Ketua Hilmi: Pencabutan Subsidi adalah Ciri Khas Sistem Ekonomi Liberal - Tinta Media

Minggu, 11 September 2022

Ketua Hilmi: Pencabutan Subsidi adalah Ciri Khas Sistem Ekonomi Liberal

Tinta Media - Terkait alasan pemerintah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) guna mengatasi defisit anggaran, Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (Hilmi), Dr. Julian Sigit, M.E.Sy. mengatakan, pencabutan subsidi merupakan ciri khas sistem ekonomi liberal. 

“Alasan paling klasik untuk mengurangi defisit adalah pencabutan subsidi. Ini adalah ciri khas dari kapitalisme. Ini ciri khas dari sistem ekonomi liberal yang mereka itu anti terhadap campur tangan pemerintah untuk menjaga masyarakatnya,” tuturnya dalam Kabar Petang: Pemerintah Berbohong Soal Subsidi BBM 502 T? Sabtu (10/9/2022) di kanal Youtube Khilafah News.

Bung Julian mengatakan, data pemerintah yang menunjukkan jumlah subsidi BBM sebesar Rp502 triliun, tidaklah sebesar itu. Ia menambahkan, selama ini pemerintah selalu mengklaim alokasi Rp502 triliun jika dialokasikan untuk pembangunan rumah sakit, pendidikan serta jalan tol dan sebagainya, bisa dibangun ribuan infrastruktur.

"Kita harus ingat bahwa anggaran terbesar dalam pengeluaran APBN adalah Untuk bayar cicilan bunga utang beserta pokok nya sebesar Rp. 805 Triliun atau hampir 1/3 dari total APBN. Padahal yg menikmati hutang tersebut sebagian besar adalah para kapitalis pemilik modal atau bisa dikatakan orang kaya saja,” tegasnya.

Ia pun mempertanyakan kenapa pemerintah tidak mengungkapkan bahwa utang itu banyak dinikmati orang kaya saja. “Berapa ribu sekolah, berapa rumah sakit dan berapa puluh jalan tol yang bisa dibangun jika bayar utang bunga itu kemudian dialokasikan untuk membangun itu?” tanyanya. 

Hal ini, menurutnya, perlu untuk dibahas karena seringkali dijadikan justifikasi bahwa pencabutan subsidi tidak tepat sasaran dan hanya dinikmati orang-orang kaya. “Alasan yang paling klasik untuk mengurangi defisit itu adalah pencabutan subsidi,” tambahnya.

Menurutnya, kebijakan menaikan BBM adalah zalim. Bung Julian menambahkan, kalau logikanya subsidi BBM membebani APBN kemudian ini dinikmati oleh masyarakat yang tidak tepat sasaran, pertanyaan yang sama juga perlu terkait alokasi APBN untuk membayar bunga utang sebesar Rp441 triliun. “Bunga utang itu yang bisa menikmati adalah orang-orang kaya,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, jika dikomparatifkan dalam perspektif ekonomi Islam, subsidi bisa boleh dan atau wajib tergantung faktanya. “Jadi, yang namanya subsidi itu, bisa dalam konteks boleh dan wajib. Kita lihat faktanya terlebih dahulu. Karena dalam konsep Islam, hubungan antara penguasa dengan rakyat itu bukan transaksional penjualan pembeli, tapi melayani dan dilayani,”

Jadi, menurutnya, cara pandang memimpin negara dalam Islam itu, bukan cara pandangnya sebagai seorang pengusaha, tetapi cara pandangnya itu seorang negarawan. 

“Dia harus berpikir secara kreatif mengalokasikan dari pilihan-pilihan yang ada. Pilihan-pilihan yang ada itu ada banyak option yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi defisit. Mulai dari efisiensi anggaran, efektivitas anggaran, kemudian alokasi anggaran,” bebernya.

Ia pun menambahkan, upaya mengurangi defisit, termasuk penghentian proyek-proyek infrastruktur yang selama ini menyerap anggaran yang sangat besar seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) kemudian proyek kereta cepat.
 
“Tapi yang terjadi tidak dilakukan oleh pemerintah. Maka dengan tegas, kita perlu untuk menolak karena kebijakan ini jelas akan menyengsarakan masyarakat,” pungkasnya. [] Ikhty
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :