Indonesia Pindah ke Lain Hati, Mungkinkah? - Tinta Media

Selasa, 09 Agustus 2022

Indonesia Pindah ke Lain Hati, Mungkinkah?

Tinta Media - Pemerintah Indonesia bertolak ke Beijing, China untuk menemui presiden Xi Jinping guna membahas kerja sama ekonomi  pada bidang perdagangan dan investasi. (katadata.com, 24/07)
 
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan bahwa China adalah mitra strategis Indonesia dan ASEAN. Pada 2021, nilai perdagangan antara keduanya mencapai Rp1.644 triliun. Sedangkan, investasi China di negeri ini menempati urutan ketiga dengan nilai 47,8 triliun. (katadata.com)
 
China adalah musuh nomor satu Amerika. Dengan demikian, China menjadi negara nomor dua di dunia setelah Amerika. Keduanya bersaing untuk menguasai dunia, terutama dalam bidang ekonomi dan politik.
 
Selama ini, Amerikalah yang menguasai dunia. Indonesia pun menjadi salah satu negara bawahan Amerika secara tidak langsung. Maka, satu persatu kebijakan yang ada selalu mengikuti keinginan Amerika sebagai tuan. Sebab, dunia hari ini tidak hanya berkiblat pada Amerika di bidang ekonomi, tetapi juga di bidang sosial dan yang lainnya. 
 
Amerika merupakan negara adidaya dunia. Dia memegang kapitalisme sebagai pilar negaranya. Kapitalisme inilah yang disebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dengan ideologi inilah, Amerika menjerat hampir seluruh negeri, bisa dengan dalih utang ataupun menggertak dengan militer dan power.
 
Beberapa waktu yang lalu, dunia maya heboh dengan munculnya sebuah SMS yang berisi rencana pembangunan kiblat baru di China. Beredar setelahnya, info bahwasanya SMS tersebut merupakan kabar burung.
 
Tidak ada yang bisa memastikan bahwa isi dari pesan tersebut akan benar-benar terealisasi di masa depan. Kiblat di pesan tersebut boleh jadi bukan bermakna kiblat secara harfiah, tetapi bermakna kiasan, yaitu
Kiblat yang bermakna bergantinya kecenderungan Indonesia, dari Amerika ke China. Kemungkinan ini diperkuat dengan kunjungan-kunjungan pemerintah Indonesia ke China, kerjasama keduanya dalam bidang ekonomi, pembentukan One Bolt One Road (OBOR), kerjasama milier, membludaknya tenaga kerja China yang masuk ke Indonesia, dan sebagainya.
 
Beberapa bulan yang lalu, saat rakyat Indonesia diminta untuk karantina mandiri di rumah karena naiknya angka positif Covid-19, warga Indonesia memanas dengan viralnya kedatangan ratusan pekerja China di beberapa bandara.
 
Pada 21 Desember 2021, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis, terdapat 5.355 orang tenaga kerja asing (TKA) di sektor pertambangan mineral dan batu bara, termasuk di smelter.
 
Jumlah ini adalah yang terdaftar di lembaga negara. Nyatanya, masih banyak di luar sana yang tidak terdaftar, terbukti dari banyaknya tenaga kerja China yang tiba-tiba muncul ketika Palu mengalami tsunami. Juga kedatangan TKA asal Tiongkok yang tidak hanya sekali selama pandemi.
 
Asumsi ini diperkuat lagi dengan kunjungan presiden China satu tahun yang lalu. Dalam kunjungan tersebut, pemerintah Indonesia menyambutnya dengan sangat baik, bahkan di saat dunia sedang gempar dengan berita penyiksaan muslim Uighur.
 
Kiranya pemerintah Indonesia telah berpindah hati. Awalnya mereka memihak pada Amerika. Namun, perlahan mereka mulai berpindah haluan kepada China. Akan tetapi, perlu kita pahami, dukungan Indonesia kepada China ini merupakan pengkhianatan terhadap muslim. Apalagi, Indonesia notabene negeri mayoritas muslim.
 
Politik luar negeri China memang menggunakan kapitalisme, sebagaimana Amerika. Akan tetapi, pengaturan dalam negeri berpijak pada komunisme.
 
