', seorang dokter wanita Islam pertama. Masih banyak contoh lainnya.
Untuk membendung maraknya konten unfaedah, maka fungsi departemen penerangan negara akan dioptimalkan. Informasi yang beredar akan disaring oleh negara. Jika ada informasi atau pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak serta membahayakan akidah umat, maka akan segera diusut tuntas. Oknum yang bersangkutan akan dikenakan takzir (hukuman yang kadarnya ditentukan penguasa).
Hal ini hanya bisa dilakukan jika syariat Islam diterapkan secara kaffah, baik dalam urusan pemerintahan, pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial, keamanan, dan hukum. Tentunya hanya sistem Islam dalam bingkai khilafah islamiah yang bisa menerapkannya.
Maka sudah saatnya mencampakkan ideologi sekuler- kapitalis dan kembali pada ideologi Islam yang terbukti mampu menjaga fitrah wanita, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, tidak lagi asik tik-tokan atau sibuk membuat konten di media sosial. Anak-anak pun akan terjaga potensinya dan siap menjadi generasi penerus bangsa, tidak larut dan terlena dalam aktivitas hura-hura dan sibuk menjadi content creator yang membuat malas belajar, lalai dengan perintah agama dan abai dengan kondisi negara.
Wallahu'alam
Oleh: Dyah Rini
Aktivis Muslimah Jawa Timur