Tinta Media - Menanggapi munculnya narasi sebagian muslim agar bersabar atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Ahli Hukum Islam Indonesia Justice Monitor (IJM) Abu Muhammad Asyraf Mikhail Othello mengatakan, sikap sabar harus didudukkan secara proporsional.
“Sikap sabar memang merupakan amal yang harus dimiliki oleh seorang muslim yang mengedepankan ketakwaan. Tetapi, mendudukkan sikap sabar tentu saja harus proporsional sesuai dengan fakta-fakta yang dihadapi kaum muslimin,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (30/8/2022).
Menurutnya, dalam perspektif Islam, seorang muslim wajib mencermati fakta hukum terlebih dahulu. Setelah itu, barulah mengambil kesimpulan, amal apa yang harus dilakukan. “Artinya, seorang muslim seharusnya tidak boleh mencampuradukkan dua fakta berbeda lantas mengambil kesimpulan amal yang sama,” jelasnya.
Ia pun memberi contoh terkait jihad yang merupakan kewajiban syariah dan sudah ditetapkan secara pasti serta tidak boleh ada penafsiran lain. Menurutnya, fakta kaum muslim Palestina yang wilayahnya diduduki secara militer oleh tentara Israel, wajib bagi muslimin Palestina mengangkat senjata dan melakukan jihad guna mengusir tentara Yahudi laknatullah.
“Bahkan, semua ulama sepakat, haram hukumnya kaum muslim di Palestina duduk diam berpangku tangan, sembari bersabar menerima kondisi ditindas secara militer oleh tentara Yahudi Israel Laknatullah,” tegasnya.
Sementara terkait rencana kenaikan BBM, Abu Asyraf menjelaskan, sebagian muslimin menyangka kondisi tersebut sama dengan kondisi naiknya harga barang pada masa Rasulullah SAW. Saat itu, menurutnya, Rasulullah menolak usulan sabahat untuk menetapkan harga barang meskipun harga-harga barang di pasar merangkak naik. Namun, fakta rencana kenaikan BBM menurut Abu Asyraf, berbeda dengan kondisi paceklik harga pasar.
“Kenaikan harga barang di pasaran adalah fakta tidak seimbangnya antara permintaan konsumen dengan distribusi barang di pasaran. Paceklik naiknya harga barang di pasar, murni merupakan sebuah kondisi pasar yang mana merupakan terjadinya ketidakseimbangan antara besarnya permintaan konsumen dengan terbatasnya ketersediaan barang, sehingga ketetapan Allah SWT berlaku, terjadilah paceklik naiknya harga barang yang tidak bisa dihindarkan,” bebernya.
Berdasarkan fakta hukum demikian, Ia menjelaskan, negara atau pemerintah tidak boleh melakukan langkah pematokan harga. Abu Asyraf pun menyebutkan hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah dan disahihkan oleh Al Albani.
“Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan dan melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta.”
Menurutnya, menaikan harga BBM merupakan bentuk kedzaliman. Ia melanjutkan, seorang muslim tidak boleh berdiam diri dengan kezaliman pemerintah terhadap rakyatnya dengan alasan sabar. “Proporsi sabar dalam konteks ini bukan pada tempatnya. Letak kesabaran paling tepat dalam konteks demikian adalah bersabar menyampaikan dakwah kepada pemerintah bahwa tindakan rencana menaikkan harga BBM adalah zalim serta merupakan pelanggaran syariah,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah al-Ashr yang berbunyi, “… saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya tetap di atas kesabaran.”
Abu Asyraf melanjutkan, Allah SWT memang telah menetapkan kadar rezeki seseorang. Rezeki tersebut, menurutnya, tidak akan bergeser meski harga-harga pangan naik. Namun, menurutnya, harus diingat pula bahwa tidak ada kaitannya antara kadar rezeki seseorang dengan kewajiban menyampaikan dakwah ketika terjadi kezaliman. Seperti dijelaskan dalam Firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surat Thaha: 132.
“Perintahkahlah keluargamu untuk shalat dan bersabarlah dalam menjaga shalat. Aku tidak meminta rizki darimu, Aku yang akan memberikan rizki kepadamu. Akibat baik untuk orang yang bertaqwa.”
Dalam ayat ini, menurutnya, hakekatnya memerintahkan sabar untuk menjaga shalat dalam kondisi apapun. “Sedangkan ucapan Aku tidak meminta rezeki darimu, beberapa ahli tafsir menyebutkan bahwa itu merupakan kalimat seseorang yang sedang menyerukan dakwah Islam, dengan tidak mengharapkan imbalan dunia apapun,” pungkasnya. [] Ikhty