Tinta Media - Karut marut perekonomian dunia kini bukan isapan jempol semata. Kesulitan yang dirasakan rakyat di dalam negeri nyatanya dirasakan pula oleh negara adidaya.
Seperti diberitakan CNN Indonesia, Amerika Serikat (AS) kini tengah dilanda krisis ekonomi. Lonjakan inflasi di negara itu membuat harga gas hingga bahan pangan melonjak tinggi. Hal tersebut membuat ribuan keluarga kesulitan mendapatkan makanan pokok sehingga harus antre untuk mendapatkannya.
Setiap hari ribuan keluarga mendatangi berbagai cabang Bank Makanan setempat. Mereka rela mengantre panjang demi mendapatkan jatah bantuan pemerintah yang berisi kacang kalengan, selai kacang, dan nasi. Namun, pasokan bahan pangan yang makin terbatas dari pemerintah AS menyebabkan banyak Bank Makanan kesulitan memenuhi kebutuhan warga yang terdampak inflasi.
Angka inflasi AS tahun ini tercatat tertinggi dalam 40 tahun terakhir, naik 9,1 persen jika dibandingkan tahun lalu. Hal tersebut menyebabkan harga bahan pangan di AS naik drastis dan menyebabkan warga mencari bantuan sana-sini. Kondisi yang dialami AS ini dinamakan dengan stagflasi.
Dalam sebuah situs ekonomi Amerika, Investopedia pada Kamis (23/6/2022), stagflasi adalah periode inflasi yang dikombinasikan dengan penurunan produk domestik bruto (PDB). Singkatnya, stagflasi digambarkan sebagai sebuah kondisi ekonomi yang melambat dan biasanya disertai dengan kenaikan harga-harga pokok (inflasi).
Dalam beberapa teori, stagflasi disinyalir hadir sebagai dampak dari tatanan kebijakan ekonomi yang buruk. Regulasi pasar, barang, dan tenaga kerja yang buruk disebut-sebut sebagai kemungkinan penyebab hadirnya inflasi.
Tak ada yang mengelak bahwa kondisi serupa terjadi di dalam negeri. Perekonomian melambat ditandai dengan meroketnya harga-harga kebutuhan pokok. Hal tersebut diperparah dengan menipisnya daya serap tenaga kerja lokal sehingga banyak masyarakat yang tidak berpenghasilan. Kondisi ini otomatis menambah panjang rantai kemiskinan di negeri ini.
Stagflasi global tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Fenomena tersebut hadir sebagai buah dari penerapan sistem kapitalisme liberal dalam menjalankan roda perekonomian. Secara teori, Bapak ekonomi kapitalis Adam Smith mengemukakan bahwa kemakmuran individu dan masyarakat dapat dicapai dengan kekuatan sang " invisible hands" yakni mekanisme pasar bebas yang meminimalisir, bahkan meniadakan peran negara. (Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into The Nature and Causes of the Wealth of Nation)
Pemikiran dasar ekonomi kapitalisme liberal yang demikian tentu keliru. Meniadakan peran negara dalam mengatur perekonomian berarti membuka keran seluas-luasnya bagi pihak individu dan swasta untuk mendominasi sentra ekonomi, tak terkecuali pada sentra-sentra strategis yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Jika dibiarkan, pemikiran seperti ini akan menjadikan masyarakat hidup layaknya di hutan rimba, siapa yang kuat modal, dia yang akan berkuasa. Sementara kaum papa jelata, hanya merasakan nestapa.
Demikianlah yang tampak pada perekonomian global. Negara maju maupun berkembang didominasi oleh para kapital yang bekerja sama dengan penguasa, mengatur ekonomi negara dengan prinsip jual beli. Negara menjual, rakyat yang harus membeli.
Krisis ekonomi global sebagai akibat diterapkannya sistem kapitalisme liberal sejatinya telah menjadi peringatan bagi manusia dan ummat Islam khususnya.
Allah Swt. berfirman:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
”Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (Q.S Thaha : 124)
Dalam ayat di atas, Allah mengingatkan kepada manusia terkait balasan jika mereka berpaling dari syari'at. Menerapkan kapitalisme dan meninggalkan syari'at merupakan bukti pembangkangan yang berakibat pada rusaknya tatanan perekonomian secara global. Kemiskinan di mana-mana, kelaparan pun menjadi bencana.
Karenanya, tak ada jalan lain selain kembali kepada Islam sebagai solusi sistemik bagi permasalahan ekonomi global. Sistem ekonomi Islam yang lahir dari aturan Illahiah akan mengatur dengan tegas batasan kepemilikan serta distribusi pemanfaatannya. Semua dilakukan dengan tanggung jawab penuh oleh penguasa sebagai "khadimul ummah" ( pelayan umat).
Mekanisme pengurusan yang benar terhadap semua potensi yang telah Allah berikan di dunia meniscayakan manusia hidup dalam kecukupan.
Sejatinya Allah Swt. telah berjanji bahwa setiap makhluk hidup telah Allah siapkan rizkinya.
Allah SWT berfirman :
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ
Artinya: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)."(Q.S Hud :6)
Wallahu alam bishshawab.
Oleh: Ummu Azka
Sahabat Tinta Media