Indonesia dalam Ancaman "Lost Generation" - Tinta Media

Rabu, 31 Agustus 2022

Indonesia dalam Ancaman "Lost Generation"

Tinta Media - Seorang pemuda bersikap nyeleneh ketika mengikuti acara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi mahasiswa baru di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makasar. Ketika ditanya jenis kelaminnya, ia mengaku bahwa dirinya bergender "non-biner". Sontak jawaban mahasiswa ini langsung menuai perhatian dan tersebar di dunia maya. Padahal, jelas saat itu dirinya menggenakan pakaian laki-laki saat di kampus.

Non-biner adalah kategori dari seluruh identitas gender yang tidak secara ekslusif atau khusus maskulin atau feminim. Orang yang mengaku non-biner atau genderqueer dapat menunjukkan identitas maskulinitas, feminitas, atau keduanya, bahkan sama sekali tidak nampak identitas tersebut. Mirisnya, orang-orang yang mengaku non-biner tersebut kini semakin berani dan tidak malu mengakui identitas mereka di depan umum.

Sekulerisme Menumbuhkan Kemaksiatan

Dunia saat ini telah dikuasai oleh sekulerisme, tidak terkecuali di Indonesia. Demokrasi dengan asasnya, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, benar-benar telah membuat kerusakan nyata di dunia. Tatanan dunia yang salah tersebut melahirkan liberalisasi (kebebasan) yang selalu dipropagandakan oleh sang tuan, yaitu Barat (Amerika). Kebebasan tersebut, di antaranya adalah kebebasan bertingkah laku.

Memang, dalam diri manusia terdapat naluri atau gharizah. Naluri itu adalah sesuatu yang fitrah. Ia menuntut untuk dipenuhi. Meskipun tidak sampai menimbulkan kematian bila belum terpenuhi, tetapi menimbulkan kegelisahan. 

Ketika manusia sudah mengesampingkan Pencipta dalam kehidupannya, maka ia akan bertindak 'semau gue' saat akan memenuhi tuntutan naluri tersebut. Padahal sebagai manusia, kita diminta melihat dulu, apakah pemenuhan naluri tersebut sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya atau tidak.

Akan tetapi, dalam sekulerisme, aspek syariat ini diterjang. Mereka berpendapat bahwa, 'Yang hidup di dunia adalah saya, maka bagaimana pemenuhannya adalah hak saya.'

Maka dari itu, sekarang kaum non-biner ini semakin eksis. Padahal, apa yang mereka lakukan jelas menyalahi hukum Allah Swt. Perilaku yang mereka lakukan hanya berdasarkan hawa nafsu, tanpa mengikutsertakan agama. 

Akan tetapi, atas nama HAM mereka memaknai bahwa sesuatu yang menyimpang tadi adalah bagian dari keberagaman orientasi seksual dan identitas gender. Mereka berdalih bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup yang sama serta mendapatkan perlakuan yang setara. Maka, mereka akan selalu mencoba untuk melegalkan penyimpangan tingkah lakunya. Sebab, bila sudah mempunyai payung hukum yang menaungi perilaku tersebut, tidak menutup kemungkinan mereka semakin massif.

Kembalikan Peran Keluarga

Pemuda yang merupakan sosok pengubah dan penjaga sebuah peradaban harus benar-benar kita siapkan dari sekarang. Lingkungan pertama yang bisa membentuk sosok tersebut adalah keluarga. Keluarga merupakan tonggak awal pemuda berinteraksi. Tokoh keluarga yang sering ia jumpai adalah ibu.

Maka, harusnya kita mengembalikan peran ibu sebagai sekolah pertama bagi anak dan pengatur rumah. Beliaulah  yang membentuk si anak ini menjadi sosok pemuda kuat dan tangguh. Ibulah yang pertama kali memperkenalkan peran laki-laki bila anak dilahirkan menjadi seorang pria. 

Ibu yang mengenalkan baju dan kegiatan sebagaimana mestinya. Ditambah sosok ayah, diharapkan bisa menjadi contoh seorang pria tulen. 

