Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3), Mampukah Mewujudkan Kesejahteraan bagi Masyarakat? - Tinta Media

Senin, 01 Agustus 2022

Program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3), Mampukah Mewujudkan Kesejahteraan bagi Masyarakat?

Tinta Media - Di tengah tahapan Pemilu 2024, Jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten bersinergi untuk melakukan sosialisasi program Desa Peduli Pemilu dan Pemilihan (DP3). KPU berharap, melalui pertemuan ini, semua elemen bisa menyukseskan Pemilu. Karena menurutnya, Pemilu akan menjadi cikal bakal menuju kesejahteraan masyarakat, dan yang lainnya.

Namun kenyataannya, pemilu yang dilakukan selama ini belum mampu membawa pada perubahan besar untuk rakyat.
Problem pemilu, mulai dari anggaran yang begitu fantastis, hingga politik uang, semestinya menjadi pelajaran bagi kita. Problem utama pemilu bukan pada proses pemilihannya, langsung atau tidak langsung. Karena kenyataannya, baik langsung ataupun tidak, pemilu lima tahunan ini tidak pernah melahirkan penguasa amanah, seperti yang rakyat harapkan.

Pemilu dalam sistem demokrasi akhirnya tak ubahnya seperti meja perjudian. Para pemburu kekuasaan dan semua yang berkepentingan, harus siap membayar berapa pun yang dibutuhkan demi mendapat keuntungan besar yang dijanjikan. Bahkan yang lebih mengerikan, mereka siap melakukan cara apa pun demi memenangkan pertarungan. Sehingga, penyebaran hoax, politik uang, pembunuhan karakter, menjadi hal yang begitu lumrah dalam pesta yang diselenggarakan.

Proses Pemilu dalam Islam

Pemilu di dalam Islam hanyalah salah satu dari sekian prosedur praktis dalam pengangkatan khalifah/penguasa. Sebab, satu-satunya metode pengangkatan khalifah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan sunah adalah baiat. Kaum muslimin berbaiat kepada khalifah untuk memerintah berdasarkan kitabullah dan sunah Rasulullah.

Artinya, Khalifah tidak berhak melegislasi hukum karena yang berhak membuat aturan hanyalah Allah Swt. Sedangkan Khalifah hanya berhak berijtihad, yaitu menggali hukum dari Al-Qur’an dan sunah. Kekuasaan dalam Islam bersifat sentralistik, berpusat pada khalifah dan dibantu oleh para muawin-nya.

Sistem politik Islam dibangun berdasarkan akidah Islam sehingga ikatan yang terjalin adalah ikatan akidah, bukan maslahat. Dengan demikian, individu yang terlibat dalam pemerintahan adalah individu yang menginginkan berkhidmat lebih dalam pada penciptanya. Sebab, jabatan dalam sistem Islam adalah amanah tempat mendulang pahala, sekaligus amanah yang berat karena Allah Swt. akan haramkan surga jika tidak amanah.

“Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga” (HR Bukhari-Muslim).

Oleh karena itu, kecurangan dalam pemilihan diganjar oleh Allah Swt. dengan haramnya ia masuk surga. Jika ada sekelompok orang alias oligarki yang mencurangi suara, lalu dengannya ia memimpin, maka sejatinya Allah Swt. sedang menghimpun mereka di neraka. Inilah seburuk-buruk balasan bagi penguasa yang curang dan menipu rakyatnya.

Pemilu Utsman bin Affan

Prosedur praktis yang bisa menyempurnakan pengangkatan Khalifah sebelum dibai'at boleh berbeda-beda. Di antara proses tersebut, yang masyhur dan sering dijadikan contoh dalam pembahasan pemilu sesuai syariat adalah pada saat pengangkatan Khalifah Utsman bin Affan. Dalam kitab Ajhizatu ad-Daulah al-Khilafah dijelaskan bahwa saat itu ketika Khalifah Umar tertikam, beliau mengajukan calon sebanyak enam orang kepada kaum muslimin.

Khalifah Umar menunjuk Suhaib untuk mengimami masyarakat dan untuk memimpin enam orang yang telah dicalonkan hingga terpilih satu dari mereka. Kemudian Umar menunjuk Abu Thalhah al-Anshari bersama 50 orang lainnya untuk mengawal mereka dan menugasi Miqdad untuk mencarikan tempat untuk para calon berkumpul.

Setelah Khalifah Umar wafat dan para calon terkumpul, salah satu calon, Abdurrahman bin Auf mengundurkan diri dan mulai meminta pendapat kelima calon tersebut. Jawaban mereka mengerucut pada 2 kandidat, yaitu Ali bin Abu Thalib dan Utsman bin Affan.

Setelah itu, Abdurrahman mulai merujuk pada pendapat kaum muslimin dengan menanyai mereka, siapa di antara Ali dan Utsman yang mereka kehendaki menjadi khalifah. Abdurrahman mengetuk pintu-pintu rumah warga, malam dan siang hari, baik laki-laki maupun perempuan. Setelah Abdurrahman bertanya pada kedua calon, maka saat salat Subuh, pembai'atan Utsman sempurna.

Dengan bai'at kaum muslimin itulah Utsman menjadi khalifah. Dari kisah pengangkatan Utsman bin Affan, bisa kita tarik bahwa pemilihan khalifah benar-benar representasi dari umat. Sebab, khalifah adalah orang yang bertanggung jawab dalam seluruh permasalahan umat.

Calon khalifah adalah mereka yang terbaik dari sisi ketakwaan dan kapabilitas leadership-nya. Selain itu, yang ditugasi untuk mengawal berjalannya proses pemilihan adalah orang-orang terbaik. Mereka sama sekali tidak memiliki kepentingan, selain kepentingan umat. Sebagaimana independensi Abdurrahman bin Auf sangat terlihat saat ia gigih mengetuk pintu-pintu rumah untuk bertanya, siapakah yang lebih layak menjadi Khalifah.

Khatimah

Oleh karena itu, mengharapkan pemilu yang bersih dan bebas dari kepentingan politik dalam sistem demokrasi adalah mustahil. Sebab, justru sistem inilah yang melanggengkan politik transaksional yang pada gilirannya akan menghantarkan pada kecurangan untuk menang. Walhasil, tidak akan pernah terpilih pemimpin yang amanah dan peduli pada umat.

Hanya dengan sistem politik Islamlah pemilu yang bersih akan terwujud sehingga akan terpilih pemimpin sesuai dengan keinginan umat, serta pemimpin yang amanah melayani umat. Sedangkan sistem politik Islam akan berjalan secara sempurna, hanya dalam pemerintahan khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah.

Wahai kaum muslimin, Daulah Khilafah Islamiyah telah runtuh pada 28 Rajab 1342 H atau 3 Maret 1924 M. Sejak saat itulah, kaum muslimin tidak memiliki lagi sistem pemerintahan yang menaunginya. Oleh karenanya, marilah berjuang mewujudkan kembali khilafah agar terlahir para pemimpin dambaan umat yang akan membawa peradaban manusia menuju kegemilangannya. 

Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :