Bjorka Membobol data, Prof. Suteki: Tidak Bekerja Sendiri - Tinta Media

Rabu, 14 September 2022

Bjorka Membobol data, Prof. Suteki: Tidak Bekerja Sendiri


Tinta Media - Situs Bjorka yang membuat heboh karena meretas banyak data dari SIM Card hingga surat Presiden direspon oleh Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Suteki.
 
“Saya kira Bjorka itu tidak bekerja sendiri. Ini juga mungkin bisa dikatakan mafia internasional yang nanti bisa kepada negara kita ada take and give atau bisa dikatakan disitu ada bargaining position,” ucapnya dalam video Tanya Profesor, Ahad (11/9/2022) melalui kanal Youtube Prof. Suteki.
 
Terkait data yang diretas, Suteki mengatakan, tidak bisa dikatakan 100 % benar, mungkin sebagian benar dan mungkin sebagian salah.
 
“Oleh karena itu menurut saya, pemerintah harus  proaktif  karena ini kan  pencurian data, meretas data, ini  termasuk pelanggaran hukum. Maka pemerintah harus proaktif meyakinkan kepada masyarakat bahwa rahasia negara dan data pribadi warga negara itu aman,” sarannya.
 
Menurutnya, negara wajib melindungi data masyarakat dengan menggunakan sarana hukum, tidak boleh ada jual beli data pribadi orang lain tanpa persetujuan yang bersangkutan.
 
“Soal keamanan data  juga sudah diakui secara dunia yang kita mengadopsinya. Di Undang-Undang Dasar negara kita bahwa  jaminan terhadap perlindungan data itu dapat ditemukan dalam pasal 28 G ayat 1,” terangnya.
 
Undang-Undang tersebut lanjutnya, menyatakan bahwa setiap orang itu berhak atas perlindungan diri pribadi, termasuk data pribadi, kehormatan,  martabat dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi itu.
 
“Apalagi kita juga sudah meratifikasi governant on civil and political right  itu dengan Undang-Undang nomor 12 tahun 2005 yang menegaskan bahwa ada kewajiban pemerintah Indonesia untuk melindungi privasi dan data pribadi warga negaranya,” imbuhnya.
 
Jual Beli Terjadi
 
Suteki menyesalkan pada faktanya jual beli data itu terjadi. “Bahkan kalau menurut  keterangan  dari direktur eksekutif  save net Damar juniarto itu diungkap bahwa kebocoran data pribadi Indonesia itu di tahun 2002 itu sudah terjadi  bukan hanya sekali tapi tercatat sudah 7 kali,” paparnya.
 
Suteki menyebut, dari sisi hukum  pagar untuk pengamanan itu misalnya  dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. “Itu di pasal 26 ayat 1 disebutkan bahwa penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan,” ucapnya.
 
Kalau ini dilakukan, ucapnya,  ancaman pidananya itu ada di pasal 56 undang-undang telekomunikasi yaitu  penjara maksimal 15 tahun dan di pasal 47 undang-undang  ITE  itu penjara 10 tahun lamanya dan juga atau denda paling banyak 800 juta rupiah.
 
Fatal
 
Ada pihak yang menganggap bahwa hacker merupakan sosok pahlawan, Suteki menanggapi itu pernyataan yang fatal dan keliru, karena aktivitas apapun yang berkaitan dengan memperoleh data pribadi secara tidak sah itu merupakan tindakan pidana.
 
“Kita punya potensi untuk dirugikan karena data kita bisa digunakan oleh hacker untuk setidaknya 6 tujuan,” tandasnya.
 
Suteki lalu menyebut 6 tujuan tersebut yaitu  pertama untuk profit, untuk keuntungan pribadi, organisasi, perusahaan atau lembaga tertentu. Kedua untuk kepentingan analisa data mining dan profiling. Ketiga karena hacker kecewa dengan riwayat yang diperoleh. Keempat untuk aspek politik, persaingan antara kelompok dan juga kompetitor. Kelima untuk tujuan penipuan dan keenam untuk telemarketing.
 
Terakhir, Suteki menekankan agar pemerintah serius memproteksi keamanan data pribadi dan juga data kenegaraan yang sifatnya rahasia. “Agar trust kepada pemerintah tidak semakin anjlok,” tandasnya. [] Irianti Aminatun
 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :