Tinta Media - Sobat. Tulisan kali ini akan mengulas wasiat Usman bin Ertughrul kepada putranya yang bernama Orhan saat ia berada di atas ranjang kematiannya dan sejarah mencatatnya untuk kita ambil menjadi pelajaran dan ilmu yang berharga. Di dalam Buku At-Tarikh As siyasi li Ad-Daulah Al-‘Ustmaniyyah beliau berwasiat, “Ketahuilah wahai putra kesayanganku, bahwa menyebarkan Islam , memberikan petunjuk manusia kepadanya, menjaga harga diri para manusia dan harta mereka adalah merupakan amanah yang diletakkan pada lehermu, di mana Allah SWT akan menanyakan kepadamu.”
Sobat. Kehidupan Utsman sang pendiri Daulah Utsmaniyah dipenuhi dengan perjalanan jihad dan dakwah di jalan Allah. Dan Para ulama agama Islam waktu itu selalu mendampingi Utsman dan memberikan bimbingan kepadanya baik urusan yang berkaitan dengan administrasi kenegaraan maupun implementasi syariah dan pengendalian kekuasaan.
Wasiat itu menunjukkan nilai-nilai budaya dan metode syariat yang dijadikan landasan Daulah Utsmaniyah selanjutnya. Misalnya wasiat beliau : “ Wahai Anakku !... Janganlah kau sibuk melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah, Rabb semesta alam. “
Sobat. Sesungguhnya wasiat beliau adalah seruan untuk konsisten kepada syariat Allah dalam segala urusan, baik yang besar maupun yang kecil dan agar hukum Allah dan perintah-Nya mendiminasi segala sesuatu.
Allah SWT berfirman :
مَا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِهِۦٓ إِلَّآ أَسۡمَآءٗ سَمَّيۡتُمُوهَآ أَنتُمۡ وَءَابَآؤُكُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ بِهَا مِن سُلۡطَٰنٍۚ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". ( QS. Yusus (12) : 40 )
Sobat. Kelanjutan dari seruan Yusuf adalah semua yang mereka sembah selain Allah itu adalah tuhan-tuhan palsu yang sengaja diberi nama bermacam-macam oleh mereka sendiri, bapak-bapak dan nenek-moyang mereka. Yusuf berkata, menyembahnya sebagai Tuhan. Padahal dia adalah benda yang lemah yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa dan tidak ada pula keterangan dari Allah kepada rasul-rasul-Nya untuk membenarkan tuhan yang kamu buat-buat itu.
Bahwa ketentuan yang benar tentang ketuhanan dan pengabdian ialah yang diatur oleh Allah yang telah diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya. Allah telah memerintahkan, bahwa janganlah kamu menyembah selain Allah. Kepada-Nyalah kamu berdoa dan minta tolong, kepada-Nyalah kamu sujud bersimpuh. Itulah agama yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia belum mengetahuinya."
Sobat. Maksudnya “ Inil Hukmu illa Lillah “ adalah “ tidak ada hukum yang benar di bidang ketuhanan, aqidah dan hubungan dengan sesama manusia, kecuali hukum milik Allah semata, yang Allah wahyukan kepada orang-orang yang terpilih diantara para Rasul. Seorang manusia tidak dapat membuat hukum (undang-undang) berdasarkan pendapat dan hawa nafsunya, tidak juga dengan akal dan pembuktiannya, serta tidak pula kepada hasil ijtihad dan anggapan baiknya. Kaidah ini adalah dasar agama Allah SWT yang diturunkan kepada lisan seluruh rasul-Nya, tidak ada perubahan meskipun tempat dan waktu yang berbeda. “ Demikian penjelasan tafsir Al-Mannar, XII/309
Sobat. Al-Quran turun untuk tujuan mewujudkan peribadatan dan penghakiman hanya kepada Allah SWT sebagaimana firman Allah :
إِنَّآ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِتَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِمَآ أَرَىٰكَ ٱللَّهُۚ وَلَا تَكُن لِّلۡخَآئِنِينَ خَصِيمٗا
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,” ( QS. An-Nisa’ ( 4 ) : 105 )
Sobat. Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk mengadili perkara yang terjadi antara manusia berdasarkan hukum-hukum yang diajarkan Allah. Berdasarkan kitab itu, Nabi Muhammad saw memutuskan suatu perkara dengan adil. Beliau dilarang menjadi lawan dari yang benar atau kawan bagi yang salah. Ayat ini menegur Rasul karena beliau percaya begitu saja terhadap laporan Bani ¨afar dan beliau dengan segera membebaskan thu'mah. Seolah-olah beliau menjadi pembela bagi orang-orang yang belum tentu benar.
Sobat. Utsman bin Ertughrul memberikan wasiat kepada anaknya dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan ( khalifah ) setelahnya untuk sebuah Negara Islam agar terikat kepada hukum Allah dalam perbuatan-perbuatannya. Sebab dia mengetahui bahwa menegakkan hukum Allah melalui penguasa yang beriman adalah sebuah perjanjian yang sudah disebutkan oleh Allah SWT dalam QS al-Maidah ayat 7 :
وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَمِيثَٰقَهُ ٱلَّذِي وَاثَقَكُم بِهِۦٓ إِذۡ قُلۡتُمۡ سَمِعۡنَا وَأَطَعۡنَاۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ
“Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu).” ( QS. al-Maidah (5) : 7 )
Sobat. Pada ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar mengingat nikmat-Nya, yaitu peraturan-peraturan agama yang telah ditetapkan kepada mereka. Dengan datangnya agama Islam hilanglah permusuhan, timbullah persaudaraan.
Sesudah itu Allah mengingatkan akan perjanjian yang pernah diikrarkan yaitu janji patuh dan taat kepada Nabi Muhammad saw baik pada waktu susah maupun senang, mengikuti segala perintahnya dan akan meninggalkan segala larangannya dengan penuh kepatuhan dan ketaatan.
Pada akhir ayat ini, Allah memerintahkan supaya kaum Muslimin tetap bertakwa kepada Allah, menjaga supaya jangan sampai lupa kepada nikmat-Nya dan jangan sampai melanggar janji yang sudah diikrarkan, baik secara terang terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Sebab Allah Maha Mengetahui segala yang tersimpan di dalam hati manusia.
Sobat. Ini adalah konsekuensi baiat yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW untuk senantiasa mendengar dan taat baik dalam kondisi senang maupun benci. Sebagaimana menodai perjanjian penghakiman adalah suatu bentuk kejahiliahan. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman :
أَفَحُكۡمَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ يَبۡغُونَۚ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكۡمٗا لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ (٥٠)
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” ( QS. al-Maidah (5) : 50 )
Sobat. Diriwayatkan, bahwa Bani Nadhir mengajukan perkara yang terjadi dengan Bani Quraizah kepada Nabi saw untuk diberi keputusan. Di antara Bani Nadhir ada yang minta kepada Nabi saw supaya perkaranya diputuskan sesuai dengan keputusan yang berlaku di zaman jahiliah, yaitu adanya perbedaan derajat antara dua golongan tersebut, sehingga diat yang dikenakan kepada Bani Quraizah menjadi dua kali lipat diat yang dikenakan kepada Bani Nadir, karena menurut mereka, Bani Nadir itu lebih kuat, lebih mulia dan lebih tinggi derajatnya. Nabi saw. tidak menerima permintaan mereka dan beliau bersabda, "Orang-orang yang dibunuh itu sama derajatnya, tidak ada perbedaannya." Orang Bani Nadir berkata, "Kalau begitu kami juga menolak dan tidak menerima yang demikian itu." Maka turunlah ayat ini.
Dalam ayat ini Allah mencemooh dan menganggap perbuatan mereka sebagai sesuatu yang aneh, mereka mempunyai kitab samawi dan ilmu yang luas, tetapi mereka masih mengutamakan hukum-hukum jahiliah yang jelas bertentangan dengan hukum yang ada di dalam kitab Taurat, padahal hukum-hukum Allah adalah hukum yang terbaik, karena sifatnya menyeluruh, adil dan benar, tidak memandang derajat dan lain sebagainya.
Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur