Tinta Media - Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan hukum hijrah menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani.
“Ada empat macam hukum hijrah yang dijelaskan oleh Imam Taqiyuddin An Nabani,” tuturnya Pada Kajian Hijrah, Wajibkah? di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Jumat (12/8/2022).
Pertama, wajib hukumnya bagi seorang muslim untuk berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam, jika pada dirinya terdapat dua syarat: (1) mampu secara fisik dan harta; (2) dalam kondisi tidak mampu menjalankan hukum-hukum syariah untuk dirinya sendiri, seperti sholat, puasa, menutup aurat, dan sebagainya. “Pertama ada kemampuan secara fisik dan harta. Kemudian syarat yang kedua itu tidak mampu menjalankan hukum-hukum untuk diri sendiri. Nah ini wajib berhijrah dari Darul kufur di mana dia hidup menuju Darul Islam,” jelasnya.
Kiai Shiddiq memaparkan dalil terkait wajibnya hijrah dalam firman Allah SWT:
اِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ظَالِمِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَالُوْا فِيْمَ كُنْتُمْ ۗ قَالُوْا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِى الْاَرْضِۗ قَالُوْٓا اَلَمْ تَكُنْ اَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوْا فِيْهَا ۗ فَاُولٰۤىِٕكَ مَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ ۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرًاۙ
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS An-Nisâ [4] : 97).
Hukum hijrah yang kedua adalah mandub (sunnah) bagi seorang muslim untuk berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam, jika pada dirinya terdapat 2 (dua) syarat; (1) mampu secara fisik dan harta; (2) dalam kondisimampu menjalankan hukum-hukum syariah untuk dirinya sendiri, seperti sholat, puasa, menutup aurat, dan semisalnya.
“Nah yang seperti ini tidak diwajibkan berhijrah tapi hanya disunnahkan,” paparnya.
Ustaz Shiddiq menjelaskan dalilnya hadits Nabi SAW yang membolehkan tidak berhijrah bagi sebagian shahabat yang mampu mengamalkan hukum-hukum Islam untuk dirinya.
Diriwayatkan Na’îm An-Nahâm RA ketika dia hendak berhijrah, kaumnya yaitu Banî ‘Adî mendatangi dia. Mereka berkata, ”Tinggallah bersama kami, dan silahkan Anda mengamalkan agama Anda, kami akan melindungi Anda dari siapa saja yang mengganggu Anda. Namun cukupilah kebutuhan kami sebagaimana Anda telah mencukupi kebutuhan kami selama ini. Na’îm An-Nahâm sebelumnya selalu menyantuni anak- anak yatim dan janda-janda kaumnya.” Maka Na’îm An-Nahâm pun terlambat dari hijrah beberapa waktu meski kemudian diapun berhijrah ke Madinah. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya,”[Sikap] kaummu lebih baik kepadamu daripada kaumku kepadaku. Kaumku mengusir aku dan hendak membunuhku, sedang kaummu menjagamu dan melindungimu.” Maka Na’îm An-Nahâm menjawab,”Wahai Rasulullah, kaummu mengusirmu menuju ketaatan kepada Allah dan berjihad melawan musuh-Nya, sedang kaumku menahanku dari hijrah dan dari ketaatan kepada Allah.” (Ibnu Abdil Barr, Al-Isti’âb fî Ma’rifat Al-Shahâbah, Bab Biografi Na’îm An-Nahâm, no. 2657;Thabaqât Ibnu Sa’ad, 4/72).
Hukum hijrah ketiga adalah dimaafkan (tidak ada perintah atau anjuran berhijrah), khusus bagi yang tidak mampu berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam.
“Untuk orang yang tidak mampu berhijrah maka dimaafkan, artinya tidak ada perintah yang sifatnya wajib juga tidak ada anjuran,” jelasnya.
Kiai Shiddiq memberikan contoh bagi orang yang tidak mampu berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam, misalnya mereka yang kondisinya sakit atau cacat, tidak bisa berjalan kemana-mana, harus pakai kursi roda atau misalnya mohon maaf misalnya juga tidak mempunyai harta, nggak ada uang tabungan juga nggak punya, atau misalnya kondisinya anak-anak yang belum bisa pergi kemana-mana dan yang semisalnya.
“Maka yang seperti ini dimaafkan oleh Allah tidak diwajibkan juga tidak disunahkan, ya berarti dia dimaafkan oleh Allah SWT,” jelasnya lebih lanjut.
Ia juga menyampaikan dalil terkait hijrah yang dimaafkan yaitu:
اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِيۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالۡوِلۡدَانِ لَا يَسۡتَطِيۡعُوۡنَ حِيۡلَةً وَّلَا يَهۡتَدُوۡنَ سَبِيۡلًا
فَاُولٰۤىِٕكَ عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّعْفُوَ عَنْهُمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَفُوًّا غَفُوْرًا
“Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah), maka mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.” (QS An-Nisâ [4] : 98-99).
Sedangkan hukum keempat adalah haram hukumnya berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam, jika pada dirinya terdapat 3 (tiga) syarat; (1) mampu secara fisik dan harta; (2) dalam kondisi mampu menjalankan hukum-hukum syariah untuk dirinya; (3) mampu melakukan integrasi, yaitu menggabungkan negerinya sebagai Darul Kufur untuk bersatu dengan Darul Islam (Khilafah).
“Maka dengan kondisi yang demikian, seorang muslim diharamkan secara syariah untuk berhijrah karena justru dia berkewajiban menjalankan misi integrasi di negerinya itu, yaitu menggabungkan negerinya ke dalam negara Khilafah atau Darul Islam yang sudah berdiri,” terangnya.
“Ya jadi itu ringkasan yang bisa saya sampaikan dari Kitab yang ditulis oleh Imam Taqiyuddin An-Nabhani yaitu dalam kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islâmiyyah, Juz II, hlm. 270-271 dan satu ada kitab satu lagi yaitu Muqaddimah Ad Dustur juz kedua halaman 193 sampai 196,” pungkasnya. [] Raras