Tinta Media - Seorang siswi SMAN 1 Banguntapan merasa tertekan dan depresi karena diperintahkan berhijab. Anehnya, orang tuanya bukannya berusaha meluruskan pemahaman yang salah tersebut, malah menyalahkan guru dan pihak sekolah.
Dan yang lebih aneh, ada yang ikut nyinyir dan tidak setuju dengan peraturan untuk mewajibkan berhijab di sekolah bagi siswi muslim.
Padahal, bagi seorang muslimah, hijab adalah kewajiban, seperti halnya salat. Jika kewajiban ini ditinggalkan, maka akan berdosa. Guru atau orang tua berkewajiban mengingatkan dan mengajak anak didiknya untuk berhijab.
Guru atau orang tua yang baik tidak akan membiarkan seorang anak memilih untuk sesuatu yang salah. Pada diri anak, harus ditanamkan keyakinan agar mereka tidak tertekan atau depresi saat diajak pada kebaikan.
Karena itu, tidak bisa dibenarkan jika guru atau orang tua mendukung keputusan anak yang salah karena mereka masih dalam proses mencari jati diri, butuh dibimbing dan diarahkan ke jalan yang benar.
Anehnya, saat ini gaya hidup bebas dan menyimpang seringkali malah mendapat dukungan. Berpakain terbuka dan sexy dianggap bentuk aktualisasi diri. Sementara, perbuatan yang menyimpang danggap bentuk kreativitas.
Krisis kepercayaan membuat para remaja terjebak dalam perilaku yang aneh dan nyleneh.
Jika ditelusuri, semua masalah tersebut merupakan buah dari sekularisme. Penerapan sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini membuat seseorang merasa enggan untuk diatur dengan ajaran agama yang lurus dan mulia. Dia memilih hidup bebas tanpa aturan dengan melakukan hal-hal aneh dan nyleneh yang jauh dari nilai-nilai agama.
Hal ini karena sistem sekuler sangat menjunjung tinggi kebebasan.
Jika seorang muslimah tertekan dan dipresi saat diperintahkan berhijab, berarti pemahamannya telah teracuni oleh sistem sekuler ini. Tak aneh jika ada orang tua yang ikut-ikutan keberatan saat anaknya diajak pada kebaikan. Itu karena pemahaman orang tua juga telah teracuni sekularisme.
Sebagai muslim sejati, harusnya kita merasa senang dan tidak keberatan saat diperintahkan untuk mengikuti syariat Islam.
Guru dan orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anaknya agar memiliki karakter dan kepribadian yang benar, sesuai dengan Islam.
Anak harus disadarkan dan diluruskan pemahamannya, bukan dibiarkan dan didukung saat memutuskan sesuatu yang salah. Harusnya, orang tua mendukung guru yang mengajak anaknya untuk berhijab, bukan malah mengikuti kemauan anak, sebagai bentuk kebebasan.
Berhijab adalah kewajiban untuk melindungi kehormatan muslimah. Semua itu diperintahkan untuk kebaikannya. Karena itu, seharusnya tidak ada yang merasa keberatan.
Bahkan, negara harusnya mendukung dan mengapresiasi peraturan sekolah yang mewajibkan berhijab bagi muslimah. Dalam pendidikan, kebaikan awalnya memang harus dipaksakan agar peserta didik terbiasa dan menjadikannya sebagai gaya hidup serta identitas sebagai muslim sejati.
Sama halnya ketika dijumpai peserta didik yang malas belajar, maka tidak boleh dibiarkan, tetapi disadarkan agar mereka menjadi rajin. Ini bukan termasuk pemaksaan atau pelanggaran hukum. Begitu juga saat dijumpai siswa yang beragama Islam, tetapi tidak salat. Memaksa mereka salat harusnya tidak dianggap melanggar hukum.
Saat anak memilih perilaku menyimpang dan melangkahkan kakinya pada kesesatan, guru maupun orang tua tidak boleh diam. Mereka yang salah harus kita cegah dan ingatkan, sebagai bukti cinta kita, bukan malah dibiarkan terjerumus pada kemaksiatan, melanggar aturan agama.
Hidup harusnya mengikuti aturan yang benar agar mulia di dunia dan selamat di akhirat, bukan mengikuti kebebasan tanpa aturan yang akan membawa pada kehinaan.
Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media