Tinta Media - Advokat Ahmad Khozinudin, S.H. menuturkan, kasus pembunuhan Joshua Hutabarat bukan disebabkan tembak-menembak, namun diduga merupakan pembantaian berencana.
"Ini bukan tembak menembak. Ini diduga adalah salah satu pembantaian, pembunuhan berencana yang diawali dengan penyiksaan," jelasnya dalam rubrik catatan peradaban yang bertema 'REKAYASA DAN MAFIA KASUS BRIGADIR J VS KM50? MENANTI KEADILAN' di kanal YouTube Peradaban Islam ID, Kamis (18/8/2022).
Ia melanjutkan, kesimpulan itu juga disimpulkan sama oleh keluarga Brigadir Joshua Hutabarat yang kemudian menunjuk kuasa hukum Kamaruddin Simanjuntak dan langsung melapor kepada pihak kepolisian dengan beberapa pasal terkait.
Pasal tersebut, lanjutnya, merupakan pasal pencurian, penganiayaan, penganiayaan berat yang menyebabkan kematian, pembunuhan, pembunuhan berencana, dan memberikan bantuan dan saran untuk melakukan kejahatan.
"Nah, kasus ini awalnya ingin dipertahankan bahwa peristiwa ini tembak-menembak, bahwa peristiwa ini karena adanya pelecehan yang dilakukan oleh Brigadir J. Hutabarat kepada istri Irjen Ferdy Sambo, Nona Putri Chandrawati. Namun peristiwa ini berubah seiring adanya pengakuan Bharada E atau Richard Eliezer kepada kuasa hukum yang baru, bahwa beliau mengaku tidak ada peristiwa tembak-menembak," bebernya.
Sejak saat itu, menurutnya, peristiwa ini berubah dari adanya tembak-menembak menjadi tidak adanya tembak-menembak. Setelahnya beredar pengumuman beberapa tersangka baru. "Ini yang kemudian mengaitkan publik dengan peristiwa KM 50. Kenapa? Peristiwa di Ferdy Sambo berubah dari tembak-menembak menjadi tidak ada tembak menembak," jelasnya.
Menurutnya, dalam peristiwa KM 50 juga tidak ada tembak menembak. Karena melalui pengakuan Munarman dan keterangan dari Front Pembela Islam (FP1), tidak ada pengawalan yang dibekali dengan senjata. Apalagi senjata luar biasa, seperti pedan dan lainnya. "Saat Irjen Polri mengumumkan peristiwa itu kan luar biasa, ada pedang, ada senjata api, ada macam-macam itu. Dan itu, dugaan kuatnya adalah bukti palsu yang diada-adakan oleh Polda Metrojaya," ungkapnya.
Walaupun akhirnya, terangnya, kasus itu dipaksakan Polri sampai pengadilan dan divonis lepas. " Karena dianggap melakukan tindakan pembunuhan enam laskar itu bagian dari perintah jabatan dan dimaafkan karena dianggap melakukan pembelaan terpaksa," pungkasnya.[] Wafi