Tinta Media - Sistem demokrasi sering menghasilkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat, tetapi menguntungkan oligarki. Kebijakan yang tidak pro-rakyat ini terjadi karena politik dalam sistem demokrasi sangat mahal. Untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, dibutuhkan oligarki. Sementara, rakyat hanya dibutuhkan saat menjelang pemilu saja agar mau memberikan suara. Rakyat cukup didekati dan diberi janji-janji manis saat menjelang pemilu kemudian ditinggalkan saat kekuasaan dalam genggaman.
Namun, rakyat yang cerdas tidak mungkin mau tertipu untuk yang kedua kalinya. Janji-janji manis ternyata hanya pencitraan yang semu dan menipu untuk meraih kekuasaan.
Kebijakan menaikkan harga BBM adalah contoh nyata bahwa demokrasi tidak untuk rakyat, tetapi oligarki. Slogan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat adalah omong kosong, janji manis yang ditebar hanya untuk menipu rakyat. Rakyat menjerit tidak didengar, sementara wakil rakyat hanya mendengar oligarki yang bisa memberi imbalan kekayaan dan kemewahan. Wakil rakyat hidup mewah, sebaliknya rakyat yang diwakili hidup sengsara dalam kemiskinan.
Dalam ranah akidah, memang kita harus bersabar dan bersyukur dengan mengucapkan alhamdulilah, apa pun yang menimpa diri kita. Memang benar, berkeluh kesah atas musibah atau masalah tidak akan mengubah keadaan, hanya akan menambah azab yang pedih. Sementara, dengan bersyukur atas segala kondisi yang melingkupi kita, Allah akan menambah nikmat karena kebahagiaan hakiki datang dari hati yang pandai bersyukur.
Tapi ingatlah, dalam ranah syariat, kita tidak boleh pasrah dan diam saat melihat kezaliman. Kezaliman harus dilawan, apalagi jika itu dilakukan penguasa. Seperti halnya kebijakan menaikkan harga BBM oleh penguasa, ini adalah bentuk kezaliman yang harus dengan tegas ditolak dan dilawan, tentunya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Misalnya, seperti apa yang dilakukan anak STM yang menyatakan sikap menolak dan ikut berdemo bersama mahasiswa dan elemen masyarakat yang tidak rela melihat kezaliman merajalela.
Wakil rakyat yang mempunyai kekuatan untuk menyuarakan penolakan, harusnya lebih nyaring suaranya untuk memengaruhi kebijakan pemerintah. Bahkan pemerintah harus minta persetujuan wakil rakyat saat hendak memberlakukan satu kebijakan. Wakil rakyat harusnya menyuarakan suara rakyat, bukan suara oligarki. Wakil rakyat harusnya melawan kezaliman, bukan malah bagian dari kezaliman.
Begitu pula pimpinan TNI, harusnya mereka berpihak pada rakyat dengan mendukung para pengemban dakwah yang mukhlis, yang memperjuangkan keadilan dan menolak setiap kezaliman. TNI harusnya berpihak pada rakyat karena mereka digaji oleh rakyat
Rakyat mulai cerdas, tidak lagi mau dibohongi penguasa zalim. Mereka berkata subsidi, tetapi faktanya mengambil keuntungan untuk kekuasaan. Rakyat dibohongi lagi, disuruh beli dengan harga pasar, padahal negeri ini memiliki sumber daya alam yang bisa menghasilkan BBM sendiri, dari bumi sendiri, dikelola sendiri. Harusnya, kekayaan itu mampu memberikan harga murah, bukan malah mengikuti harga pasar internasional.
Bahkan pada saat harga minyak dunia turun, harga BBM tidak ikut turun. Ini menunjukkan bahwa hanya keuntungan yang dikejar dengan dalih menghilangkan subsidi.
Sesungguhnya, rakyat layak disubsidi jika memang itu diperlukan untuk membuat rakyat hidup sejahtera. Rakyat harus diurusi karena sudah menjadi tugas penguasa untuk membuat rakyat hidup sejahtera.
Demokrasi sudah terbukti tidak berpihak pada rakyat, karena pergantian rezim tidak menyelesaikan masalah negeri ini. Utang luar negeri terus saja menggunung tanpa ada itikad untuk menyelesaikannya. Padahal, hutang luar negeri telah merampas kemerdekaan negeri ini. Pintu berkah dari bumi dan langit tertutup karena riba dihalalkan. Sudah 77 tahun kemerdekaan dikumandangkan, negeri ini tidak memiliki kemandirian karena melibatkan asing dalam pengelolaan sumber daya alam.
Harusnya rakyat bisa hidup sejahtera dengan kekayaan alam yang luar biasa, yang terkandung di perut dan permukaan bumi, dan biru lautnya. Kekayaan yang luar biasa dengan keindahan bagaikan penggalan tanah surga. Sayang jika semua itu harus diserahkan ke perusahaan asing-aseng yang telah mengeruk kekayaan alam negeri ini. Saatnya bangkit dan menuntut perubahan mendasar. Tidak hanya ganti rezim, tetapi sistem. Islam adalah solusinya, agar permasalahan negeri ini segera teratasi.
Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media