RI Peringkat Kedua Produksi Padi di ASEAN, MMC: Dibayang-Bayangi Kerapuhan Sektor Pertanian - Tinta Media

Selasa, 23 Agustus 2022

RI Peringkat Kedua Produksi Padi di ASEAN, MMC: Dibayang-Bayangi Kerapuhan Sektor Pertanian

Tinta Media - Klaim Pemerintah bahwa RI mendapatkan peringkat kedua produksi padi di ASEAN, dinilai Muslimah Media Center (MMC) masih dibayangi kerapuhan pada sektor pertanian.

“Namun nyatanya produksi ini dibayang-bayangi oleh kerapuhan dari sektor pertanian,” ungkap Narator mmc dalam rubrik Serba-serbi: Regenarasi Petani Minim, Krisis Pangan Mengancam, di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC), Ahad (21/8/2022).

Narator mengutip pernyataan Agus Pakpahan Ketua Dewan Pakar DPP himpunan kerukunan Tani Indonesia. “Regenerasi petani saat ini sangat minim karena secara umum yang masih bertani adalah generasi tua,” tuturnya.

Hal ini juga disampaikan oleh guru besar IPB Hermanto Siregar. “Kondisi real petani kita menua, separuh petani kita berusia 50 tahun ke atas. Dilansir Indonesia pada 14 Agustus 2022,” ucapnya.
 
Narator juga menyampaikan pernyataan Kepala Divisi pengadaan komoditi Perum Bulog Budi Cahyanto. ”Minimnya regenerasi petani di RI memicu problematika bagi industri pangan. Banyak anak muda tidak melirik industri pertanian karena dianggap tidak menjanjikan ketimbang kerja kantoran,” tuturnya.

Menurut narator, fenomena urbanisasi ke kota termasuk anak petani yang banyak meninggalkan profesi petani sendiri tidak bisa dielakkan. “Kehidupan yang saat ini begitu materialistik membuat pemahaman pragmatis untuk mencari value change yang menjanjikan dan dalam jumlah besar dan kondisi yang demikian itu diberikan oleh kehidupan perkantoran,” jelasnya.

“Sementara kehidupan pertanian kecenderungannya value change-nya tidak menjanjikan,” tambahnya.

Ia menilai diantara faktornya adalah ancaman panen menurun, bahkan gagal panen, pupuk mahal, kesabaran dalam merawat tanaman, teknologi pertanian yang belum merakyat, industri pengolahan belum berkembang baik dan sejenisnya. “Inilah yang menjadikan kaum milenials enggan untuk berkecimpung dalam bidang pertanian,” nilainya.

Narator mengungkapkan, kegagalan sistem kehidupan kapitalisme dalam menciptakan iklim pertanian yang kondusif.

“Justru yang mereka lakukan adalah monopoli bahan pangan demi meraih keuntungan pribadi,” ungkapnya.

“Sistem kapitalisme tidak menganggap pertanian penting padahal sektor pertanian memiliki peran fundamental dalam menunjang ketahanan pangan nasional,” lanjutnya.

Pertanian dalam Islam

Menurutnya, hal ini sangat berbeda dengan cara pandang Islam terhadap bidang pertanian Islam yang memberikan perhatian besar pada sektor pertanian. “Bentuk perhatian ini karena ada dorongan ruhiyah untuk bertani atau berladang atau lebih umum menanam bebijian atau pepohonan,” paparnya.

Narator menyampaikan sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda: 
“Tidaklah seorang Muslim menanam sebatang pohon (berkebun) atau menanam sebutir biji (bertani), lalu sebagian hasilnya dimakan oleh burung, manusia, atau binatang melainkan baginya ada pahala sedekah.” (HR al-Bukhari, Muslim, at Tirmizi dan Ahmad).

Menurut Narator, dalil ini menjadi landasan bagi kaum Muslimin memperhatikan sektor pertanian yang memang secara praktis memberikan kontribusi dalam hal pangan. 
“Maka dalam Islam bukan hanya individu yang berperan melainkan juga negara,” jelasnya.

“Negara inilah yang disebut Khilafah Islamiyah. Khilafah akan menciptakan iklim untuk meningkatkan produksi pertanian dan menjamin kelangsungannya kebijakan itu mencakup kebijakan intensifikasi, ekstensifikasi, pembangunan infrastruktur pertanian, litbang dan dukungan kepada petani,” jelasnya lebih lanjut.

Narator menyampaikan bahwa khilafah juga akan memastikan agar distribusi pangan mencukupi semua wilayah. “Khilafah juga akan menutup akses agar para spekulan dan kartel tidak memonopoli pasar,” paparnya. 
“Semua kebijakan ini juga didukung dengan berbagai pengembangan dan inovasi termasuk di bidang pertanian. Oleh karenanya Khilafah akan mengembangkan iklim yang kondusif untuk mendengar hal ini. Khilafah akan membangun banyak laboratorium perpustakaan dan lahan-lahan percobaan,” tambahnya.

Narator memaparkan bahwa para ilmuwan diberi berbagai dukungan yang diperlukan termasuk dana penelitian selain penghargaan atas karya mereka.

“Hasil dari kerjasama antara petani dan negara serta kebijakan ekonomi politik yang memang untuk kemaslahatan umat membuktikan bidang pertanian mencapai kegemilangan selama Khilafah berdiri 1300 tahun,” paparnya.

Ia mengungkap pada masa Khalifah Umar Bin al Khattab negara memberikan modal kepada para petani di Irak atau dalam bentuk pinjaman tanpa bunga. 

“Pada awal abad ke-9 pertanian di Timur dekat Afrika Utara dan Spanyol didukung sistem pertanian yang maju, menggunakan irigasi yang canggih dan pengetahuan yang sangat memadai. Kemudian ada juga pengembangan pompa Satya yang digerakkan dengan tenaga hewan yang fenomenal adalah dikembangkannya kincir air sejak abad ke-3 Hijriyah atau sembilan masehi untuk mengangkat air sungai dan diintegrasikan dengan penggilingan,” ungkapnya.

Ia sampaikan Khilafah juga merehabilitasi desa-desa yang rusak dan memperbaiki ladang yang mengering. “Contohnya pada abad ke-10 di bawah kepemimpinan Sultan dari bani shamani daerah antara Bukhara dan Samarkand, Uzbekistan, berkembang pesat dan menjadi satu dari empat Surga Dunia,” tuturnya.

Sumbangsih Ilmuwan Muslim

Narator menyebutkan, sumbangsih ilmuwan Muslim untuk teknologi pertanian juga begitu banyak. 

“Salah satu diantaranya adalah Muhammad bin Zakaria Ar Rozi dalam kitabnya al-hawi abad ke-10 Masehi menggambarkan kincir air di Irak yang bisa mengangkat sebanyak 153.000 liter per jam atau 2.550 liter per menit,” jelasnya.

“Ini juga menggambarkan output dari satu kincir air dengan ketinggian 5 m di Irak dapat mencapai 22.000 liter per jam. Bahkan dari Catatan sejarah dan komentar para ilmuwan termasuk dari barat mengakui sistem pertanian pada era Spanyol muslim merupakan sistem pertanian yang paling kompleks dan paling ilmiah yang pernah disusun oleh kecerdikan manusia,” lanjutnya.

Narator menyampaikan pernyataan Joseph McCabe, cendekiawan berkebangsaan Inggris yang mengungkapkan bahwa di bawah kendali Muslim Arab pada masa Khilafah perkebunan di Andalusia jarang dikerjakan oleh budak.

“Di sepanjang Sungai Guadalquivir Spanyol juga terdapat 12.000 desa yang berkecukupan Bahkan makmur,” ungkapnya.

Menurut narator, revolusi pertanian Islam telah diawali pada abad ke-7 yang membuat negeri-negeri Islam berkembang pesat dan memiliki masyarakat yang makmur dari hasil pertanian.

“Jadi, sebenarnya sektor pertanian sangat menjanjikan untuk dikembangkan, hanya saja sistem yang mengaturnya haruslah shahih yaitu sistem khilafah,” pungkasnya.[] Raras
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :