KH M. Shiddiq Terangkan Hukum Bisnis Busana - Tinta Media

Minggu, 28 Agustus 2022

KH M. Shiddiq Terangkan Hukum Bisnis Busana

Tinta Media - Pakar Fiqih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. menerangkan hukum syara’ terkait bisnis busana.

“Tema ini bertujuan untuk menerangkan hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan bisnis busana,” terangnya pada Kajian Fiqih: Hukum Bisnis Busana (Fashion) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Jumat (26/8/2022).

Kiai Shiddiq membahas tentang hukum produksi busana, kemudian hukum jual beli busana, hukum profesi desainer busana, hukum profesi model busana dan yang kelima hukum manekin atau patung yang digunakan untuk memperagakan suatu busana.

Pertama, hukum memproduksi busana, yaitu pembuatan suatu busana dari bahan tekstil hingga menjadi busana siap pakai, tergantung dari hukum busana yang dihasilkan.
“Apakah boleh dipakai oleh seorang muslim atau tidak boleh dipakai? Jadi hukum memproduksinya itu mengikuti hukum pakaian yang akan dihasilkan,” jelasnya.

Hal ini sesuai kaidah fiqih yang berbunyi 

الصِّناعَةُ تَأْخُذُ حُكْمَ مَا تُنْتِجُهُ

Ash shinaa’atu ta’khudzu hukma maa tuntijuhu

“Hukum industri/manufaktur (pembuatan suatu barang jadi dari bahan dasarnya), mengikuti hukum produk yang dihasilkan.”
(Abdurrahman Al-Maliki, As-Siyasah Al-Iqtishadiyyah Al-Mutsla, hlm. 30).

Ustaz Shiddiq menyampaikan contoh dari kaidah tersebut. Pertama, memproduksi busana wanita yang ketat atau transparan hukumnya haram memproduksinya. Itu hukumnya haram yaitu busana wanita yang ketika dipakai ketat yang mengikuti seorang perempuan atau busananya itu bersifat transparan, yaitu ketika orang melihatnya atau ketika seseorang melihat perempuan yang mengenakan baju itu bisa melihat tembus ke kulitnya.

“Ini karena produk yang dihasilkan haram dipakai oleh wanita muslimah dalam kehidupan umum,” terangnya.

Kedua, memproduksi busana wanita yang syar’i baik khimar (kerudung) maupun jilbab (yang makna hakikinya adalah gamis yang panjang sampai ke bawah), hukumnya adalah boleh menurut Syariah Islam. “Ini karena produknya boleh dipakai wanita muslimah dalam kehidupan umum,” jelasnya.

“Dengan demikian, haram hukumnya memproduksi setiap-tiap macam busana yang haram dipakai baik oleh laki-laki muslim maupun wanita muslimah,” lanjutnya.

Ustaz Shiddiq memberi contoh busana yang haram diproduksi, antara lain:

Pertama, celana pendek untuk laki-laki yang menampakkan aurat laki-laki (misalnya paha) haram diproduksi. Karena aurat laki-laki adalah apa-apa di antara pusar dan lutut, sesuai sabda Rasulullah SAW:

عَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ

“Aurat laki-laki adalah apa-apa di antara pusarnya dan lututnya” (HR Daraquthni dan Baihaqi). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 295)

“Jadi ketika dipakai celana pendek itu dengan menampakkan paha, ini haram dipakai produknya. Maka memproduksinya mulai dari bahan sampai pada proses terwujudnya celana pendek sebagai produknya, ini proses produksinya haram karena hasil produk itu haram dipakai oleh laki-laki karena menampakkan aurat,” paparnya.

Kedua, busana laki-laki (baju batik, dsb) dengan bahan sutera yang murni, haram hukumnya diproduksi. Dalilnya karena ada larangan dalam sabda Rasulullah SAW:

مَنْ لَبِسَ الْحَرِيْرَ فِي الدُّنْيَا فَلَنْ يَلْبَسَهُ فِي اْلآخِرَةِ

“Barangsiapa yang memakai kain sutera di dunia, maka dia tidak akan pernah memakainya di akhirat.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Kiai Shiddiq menjelaskan, kalimat ‘dia tidak akan pernah memakainya di akhirat’ adalah makna kinayah (sindiran) bahwa orang yang memakai kain sutra itu tidak akan masuk surga. (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 306). “Mungkin akan masuk surga, tapi tidak di awal-awal,” jelasnya. 

Kiai Shiddiq menyebut Abu Sa’id Al Khudri RA yang menafsirkan hadis itu dengan berkata:

وَإِنْ دَخَلَ الْجَنَّةَ لَبِسَهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ وَلَمْ يَلْبَسْهُ

“Meskipun dia [orang yang pernah memakai sutera di dunia itu] masuk surga, maka penghuni surga lainnya memakai sutera, sedangkan dia tetap tidak diperbolehkan memakai kain sutera.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 306)

“Ini semacam hukuman di akhirat walaupun dia masuk surga, maka tidak akan pernah memakai sutera di akhirat karena sudah memakai di dunia. Maka kalau kita ingin memakai sutera di surga ya, sekarang yang laki-laki harus menahan diri tidak memakai busana dari kain sutera,” ujarnya.

Ustaz Shiddiq menyampaikan catatan bahwa adapun busana perempuan dari bahan sutera, boleh hukumnya diproduksi, tidak haram, selama memenuhi syarat-syarat sebagai busana untuk wanita muslimah, misalnya tidak transparan dan tidak membentuk tubuh.
Sabda Rasulullah SAW :

أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيْرُ لِلْإنَاثِ مِنْ أُمَّتِيْ وَحُرِّمَ عَلىَ ذُكُوْرِهَا

“Telah dihalalkan emas dan sutera untuk wanita dari umatku, tetapi keduanya diharamkan untuk umatku yang laki-laki.” (HR Ahmad, Nasa`i, dan Tirmidzi; hadits shahih).
(Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 306)

Ketiga, pakaian yang menjadi ciri khas kaum kafir, haram hukumnya diproduksi, dan haram juga dipakai seorang muslim. Dicontohkannya, pakaian pendeta atau pastor, pakaian sinterklas, pakaian biarawati, pakaian bhiksu, dan sebagainya. Dalil keharamannya, karena termasuk tasyabbuh bil kuffar (menyerupai kaum kafir) sesuai sabda Nabi SAW:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk ke dalam golongan mereka.” (HR Abu Dawud)

“Haram hukumnya muslim memproduksi dan mengenakan pakaian yang menjadi ciri khas kaum kafir,” tegasnya.

Keempat, busana wanita muslimah yang transparan (tembus pandang) atau yang ketat (membentuk tubuh), haram hukumnya diproduksi. Dalil keharamannya, sabda Rasulullah SAW:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النّارِ لَمْ أَرَهُمَا : قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ البَقَرِ يَضْرِبونَ بِهَا النّاسَ ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ ، رُؤُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ اَلْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الجَنَّةَ ، وَلَا يَجِدْنَ رِيْحَهَا ، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Artinya: “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihat keduanya; (Pertama), suatu kaum yang mempunyai cambuk-cambuk seperti ekor-ekor kerbau, yang digunakan untuk menyiksa manusia. (Kedua), wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang cara berjalannya berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya) dan rambutnya (disanggul) seperti punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga mereka tidak mencium baunya surga, padahal baunya surga dapat tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR Muslim).

Syaikh Nashiruddin Al Albani menafsirkan hadis itu:

فَهِيَ كَاسِيَةٌ وَهَى فِي الحَقيقَةِ عَارِيَةٌ مِثْلُ مِنْ تَكْتَسِي الثَّوْبَ الرَّقيقَ اَلَّذِي يَصِفُ بَشَرَتَهَا أَوْ اَلثَّوْبَ الضَّيِّقَ اَلَّذِي يُبْدي تَقَاطِيْعَ خَلْقِهَا

“Jadi wanita-wanita itu berpakaian tetapi sebenarnya telanjang, seperti wanita yang memakai baju yang tipis (transparan) yang dapat memperlihatkan warna kulitnya, atau wanita yang memakai baju yang ketat yang menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya.”
(Nashiruddin Al Albani, Jilbab Al Mar`ah Al Muslimah, hlm. 80)

Kelima, haram hukumnya memproduksi baju syuhrah/kemasyhuran (tsiyab asy syuhrah), yaitu baju yang menarik perhatian karena tidak umum di masyarakat, baik karena mahalnya (mewahnya) atau karena buruknya (seperti baju model gembel or gelandangan).
Sabda Rasulullah SAW:

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Barangsiapa yang memakai baju syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikan kepadanya baju kehinaan di Hari Kiamat.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Hukum Jual Beli Busana 

Hukum asalnya jual beli busana itu boleh (mubah). Tetapi jika syariah mengharamkan jenis busana tertentu, maka menjual belikan busana itu haram juga hukumnya. “Jadi, hukum menjual belikan busana itu mengikuti hukum halal haramnya memakai busana itu,” tuturnya.

Menurutnya, ini sesuai kaidah fiqih:

كُلُّ مَا حُرِّمَ عَلىَ الْعِبَادِ فَبَيْعُهُ حَرَامٌ
Kullu maa hurrima ‘ala al ‘ibaadi fa-bai’uhu haraamun

“Segala sesuatu yang telah dharamkan bagi para hamba-Nya, maka menjual belikannya haram.” (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz II, hlm. 287).

Hukum Profesi Desainer Busana 

Profesi desainer busana muslimah hukumnya boleh menurut syariah, dengan 2 (dua) syarat:

Pertama, desainer hanya boleh menggambar busana yang secara syariah boleh dipakai oleh wanita muslimah. “Jika desainer menggambar busana yang haram dipakai oleh wanita muslimah, misalnya busana yang menampakkan aurat, atau busana yang ketat (membentuk tubuh), atau busana yang menyerupai kaum kafir, atau busana yang transparan, dsb, hukumnya haram dan desainer itu telah berdosa,” jelasnya.  

Dalil untuk syarat pertama di atas, adalah kaidah fiqih yang berbunyi:

الوَسائِلُ تَتَّبِعُ المَقاصِدَ فِي أَحْكَاحِهَا

Al wasa`il tattabi’ al maqashid fi ahkamihaa. (Segala jalan/perantaraan itu hukumnya mengikuti hukum tujuan). (Muhammad Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, XII/199). 

Kaidah ini menerangkan bahwa hukum untuk wasilah (jalan/perantaraan), baik berupa sarana fisik atau suatu aktivitas, sama dengan hukum untuk tujuan.
 
“Berdasarkan kaidah ini, menggambar desain yang haram, hukumnya haram, karena tujuannya adalah dipakainya busana yang haram,” tegasnya.

Kedua, desainer hanya boleh menggambar busananya, tidak boleh menggambar sosok orangnya, karena menggambar makhluk bernyawa haram.

Dalilnya riwayat Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda:
 
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النّارِ يُجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا تَعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ ، قَالَ بْنُ عَبَّاسٍ: فَإِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاجْعَلْ الشَّجَرَ وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ. رواه البخاري

“Setiap yang menggambar masuk neraka, akan dijadikan baginya nyawa untuk setiap gambar yang dibuatnya yang akan mengazabnya di neraka Jahannam.” Ibn Abbas berkata,”Jika kamu harus menggambar buatlah pohon atau apa saja yg tak bernyawa.” (HR Bukhari)

Hukum Profesi Model Busana

Menurut kiai Shiddiq, haram hukumnya wanita muslimah yang menjadi model busana atau menjadi foto model atau peragawati busana muslimah. Dalil keharamannya adalah hadis Rifa’ah bin Rafi’ RA yang melarang kerja yang sifatnya memanfaatkan tubuh dan kecantikan wanita:

عَنْ رِفاعَةَ بْنِ رَافِعٍ قَالَ : نَهَانَا رَسولُ اللَّهِ عَنْ كَسْبِ الأَمَةِ إِلَّا مَا عَمِلَتْ بِيَدِهَا قَالَ هَكَذَا بِأُصْبُعِهِ نَحْوَ الغَزْلِ والْخُبْزِ والنَّفْشِ

Dari Rifaah bin Rafi’ RA, dia berkata: “Rasulullah SAW telah melarang pekerjaan seorang budak wanita kecuali yang pekerjaan yang dikerjakan oleh tangannya, misalnya menenun, membuat roti, mencari rumput,” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

“Jadi, yang dibolehkan dari wanita adalah setiap pekerjaan yang tidak memanfaatkan daya tarik tubuh atau kecantikan wanita, seperti kerja yang sifatnya fisik (seperti tukang tenun dsb), dan kerja yang sifatnya intelektual (seperti mengajar) dam sebagainya,” terangnya.

Hukum Manekin 

Ustaz Shiddiq menilai haram hukumnya memperagakan busana dengan memanfaatkan manekin, baik utuh maupun tidak utuh, karena manekin termasuk dalam ketegori patung yang tidak dibolehkan syariah.

Dalil keharaman manekin adalah hadis yang melarang memasang patung. Nabi SAW bersabda:

لَا تَدْخُلُ المَلائِكَةُ بَيْتًا فِيه كَلْبٌ أَوْ تِمْثالٌ

“Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang ada anjingnya atau patungnya,” (HR Muslim).

“Baik, itu yang bisa saya jelaskan,” pungkasnya.[] Raras
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :