Tinta Media - Menjelang Peringatan Hari Anak Nasional, ada dua peristiwa yang viral di media sosial, yaitu perundungan anak usia 11 tahun yang menyebabkan kematian dan wabah CFW (Citayam Fashion Week).
Seorang anak laki-laki dipaksa oleh teman-temannya untuk menyetubuhi kucing dan direkam, kemudian disebarkan kepada teman-temannya yang lain. Anak tersebut depresi menghadapi semua ini dan sakit, kemudian akhirnya nyawanya tidak tertolong. Fakta ini menunjukkan bahwa bullying dan kekerasan terhadap anak-anak yang lemah dibiarkan berulang, tanpa ada sanksi yang membuat jera.
Adapun terkait CFW, Jalan Sudirman Jakarta belum lama ini dijadikan tempat nongkrong dan jadi tempat fashion show di kalangan remaja, terutama dari daerah Citayam dan sekitarnya. Anak-anak remaja yang labil, berperilaku bebas dengan mengatasnamakan “kreativitas”, sehingga menjadi bebas yang kebablasan. Mereka bebas bercampur baur antara laki-laki dan perempuan di tempat tongkrongan dan mengumbar aurat. Begitu bebasnya hingga anak laki-laki berpakaian perempuan ataupun sebaliknya.
Saat ini, sistem sekuler digunakan dalam menjalankan kehidupan, sehingga terpisah dari agama. Itu sebabnya, peristiwa bullying dan hidup bebas yang kebablasan menjadi tidak terkendali. Beberapa pihak menyalahkan satu sama lain. Padahal, semua bertanggung jawab atas apa yang terjadi saat ini.
Anak-anak adalah generasi penerus di masa depan. Kualitas anak sebagai generasi penerus ditentukan dalam pendidikan yang diterima oleh mereka. Pendidikan yang diberikan bukan saja oleh guru, tetapi juga orang tua dan lingkungan setempat.
Negara wajib campur tangan dalam mengelola pendidikan ini, begitu pun dalam mengendalikan media sosial agar hal-hal yang negatif bisa difilter oleh pemerintah.
Lalu, pendidikan seperti apa yang harus diterapkan supaya perilaku anak-anak bisa terkendali dan menghasilkan generasi yang berkualitas?
Tidak bisa dimungkiri bahwa saat ini agama dipisahkan dari kehidupan. Inilah yang menjadi biang kerusakan. Dengan demikian, maka sudah seharusnya kita campakkan sistem sekuler ini dan menjadikan agama sebagai pegangan yang akan menyelamatkan manusia dari kerusakan.
Kita mulai dengan menancapkan akidah pada anak agar mereka tidak kehilangan jati diri. Dengan ketakwaan yang diterapkan sedini mungkin, akan menghantarkan mereka pada perilaku yang terikat syariat. Sebelum melakukan sesuatu, mereka akan dapat berpikir dan bisa membedakan antara perbuatan baik dan buruk.
Peran pemerintah dalam menetapkan syariat Islam adalah untuk menjaga masyarakat, terutama generasi muda dari marabahaya. Dalam menerapkan syariat Islam, pemerintah dapat menerapkan kebijakan dan mengontrol media juga, sehingga masyarakat terjaga keimanannya.
Syariat Islam akan mampu menjaga fitrah anak-anak dan menjadikan generasi penerus berkualitas, yang produktif dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah.
Oleh: Fenti Farida
Sahabat Tinta Media