Tinta Media - Mengenai fakta sampah makanan yang begitu banyak di Indonesia, Narator MMC menilai kapitalisme menciptakan ironi sampah makanan diatas manusia-manusia kelaparan.
"Sungguh, kapitalisme ciptakan ironi sampah makanan di atas manusia-manusia kelaparan," tuturnya dalam acara Sumbangan Peradaban Islam: Teguran dan Kecaman Umar dalam Konsumsi: Habit Peduli Kepada Sesama, di kanal YouTube Muslimah Media Center, Sabtu (20/8/2022).
Sistem yang bercokol saat ini, lanjutnya, membuat manusia hanya memikirkan kesenangan pribadi, kepuasan kelompok manusia yang begitu individualis. Gambaran ini tidak terbantahkan ketika fakta sampah makanan yang begitu banyak.
"Kementerian perencanaan pembangunan (PPN) bekerja dengan Bappenas dan WRI Indonesia serta didukung oleh UKFCDO memaparkan hasil kajian dari food loss dan waste (FLW) di Indonesia pada Juni 2021 lalu. Dalam laporan tersebut 23-48 ton sampah makanan dihasilkan tiap tahun pada periode 2000-2019 saja. Ini artinya setiap orang Indonesia menghasilkan sebanyak 115-184 kilogram sampah makanan per tahun. Padahal masih banyak manusia-manusia yang kelaparan hingga meninggal. Anak-anak mengalami gizi buruk dan stunting," paparnya.
Ia menambahkan, dari laporan tersebut jika dikonversikan dari sisi ekonomi angka sampah makanan itu setara dengan kerugian sebesar Rp213-551 triliun per tahun. Berdasarkan kandungan energi yang terbuang seharusnya ada 61-125 juta orang penduduk Indonesia dapat diberi makan, seandainya tidak ada sisa makanan.
"Tidak ada sistem kehidupan yang lebih baik dari pada Islam ketika berbicara masalah konsumsi dan makanan. Islam sangat memperhatikan bagaimana seseorang bisa tercukupi makanannya tanpa berlebihan dan tanpa melakukan kemubaziran," nilainya.
Ia pun mengisahkan, sikap inilah yang dicontohkan Khalifah Umar ra. selaku kepala negara dan individu muslim. Beliau akan memastikan rakyat yang di bawah tanggung jawabnya terikat dengan hukum syariat. Dalam kitab fiqih ekonomi Umar Bin Al-Khatab dijelaskan bahwa jika Khalifah Umar melihat penyelewengan dalam konsumsi, maka beliau menegur orang yang melakukan itu dan mengingatkannya.
Diantara contohnya adalah riwayat yang mengatakan bahwa Khalifah Umar ra. masuk kepada Yazid bin Abu Sufyan dan beliau mendapatkan disisi Yazid beberapa jenis makanan. Maka beliau menahan tangannya dari makan dan berkata, "Wahai Yazid, apakah makanan setelah makanan? Demi dzat yang diri Umar di dalam genggamannya, sungguh jika kamu menyalahi kebiasaan mereka, niscaya mereka akan menyalahi kamu dalam cara mereka".
"Demikian juga ketika beliau mendapatkan hal yang serupa pada putranya Abdullah. Disisi Abdullah ada dua jenis makanan, maka beliau menahan dari makan dan berkata, ^Tidaklah dua makanan berkumpul disisi Rasulullah, melainkan beliau memakan salah satunya dan menshadaqahkan yang lain". Abdullah berkata, 'Ambillah wahai Amirul mukminin! Maka tidak akan berkumpul dua makanan disisiku, melainkan aku melakukan demikian itu!'. Maka Umar berkata, 'Sebenarnya kamu tadi tidak ingin melakukan demikian itu'," jelasnya menceritakan.
Ia menegaskan, lihatlah Khalifah Umar, beliau memberikan kecaman dan teguran kepada orang-orang yang tidak memperhatikan makanan mereka. Islam tidak mengajarkan orang untuk serakah dalam makanan. Islam mengajarkan agar orang makan secukupnya. Jika mereka memiliki kelebihan, alangkah baiknya untuk disedekahkan. Bahkan Rasulullah sendiri sampai bersabda, "Tidaklah mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya". Hadist ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari al-adab al-mufrad (112). Al-Hakim menilai, hadis itu sanadnya sahih.
"Hadits ini begitu melekat dan mendarah daging dalam masyarakat Islam selama sistem khilafah tegak. Salah satu buktinya adalah tradisi askida ekmek (roti gantung) di masa kekhilafahan Turki Utsmani yang sampai saat ini masih menjadi tradisi di Turki. Namun hadits ini terabaikan begitu saja tatkala umat manusia dipimpin oleh sistem kapitalisme," tandasnya.
"Ironi ini tidak akan terjadi ketika khilafah hadir di tengah-tengah umat manusia," pungkasnya.[] Willy Waliah