NGANTRI MATI - Tinta Media

Jumat, 19 Agustus 2022

NGANTRI MATI

Tinta Media - Pada hari Sabtu yang lalu (13/8), penulis melakukan temu kangen dengan sejumlah sahabat lama di Tanah Abang, Jakarta. Sahabat seperjuangan dalam mengemban dakwah Syariah & Khilafah.

Sudah banyak yang pindah, ada pula yang berpaling dari dakwah, termasuk yang telah dipanggil Allah SWT. Yang tersisa dan yang masih tetap berdakwah di Tanah Abang dan sekitarnya, adalah Ustadz Yusrinal, Ustadz Dedy dan Ustadz Ajo. Ketiganya, pengemban dakwah yang berdarah minang. Selebihnya, yang hadir adalah para pengemban dakwah yang baru kemudian penulis kenal.

Tidak sekedar ngobrol santai, kami manfaatkan pertemuan itu untuk berdiskusi tentang dakwah. Penulis diberi kesempatan untuk menyampaikan tausiyah.

Diawal, penulis mengajak seluruh sahabat yang hadir ketika itu untuk bersyukur atas tiga nikmat yang Allah SWT telah karuniakan. Yakni : 1. Nikmat Iman, 2. Islam, dan 3. Nikmat berhimpun dan berjama'ah dalam barisan dakwah.

Seluruh nikmat tersebut harus disyukuri dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT. Khusus nikmat menjadi pengemban dakwah dan berhimpun dalam jama'ah, harus disyukuri dengan tetap istiqomah di jalan dakwah, mengerahkan segala daya upaya pada tingkat yang paling maksimal, untuk merealisasikan tujuan dakwah yakni untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Khilafah.

Pesan atau nasehat lain yang penulis sampaikan adalah bahwa hidup kita hakekatnya menunggu antrian untuk mati. *Yang lebih membuat kita gelisah dan tidak tenang, kita dalam antrian kematian yang tidak diketahui nomor urutnya.*

Bisa saja yang muda mendahului yang tua, karena kematian tak harus menjemput yang tua terlebih dahulu. Karena itu, aneh dan ajaib jika ada perasaan pengemban dakwah merasa tenang dengan hidupnya, tidak gelisah dan mengambil amal sekedarnya. Merasa, kematian masih jauh sehingga tak perlu tergesa-gesa untuk menyiapkan bekal.

Beramal tanpa menghadirkan kesungguhan, keseriusan, hingga batas yang paling maksimal. Atau dalam bahasa dakwah tidak merealisasikan 'Badilan Zuhdi', yakni sebuah ikhtiat penuh, serius dan sungguh-sungguh, mengerahkan segala potensi baik harta, waktu, pikiran hingga nyawa, untuk merealisasikan tujuan dakwah.

Ada yang menghindari benturan, mencari aman, dengan narasi 'Savety Belt', menghindari dampak yang belum tentu terjadi, tidak mengambil jalan maksimal karena khawatir resiko dakwah. Padahal, resiko kematian selalu ada didepan mata, dan antrian kematian tidak ada nomornya.

Semestinya, kesadaran akan kematian, hakekat hidup adalah menunggu antrian kematian tanpa mengetahui nomor dan gilirannya, menjadikan pengemban dakwah semakin semangat dalam dakwah, tidak peduli dengan resiko, dimatanya yang tergambar hanyalah pahala dan ridlo-Nya, sesuatu yang ia buru untuk bekal kematian yang tidak tahu kapan antrian kematian akan menjemput.

*Dalam kondisi ini, semestinya pengemban dakwah yang tua harus lebih bersemangat, jangan merasa telah cukup bekal bahkan harus memiliki kesadaran bahwa umumnya yang tua lebih dahulu menemui ajal.* Jangan karena alasan sudah tua, seolah sudah waktunya mengambil pensiun dalam dakwah dan menyerahkan urusan dakwah kepada yang muda-muda.

Yang muda juga demikian, *tidak boleh merasa memiliki kesempatan hidup lebih lama, lalu dengan itu merasa memiliki alasan untuk berleha-leha, dan akhirnya dilalailan oleh dunia.*

Kesadaran akan antrian kematian dan tak diketahui nomor urutannya, semestinya membuat kita, para pengemban dakwah, baik yang muda atau terlebih yang tua, tidak berleha-leha dalam dakwah. Kita, wajib mencurahkan segala daya dan upaya yang maksimal dalam dakwah.

Andaikan, kematian itu menjemput saat ujian dakwah menimpa kita, semisal mati dalam penjara karena dakwah, itu lebih mulia ketimbang mati diatas kasur yang empuk dalam kondisi berleha-leha dalam dakwah. Keselamatan pengemban dakwah bukanlah saat dia aman dari penjara.

Keselamatan dakwah harus dijaga dari sikap menyepelekan dakwah, beramal sekenanya, takut menghadapi resiko dakwah, dan akhirnya mati dalam keadaan tidak serius dalam berdakwah.

Semoga kita semua, diberikan taufik oleh Allah SWT untuk terus semangat dalam dakwah, pantang menyerah, tidak kenal takut, dan akhirnya Allah SWT memanggil kita dalam keadaan Husnul Khotimah.

Wahai pengemban dakwah, jika hanya Allah SWT yang engkau takutkan, maka keberanianmu dalam dakwah tak ada yang akan mampu membendungnya. Tapi jika masih terbesit dunia dalam sanubarimu, maka pastilah engkau akan menempuh jalan paling mudah dan aman dalam dakwah, untuk tujuan menyelamatkan duniamu. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :