Tinta Media - Ketua LBH Pelita Umat, sekaligus mahasiswa Program Doktor, Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. mengatakan, persoalan apa pun dapat memiliki implikasi hukum.
“Seluruh kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya hukum, persoalan apa pun dapat memiliki implikasi hukum,” tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (18/8/2022).
Chandra mencontohkan, bisnis yang besar jika ada persoalan hukum akan berantakan hingga berakibat bangkrut, mengendalikan bisnis besar milik seseorang atau perusahaan cukup gunakan pendekatan hukum, mengendalikan organisasi atau membubarkan cukup dengan menggunakan pendekatan hukum, termasuk seseorang atau perusahaan yang terlilit hutang untuk bebas dari jeratan hutang tersebut juga menggunakan pendekatan hukum dan menjalankan Pemerintahan juga menggunakan pendekatan hukum (pro konstitusional dan pro justicia).
“Mafia hukum terbagi mafia peradilan, perselingkuhan hukum dengan kekuasaan, dan perselingkuhan hukum dengan oligarki,” terangnya.
Mafia hukum, lanjutnya, adalah perbuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif dan terstruktur yang dilakukan oleh aktor tertentu.
“Lantas bagaimana dengan mafia peradilan? Dalam sebuah kasus memiliki 2 (dua) dimensi yang berbeda, tergantung dimensi mana yang akan dimainkan. Misalnya seseorang yang dituduh melakukan tindak pidana suap, maka terdapat dua dimensi yaitu menyuap dan pemerasan,” bebernya.
Agar dimensi tersebut masuk dalam logika hukum, kata Chandra, maka tentu akan dibuat bukti-bukti yang dapat mendukung dimensi tersebut.
“Mafia hukum akan melakukan kebohongan dalam hal alur cerita atau kronologi fakta dan peristiwa, kebohongan rekonstruksi, bukti surat dan keterangan palsu, menyusun cerita untuk membuat TKP (tempat kejadian perkara) sedemikian rupa, termasuk perusakan TKP,” imbuh Chandra.
Sedangkan perselingkuhan hukum dengan kekuasaan, beber Chandra, yaitu hukum dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang.
“Hukum selalu mengiringi perjalanan kekuasaaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan " pintu masuk" untuk mengintervensi hukum. Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Uneversitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19 dengan adagium-nya yang terkenal ia menyatakan : "power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut),” jelas Chandra.
Menurut Chandra, kekuasaan menggunakan hukum agar kebijakan dan tindakan nya menjadi legal, dan tidak disebut melanggar hukum.
“Mengendalikan dan mengambil hak-hak sipil agar terlihat legal maka menggunakan instrumen hukum, seperti pada kasus pembubaran ormas atau termasuk RKUHP dinilai banyak elemen terdapat indikasi mengancam kebebasan sipil. Begitu juga jika akan mengambil uang Negara agar terlihat legal maka dapat menggunakan instrumen hukum,” ucapnya.
Sedangkan perselingkuhan hukum dengan oligarki, terang Chandra, problema terbesarnya adalah support korporasi pada keterpilihan pemegang kekuasaan dan support tersebut berkonsekuensi pada ketergantungan.
“Ini adalah benih korporatokrasi yang telah menggeser hukum yang melahirkan oligarkhi,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun