Hukum Manusia Dijadikan Sandaran Wujudkan Keadilan, FDMPB: Rumit! - Tinta Media

Rabu, 24 Agustus 2022

Hukum Manusia Dijadikan Sandaran Wujudkan Keadilan, FDMPB: Rumit!

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa Dr. Ahmad Sastra mengungkapkan bahwa rumit di saat hukum produk manusia dijadikan sandaran untuk mewujudkan keadilan berbangsa dan bernegara.

“Adalah persoalan rumit di saat hukum-hukum produk manusia dijadikan sebagai sandaran untuk mewujudkan keadilan berbangsa dan bernegara,” ungkapnya kepada Tinta Media, Ahad (21/8/2022).

Menurutnya, tidak terwujudnya keadilan berbangsa dan bernegara disebabkan kepentingan politik pragmatis yang mendominasi para pemimpin. “Sebab kepentingan politik pragmatis yang mendominasi para pemimpin sering kali justru menyalahgunakan kekuasaan untuk menciptakan ketidakadilan,” tuturnya.

Dr. Ahmad mengkritisi Indonesia sebagai negeri muslim terbesar dunia dan sering kali menjadi rujukan bagi dunia muslim lainnya, justru menganut sistem kapitalisme demokrasi. Sistem yang melahirkan pemimpin yang anti Islam.

“Sayangnya Indonesia menganut sistem kapitalisme demokrasi yaitu sistem kufur yang sarat kezaliman, sementara pemimpin yang lahir dari sistem demokrasi tidak lebih dari para jongos penjajah,” bebernya.

Ia menilai bahwa Indonesia bisa menjadi lebih baik jika diterapkan Islam secara kafah sehingga memiliki pemimpin yang taat.
“Indonesia mesti menerapkan Islam secara kafah dan memiliki pemimpin yang taat kepada hukum Allah seperti halnya Rasulullah memimpin Negara Madinah dan menerapkan Islam secara sempurna,” ujarnya.

Ia menguraikan merupakan kesempurnaan bagi sebuah bangsa yang menerapkan sistem sempurna yang adil dan memiliki pemimpin yang berakhlak agung. Berbuat adil dalam pandangan Islam merupakan refleksi ketakwaan.

“Dalam perspektif hukum Islam keduanya bisa dipenuhi, yakni ketika Rasulullah sebagai manusia pilihan yang jujur dan amanah menjalankan hukum yang benar dan adil yakni yang bersumber dari Al Qur’an. Hukum-hukum dalam Al Qur’an adalah mutlak keadilannya karena berasal dari Allah Yang Maha Adil,” urainya.

Ahmad Sastra menyatakan dalam pandangan Islam, keadilan adalah di saat meletakkan segala sesuatu sesuai dengan apa yang telah diatur oleh Allah.

“Mewujudkan keadilan bukan hanya soal pemahaman terhadap hukum, namun juga terkait erat dengan keahlian di bidangnya, karena termasuk menyia-nyiakan amanah di saat menyerahkan tugas bukan kepada ahlinya,” tuturnya.

Ia mengatakan Islam adalah agama dan ideologi yang menjunjung tinggi nilai keadilan. Nilai keadilan Islam bisa diterapkan dalam setiap aspek kehidupan sebab keadilan merupakan suatu ciri utama dalam ajaran Islam.

“Seluruh masyarakat muslim dan non muslim yang hidup di bawah Daulah Islam akan memperoleh hak dan kewajibannya secara adil, seadil-adilnya,” katanya.

Sebagaimana Firman Allah Swt. dalam Qur’an Surat An-Nisaa' ayat ke 58. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Ada tiga prinsip keadilan yang harus diwujudkan dalam sebuah negara. Menurutnya, jika tidak terwujud maka akan muncul kezaliman. “Sebab jika tak adil maka zalim namanya,” ucapnya.

Pertama adalah prinsip menuhankan Tuhan. Baginya menuhankan yang bukan Tuhan adalah sebuah kezaliman, apalagi jika menaati aturan bukan dari Tuhan. “Maknanya negara tersebut akan dipandang adil oleh Allah jika rakyatnya mengakui Allah sebagai Tuhan, lantas menyembah dan menaati aturannya,” ujarnya.

Kedua adalah memanusiakan manusia. Ia mengatakan makna dari memanusiakan manusia yaitu pemerintah harus memahami hakikat rakyat sebagai manusia yang diciptakan Allah. “Memanusiakan manusia memiliki pengertian mendalam bahwa cara pandang terhadap rakyat mesti sejalan dengan tujuan Allah menciptakan manusia,” katanya.

“Dari sinilah akan lahir perangkat hukum yang bertujuan meningkatkan martabat kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena itu menjadi penguasa sangatlah berat jika tak berbuat adil,” serunya.

Ia mengungkapkan hadis Rasulullah Saw. memperingatkan bahwa akan datang melanda umatku di mana pemimpin yang berkuasa bagai (sifat) singa, para pembantunya bagai (sifat) serigala, para ulamanya bagaikan (sifat) hewan, rakyatnya bagaikan domba.

“Rasulullah Saw. pernah mengatakan bahwa ada tiga golongan hakim, dua golongan masuk neraka karena khianat dan bodoh, dan satu golongan masuk surga karena mengadili secara adil sesuai dengan pemahaman hukum yang Alah tetapkan,” ungkapnya.

Ketiga adalah mengalamkan alam. Ia menjelaskan keadilan bisa diwujudkan dengan cara pandang yang benar terhadap sumber daya alam, baik apa yang ada di laut, darat, dan udara, termasuk di dalamnya hewan-hewan. “Pemerintah yang adil adalah yang mampu mengelola sumber daya alam sesuai dengan hukum dan aturan dari Allah Yang Maha Adil. Sebab Allah menciptakan alam semesta untuk dijaga dan dimanfaatkan secara beradab, bukan dirusak sesuai kepentingan hawa nafsunya,” jelasnya.

Rasulullah Saw. Teladan Pemimpin Umat
Islam sebagai sistem hukum adalah representasi keadilan yang sempurna. Sementara Rasulullah sebagai seorang pemimpin merupakan teladan dalam keagungan akhlak sebagaimana dalam Qur’an Surat Al-Ahzab ayat ke 21. “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”

“Maka penerapan Islam secara kafah sebagai sistem hukum dapat mempresentasikan keadilan yang sempurna. Sementara Rasulullah sebagai seorang pemimpin adalah teladan dalam keagungan akhlak,” ucapnya.

Rasulullah adalah tokoh yang memiliki banyak peran. Rasulullah adalah seorang pemimpin umat, komandan perang, referensi bagi umat, dan hakim dalam menyelesaikan berbagai masalah.

“Dan peran paling utama dan esensial beliau ialah peran sebagai seorang pemimpin dan pendidik. Bahkan Allah yang langsung mendidik Rasulullah,” bebernya.

Rasulullah Saw. telah menerapkan semua ajaran (kafah) yang diterimanya dari Allah Swt., hal tersebut menjadi bukti syariat Islam bisa diaplikasikan dalam kehidupan.

“Sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengikuti Islam dengan dalih ajarannya di nilai berat dan di luar batas kemampuan manusia,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :