Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra menyatakan bahwa Bjorka hadir saat hubungan rakyat dan penguasa tidak baik.
“Bjorka hadir dalam situasi hubungan antara rakyat dan penguasa sedang tidak baik,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (21/9/2022).
Hal tersebut, menurutnya, disebabkan kebijakan penguasa kerap dinilai merugikan rakyat kecil sehingga dinilai mewakili kekecewaan masyarakat.
“Secara psikososial masyarakat yang kecewa akan kekuasaan rezim ini seolah terwakili oleh postingan-postingan Bjorka di akun twitternya,” ujarnya.
Ia mengemukakan kekecewaan tersebut dapat dilihat dari kasus korupsi dengan koruptornya yang bisa menghilang begitu saja tanpa bisa ditemukan oleh pihak kepolisian. Berbeda perlakuan ketika mencari orang yang dituduh radikal radikul dengan mudahnya tertangkap.
“Kenapa bisa seperti ini, jawabnya adalah ketika ada kasus polisi tembak polisi terbongkar. Terbongkar sudah semua kebusukan sistem dan aparat di negeri ini, yang selama ini ditutupi. Jadi siapa sebenarnya pengkhianat di negeri ini?” kritiknya.
Di titik inilah psikologi sosial rakyat kecil seolah terwakili oleh Bjorka, meskipun tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya dan apa pula motifnya.
“Sebab dengan membocorkan data-data, sebenarnya yang rugi dari rakyat banyak juga. Namun demikian, Bjorka telah mengkonfirmasi bahwa tampaknya data-data negara ini mudah dibobol oleh hacker,” tuturnya.
Ahmad berpendapat fenomena Bjorka ini dapat dibaca dalam perspektif psikologi sosial. Di mana psikologi sosial ini merupakan hubungan antara manusia dan kelompok pada lingkungannya yang dipengaruhi dengan perilaku manusia.
“Dalam kehidupan bersosial, terkadang ada kalanya kita mempunyai hubungan yang tidak baik (destruktif) dengan manusia atau sebaliknya, terdapat hubungan baik (konstruktif),” ucapnya.
Ia mengungkapkan banyak masyarakat yang cukup kecewa terhadap kasus polisi tembak polisi yang sejak awal bergulir ke publik terbukti banyak keterangan bohong.
“Justru keterangan bohong ini dilontarkan oleh otoritas, dan akhirnya berujung pada pencopotan beberapa struktur kepolisian. Rakyat lantas menduka, bisa jadi kebohongan ini adalah fenomena puncak gunung es,” ungkapnya.
Dan Bjorka muncul di era post truth. “Maka wajar jika kemunculannya menimbulkan pro kontra, bisa jadi dia jujur anti rezim, bisa jadi sebaliknya juga,” bebernya.
Ahmad mengatakan pendapat dari M. Rizal Fadilah bahwa kemunculan Bjorka mengejutkan dan akun instagramnya telah membuat gemetar pejabat penting Indonesia.
“Data pribadi diretas mulai Puan Maharani, Erick Thohir, Johnny G Plate, Tito Karnavian, Luhut Pandjaitan hingga Joko Widodo. Badut istana Denny Siregar pun ikut dibongkar-bongkar,” katanya.
Walaupun demikian, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan kebenaran data yang diretas oleh Bjorka masih yang umum-umum.
Meskipun demikian menurutnya, kabinet geger dan Jokowi ketar-ketir, lalu membentuk tim lintas sektoral emergency respons yang terdiri dari Kemenkominfo, BIN, BSSN, dan Polri untuk melawan Bjorka.
“Bjorka sendiri mengindikasikan keberadaan dirinya di Polandia dan menurut pengakuannya ia berteman dengan orang Indonesia di Warsawa. Eks pelarian tahun 1965. Di satu sisi dia menyebut era Soeharto, namun di sisi lain seolah menyerang rezim Jokowi, adakah relevansinya?” bebernya.
Menurutnya Bjorka hadir di tengah negeri darurat korupsi. Di negeri ini, para koruptor kakap membawa kabur triliunan uang rakyat justru seolah dilindungi dan tidak dihukum mati. Bahkan tidak tersentuh hukum dan dengan mudahnya mereka kabur ke luar negeri.
“Padahal faktanya telah menjadikan jutaan rakyat terjerat kemiskinan akibat korupsi ini,” ucapnya.
Sementara organisasi agama yang lantang mengkritik perilaku pejabat korup dalam sistem rusak justru dibubarkan. Pun dengan organisasi yang anti kemaksiatan juga dibubarkan. “Jadi Indonesia itu negeri macam apa?” pungkasnya. [] Ageng Kartika