Oleh sebab itu, mereka membenci umat beragama, terutama muslim. Uighur, etnis muslim terbesar di China dimasukkan ke dalam kamp-kamp penyiksaan. Anak-anak dipisahkan dari orang tua, dibawa ke tempat lain, dicuci otaknya, dan dihilangkan identitas muslimnya.
 
Kalaupun ada yang tidak masuk kamp-kamp ini, mereka dilarang salat, membaca Al-Qur'an, memakai kerudung, bahkan jika pakaian mereka panjang akan dipotong. Di bulan Ramadan, muslim Uighur dilarang untuk berpuasa. Apabila ada yang nekat berpuasa, akan dipaksa untuk berbuka. Bahkan berbuka dengan makanan-makanan yang haram.
 
Maka, kaum muslimin di seluruh dunia sudah sepantasnya waspada terhadap pemerintahan China ini. Tindakan seorang penguasa muslim yang mendukung pemerintahan China bisa termasuk sebagai tindakan pengkhianatan bagi kaum muslimin. Karena hal itu berarti kaum muslimin dan Islam di negeri itu sedang diremehkan.

Mereka muslim, tetapi tidak membenci orang yang menyiksa kaum muslimin, bahkan malah mendukungnya. Ini karena mereka mengimani Islam hanya sebatas di atas kertas. Mereka juga tidak menerapkan Islam di seluruh aspek kehidupan mereka. Padahal, mereka sendiri adalah muslim dan kepala negara mayoritas muslim.

Jika mereka berislam secara kaffah, maka mereka tidak akan mengkhianati kaum muslimin. Dalam Islam, haram hukumnya bersikap khianat bagi seorang penguasa karena termasuk dosa besar yang pelakunya sangat dibenci Allah Swt.
 
Dalam sebuah hadis disebutkan:

Ma'qil bin Yasār -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan secara marfū': "Tidaklah seorang hamba dibebani amanah oleh Allah untuk memimpin rakyat lalu mati dalam keadaan berkhianat kepada rakyatnya; melainkan Allah akan mengharamkan surga baginya."  (Muttafaq 'alaih)

Dalam surat Al-Anfal, Allah Swt. juga berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat."
(QS. Al-Anfal: 58)

Dalam negara Islam pun, status kafir dibagi menjadi 3, yaitu kafir harbi, mu'ahad, dan dzimmi.
 
Pertama, kafir harbi. Kafir harbi adalah negara kafir yang menunjukkan secara terang-terangan bahwa mereka membenci Islam dan umatnya. Negara seperti ini wajib untuk diperangi. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: 
 
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan salat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, berarti mereka telah menjaga jiwa dan harta mereka dariku (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) kecuali dengan (alasan) hak Islam serta hisab mereka diserahkan kepada Allah.” [HR al-Bukhâri]
 

Kedua, kafir mu'ahad. Kafir mu'ahad adalah kafir yang terikat perjanjian dengan khilafah (negara Islam), atau penduduk negara kafir harbi yang meminta perlindungan kepada khilafah.
 
Atas orang-orang kafir ini, Allah Swt. berfirman yang artinya:
 
“Dan jika salah seorang kaum musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.” [at-Taubah/9:6]
 
Dan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
 
“Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya” [at-Taubah/9:12] [6]
 
Tentang pemberian keamanan ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
“Perlindungan kaum muslimin (terhadap orang kafir) adalah sama walaupun jaminan itu diberikan oleh kaum muslimin yang paling rendah."

Ketiga, kafir dzimmah (ahli dzimmah). Kafir jenis ini tinggal di dalam khilafah dan wajib dilindungi darah dan hartanya sebagaimana seorang muslim.
 
Seperti itulah seharusnya seorang kepala negara muslim memperlakukan orang-orang kafir, bukan malah berkhianat kepada umat Islam dengan mendukung negara kafir yang jelas-jelas membenci umat Islam dan menyiksanya.

Sayangnya hanya seorang khalifahlah yang mampu berbuat adil seperti itu. Maka, jika kita mengharapkan pemimpin yang benar-benar berpihak kepada kaum muslimin, caranya hanya satu, yaitu dengan menegakkan khilafah di muka bumi ini.

Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Wafi Mu'tashimah
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :