Tinta Media - Sobat. Ketika kita bicara aulawiyat saya sering narasikan agar mudah memahami dan mengingatnya. Sibukkan diri kita melakukan yang sunnah dan yang wajib, kalau toh melakukan amalan yang mubah carilah mana yang lebih bermanfaat dan menunjang visi akherat Anda, tinggalkan yang makruh campakkan yang haram.
Sobat. Taat berarti melaksanakan kewajiban dari Allah, meninggalkan apa yang diharamkan oleh-Nya, dan berhenti pada batas-batas yang telah ditentukan oleh-Nya. Akar ketaatan adalah mengenal Allah, berharap kepada Allah, dan merasa diawasi oleh Allah.
Diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah salah satu dari kalian menjadi seperti anjing yang buruk perangainya; jika merasa takut, maka dia bekerja. Dan jangan pula menjadi seperti buruh yang buruk, jika tidak diberi upah, maka dia enggan bekerja.”
Allah SWT Berfirman:
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعۡبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرۡفٖۖ فَإِنۡ أَصَابَهُۥ خَيۡرٌ ٱطۡمَأَنَّ بِهِۦۖ وَإِنۡ أَصَابَتۡهُ فِتۡنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجۡهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةَۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡخُسۡرَانُ ٱلۡمُبِينُ
(١١)
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Hajj ( 22 ) : 11)
Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa ada pula sebagian manusia yang menyatakan beriman dan menyembah Allah dalam keadaan bimbang dan ragu-ragu; mereka berada dalam kekhawatiran dan kecemasan; apakah agama Islam yang telah mereka anut itu benar-benar dapat memberikan kebahagiaan kepada mereka di dunia dan di akhirat. Mereka seperti keadaan orang yang ikut pergi perang, sedang hati mereka ragu-ragu untuk ikut itu. Jika nampak bagi mereka tanda-tanda pasukan mereka akan memperoleh kemenangan dan akan memeroleh harta rampasan yang banyak, maka mereka melakukan tugas dengan bersungguh-sungguh, seperti orang-orang yang benar-benar beriman. Sebaliknya jika nampak bagi mereka tanda-tanda bahwa pasukannya akan menderita kekalahan dan musuh akan menang, mereka cepat-cepat menghindarkan diri, bahkan kalau ada kesempatan mereka berusaha untuk menggabungkan diri dengan pihak musuh.
Sobat. Keadaan mereka itu dilukiskan Allah dalam ayat ini. Jika mereka memperoleh kebahagiaan hidup, rezeki yang banyak, kekuasaan atau kedudukan, mereka gembira memeluk agama Islam, mereka beribadat sekhusyu-khusyunya, mengerjakan perbuatan baik dan sebagainya. Tetapi jika mereka memperoleh kesengsaraan, kesusahan hidup, cobaan atau musibah, mereka menyatakan bahwa semuanya itu mereka alami karena mereka menganut agama Islam. Mereka masuk Islam bukanlah karena keyakinan bahwa agama Islam itulah satu-satunya agama yang benar, agama yang diridai Allah, tetapi mereka masuk Islam dengan maksud mencari kebahagiaan duniawi, mencari harta yang banyak, mencari pangkat dan kedudukan atau untuk memperoleh kekuasaan yang besar. Karena itulah mereka kembali menjadi kafir, jika tujuan yang mereka inginkan itu tidak tercapai.
Pada ayat-ayat yang lain Allah menerangkan perilaku mereka (yaitu) orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu. Apabila kamu mendapat kemenangan dari Allah mereka berkata, "Bukankah kami (turut berperang) bersama kamu?" Dan jika orang kafir mendapat bagian, mereka berkata, "Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang mukmin?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu pada hari Kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman. (an-Nisa`/4: 141)
Tujuan mereka melakukan tindakan-tindakan yang demikian itu dijelaskan Allah dengan ayat berikut:
Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya' (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. (an-Nisa`/4: 142)
Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang yang demikian adalah orang-orang yang telah menyia-nyiakan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi dirinya sendiri baik di dunia, apalagi di akhirat. Akibatnya di dunia mereka mendapat bencana, kesengsaraan dan penderitaan lahir dan batin, dan di akhirat nanti mereka akan memperoleh siksa yang amat berat dengan dimasukkan ke dalam api neraka. Karena ketidaksabaran dan tidak tabah itu mereka akan memperoleh kerugian yang besar dan menimbulkan penyesalan selama-lamanya.
Berikut adalah beberapa contoh mendahulukan yang patut didahulukan dan mengakhirkan yang patut diakhirkan :
1. Seseorang mendahulukan bakti kepada ibu daripada kepada ayah. Kemudian mendahulukan keluarga daripada kerabat dekat, baru kemudian kerabat dekat. Bila sama-sama kerabat , dahulukan mereka yang paling membutuhkan.
2. Seseorang mendahulukan nafkah wajib daripada haji dan umrah. Sebab, haji dan umrah adalah kewajiban yang bisa ditunda.
3. Jika seseorang berjanji kepada orang lain untuk berbuat baik yang bertepatan dengan tibanya sholat jumat atau saat waktu sholat wajib telah sempit maka ia mesti mendahulukan sholat jumat dan sholat wajib ketimbang semua janji itu. Sebab, memenuhi janji bisa dilaksanakan jika terkait sesuatu yang tidak meninggalkan kewajiban syariat.
4. Seseorang jangan mendahulukan bakti kepada orang tua atas sholat jumat atau pelaksanaan sholat fardhu yang waktunya telah sempit.
5. Mendahulukan membayar hutang yang jatuh tempo yang telah ditagih oleh orang yang mengutangi ketimbang haji. Jika ditagih hutang, dahulukan menafkahi keluarga daripada membayar hutang yang jatuh tempo. Bayar sisanya untuknya utang . Berikutnya tinggal tawakal kepada Allah untuk diri dan keluarga.
6. Jika orang tua memerintah untuk melanggar aturan Allah maka tidak diperkenankan mematuhi orang tua. Sebab, tak ada ketaatan kepada makhluk jika mesti bermaksiat kepada Sang Khalik.
7. Jika ia memiliki kewajiban atas ibadah yang waktunya cukup luas, seperti umrah dan haji, sholat dan pada saat yang sama orang tua menyuruhnya dengan perintah yang tidak mengabaikan sholat atau haji maka hendaknya ia mengutamakan kepatuhan kepada orang tua. Sebab hal demikian memungkinkan untuk melaksanakan semuanya ; patuh kepada orang tua dan melaksanakan kewajiban kepada Allah. Demikian juga , seseorang mendahulukan setiap perintah yang mendesak atas perintah yang masih longgar karena memungkinkan untuk melaksanakan semuanya.
Sobat. “Sesuatu yang haram dan syubhat tidak boleh dijadikan sebagai perantara untuk melaksanakan kewajiban , seperti membayar utang, menafkahi keluarga, membayar zakat, membayar kafarat dan semua jenis ibadah.”
Demikian penjelasan Syeikh Izzuddin bin Abdussalam.
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Goreskan Tinta Emas. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur