Tinta Media - Ahli Hukum Indonesia Justice Monitor (IJM) Dr. M. Sjaiful, S.H., M.H. mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terkategori perbuatan melawan hukum.
“Saya kira, kalau ditanyakan apakah kebijakan menaikan BBM termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum atau yang biasa dikenal dengan istilah onrechtmatige daad, jelas itu merupakan perbuatan melawan hukum,” tuturnya dalam acara Perspektif: Menaikkan BBM Perbuatan Melawan Hukum? dalam kanal YouTube LBH Pelita Umat Jawa Timur, Jum’at (9/9/2022).
Menurut Dr. Sjaiful, harus dipahami bahwa Indonesia memiliki ground rules (aturan dasar) yaitu Undang-undang Dasar 1945. Ia menambahkan, di dalam UUD ‘45 telah ditetapkan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan kepada hukum atau rechtsstaat. Dengan kata lain, kebijakan pemerintah yang terkait dengan pelayanan publik serta terkait dengan mengurus urusan rakyat harus tunduk pada norma-norma yang ada. “Utamanya, norma konstitusi yang tercantum di dalam undang-undang dasar 1945,” imbuhnya.
Dr. Sjaiful menjelaskan, konteks BBM termasuk dalam kategori barang tambang. Ia menambahkan, secara normatif, pengelolaan barang tambang sudah diatur dalam pasal 33 ayat (3) UUD ’45. “Susah sering kita dengar pasal 33 ayat 3 ini, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ujarnya.
Ditambah lagi, menurutnya, dalam pasal 28 ayat (4) UUD ’45 juga menyebutkan pemenuhan kebutuhan rakyat dilakukan oleh penyelenggara negara atau pemerintah. “Di sebutkan dalam pasal tersebut, perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia itu adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah,” katanya.
Jadi, menurutnya, masalah terkait pelayanan sosial, pelayanan masyarakat merupakan tanggung jawab negara yang diatur dalam pasal 28 ayat 4 UUD ’45. Lebih spesifik lagi, menurutnya, dalam pasal 3 huruf (f) UU Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi menyebutkan, penyediaan BBM atau terkait energi menjadi tanggung jawab negara dalam pengelolaannya guna kepentingan masyarakat terutama di daerah terpencil. “Nah, jelas kalau kita kembalikan lagi, kebijakan tersebut adalah perbuatan melawan hukum atau kontradktif,” tegasnya.
Dr. Sjaiful kembali menambahkan, perbuatan melawan hukum tentang pengelolaan BBM telah dinyatakan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-I/2003 yang menyatakan bahwa harga BBM tidak boleh sama sekali ditetapkan dan distandarisasi berdasarkan mekanisme pasar.
“Jelas disebutkan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi, itu (menaikkan harga BBM) sebuah pertentangan konstitusi. Jadi, pemerintah tidak boleh menetapkan harga BBM dengan menggunakan atau menunjuk kepada mekanisme pasar karena itu adalah sebuah pelanggaran konstitusi,” bebernya.
Selain sejumlah regulasi di atas, Dr. Sjaiful mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak melarang pengaturan harga BBM berdasarkan mekanisme liberalisasi.
“Kesimpulannya, apa yang dilakukan pemerintah dengan menaikkan harga BBM sampai 30% adalah sebuah onrechtmatige daad atau perbuatan melanggar hukum karena sudah ada aturannya,” pungkasnya.[] Ikhty