Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin (AK) mempertanyakan kesiapan rakyat menurunkan Jokowi yang tetap mengumumkan sendiri kenaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Serius, apakah Jokowi akan diturunkan sebagai dampak dari tindakan keras kepala yang tetap menaikan harga BBM?” tanyanya kepada Tinta Media, Sabtu (3/9/2022).
AK memberi beberapa catatan terhadap pengumuman kenaikan harga BBM ini, yang akhirnya disampaikan langsung oleh Presiden, yaitu :
Pertama, tekanan rakyat terhadap dampak kenaikan BBM ini begitu besar. “Karena itu, kementrian atau Pertamina, tidak berani mengumumkannya sendiri,” tuturnya.
Menurutnya, pengumuman langsung oleh Presiden mengkonfirmasi Presiden telah siap dengan segala konsekuensinya. “Termasuk menanggung kemarahan rakyat akibat kenaikan ini,” ujarnya.
Kedua, AK menilai memilih mengumumkan pada hari libur juga didasari pada usaha untuk menghindari dampak langsung berupa demonstrasi dan tekanan dari rakyat.
“Walau pada akhirnya disadari akan ada protes rakyat, namun hal itu setidaknya dapat diredakan dengan suasana libur dan ada waktu antisipasi saat demo mulai ramai di hari kerja (Senin, 5/9),” nilainya.
Ketiga, Jokowi masih mempertahankan data hoax soal subsidi Rp502 T yang jadi dasar kenaikan harga BBM.
“Itu artinya, seluruh argumentasi rakyat diabaikan. Meskipun protes data hoax disampaikan, toh akhirnya kenaikan BBM tetap merujuk data hoax tersebut,” ungkapnya.
“Jokowi mengatakan, anggaran subsidi pemerintah sudah meningkat 3 kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun dan itu akan meningkat terus. Lebih dari 70% subsidi diklaim dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, yaitu pemilik mobil pribadi,” lanjutnya.
Keempat, AK mempertanyakan rakyat mau bertindak apa. “Apakah akan diam ditindas, atau komitmen dengan ikrar 'BBM NAIK, JOKOWI TURUN'?” tanyanya.
“Sebab, semua penderitaan rakyat telah diabaikan. Jokowi tetap saja menaikan harga BBM,” tegasnya.
Menurutnya, jika model kebijakan yang zalim seperti ini terus dibiarkan, maka selamanya rakyat akan ditindas. “Dalam banyak kebijakan ke depan, suara rakyat tidak akan pernah didengarkan,” pungkasnya.[] Raras