Jika anak tersebut perempuan, maka harus diajarkan bagaimana bersikap sebagai seorang perempuan, misalnya harus pria sebagaimana memakai pakaian muslimah, mengerjakan tugas-tugas wanita yang menunjukkan sifat femininnya. Figur ini bisa didapatkan dari sosok sang ibu sendiri.

Ibu bisa melakukan tugas tersebut dengan baik bila ia menyadari kewajibannya secara total. Ia melaksanakan kewajiban tersebut tanpa ikut memikirkan kondisi ekonomi keluarga, meskipun tidak menutup kemungkinan ada seorang ibu yang bisa melaksanakan dua hal. Mengurus anak dan rumah tangga serta bekerja di luar rumah. Disinilah fungsi keluarga benar-benar dibutuhkan. Kerjasama antara ibu dan ayah yang bisa mengantar anak tersebut menjadi laki-laki atau perempuan sesuai kodratnya.

Masyarakat yang Peduli

Hal yang membantu mengantarkan perilaku  menyimpang ini semakin meluas salah satunya adalah masyarakat. Apabila pemahaman yang dimiliki oleh anggota masyarakat keliru, maka akan mengancam peradaban.  Ia akan menjadi masalah sosial  yang destruktif kala berkembang di tengah masyarakat, bahkan bisa menghilangkan sebuah generasi.

Ketika suatu masyarakat bisa menerima keberadaannya, mereka akan membangun opini bahwa tindakan menyimpang tersebut adalah kodrat dari Allah yang harus diterima. Yang penting menurut pandangan mereka, bahwa kaumnya tidak menganggu orang lain. Kaum yang terjangkit penyakit ini bisa bekerja dengan orang lain, dan masih produktif.

Bila masyarakat mempunyai prespektif seperti itu, maka keberadaan kaum menyimpang ini akan semakin subur. Ia akan berkembang dengan leluasa, menambah jumlah populasinya. Maka dari itu, diperlukan sebuah masyarakat yang kritis atas kondisi ini. Sikap berani melawan pendapat bahwa kita sama-sama makhluk Tuhan, harusnya semakin ditingkatkan. Berani menolak narasi-narasi yang saat ini massif digaungkan terimalah perbedaan.

Ketegasan Negara

Negara mempunyai andil besar untuk menghilangkan pemahaman yang salah, termasuk keberadaan kaum menyimpang ini. Aksi nyata dari pemerintah sangat dibutuhkan agar generasi Indonesia terus eksis. Pemerintah harus memandangnya sebagai sebuah masalah serius yang memerlukan penyelesaian, yang berhubungan dengan keberadaan sebuah bangsa. Dalam menyelesaikan permasalahan ini, negara wajib mengambil dari sudut pandang agama.

Sebab dengan mengambil dalam pandangan agama, pastilah itu benar. Agama manapun secara tegas melarang perilaku menyimpang. Semua keyakinan menginginkan adanya umat yang memegang teguh ajarannya. Bagaimana ajaran agama bisa terpatri dalam benak semua warga negaranya? mungkin dengan menjadikan agama sebagai landasan saat memenuhi kebutuhan dunia dan naluri.

Pendidikan. Melalui sistem pendidikan yang dilandasi akidah agama dalam setiap level, akan mencetak pribadi tangguh, keyakinan terpatri dan menguasai ilmu dunia serta penerapannya. Di saat sistem itu dapat menanamkan pengaruh agama, setiap pemuda akan berfikir akan dampak dari sebuah perbuatan. 

Negara diharapkan berani menindak tegas setiap warga yang berperilaku menyimpang, baik sebagai warga biasa, warga yang berprofesi sebagai pegawai pemerintah, ataupun lainnya. Sebab, hukum berlaku sama di hadapan warga, baik rakyat, pejabat, bahkan kepala negara sekalipun.

Oleh: Nurhayati 
Komunitas Menulis Setajam Pena
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :