Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menegaskan bahwa penikaman Salman Rusdhie (penghina Islam) akibat dari otoritas negeri-negeri muslim yang dibarengi nasionalisme negara lain yang melindunginya.
“Motif penikaman Salman Rusdhie (penghina Islam) adalah soal otoritas negeri-negeri muslim yang dibarengi nasionalisme negara lain yang melindunginya,” tegasnya dalam Program Kabar Petang: Tragis! Salman Rusdhie Ditikam, Senin (15/8/2022), di kanal YouTube Khilafah News.
Menurutnya, banyak alasan Salman Rusdhie ditikam. Tahun 1989 pemerintah Iran menganggap Salman Rusdhie menghina Islam karena novel berjudul The Satanic Versus (ayat-ayat setan). Dan fatwa mati dari negeri-negeri muslim terutama Iran diberlakukan untuknya.
“Banyak alasan Salman Rusdhie ditikam karena dari tahun 1989 sudah dianggap pemerintah Iran itu menghina Islam, menghina Nabi Muhammad dalam novelnya The Satanic Verses, tetapi Rusdhie kabur ke negara lain seperti ke Amerika dan Inggris dan mendapat perlindungan di sana,” tuturnya.
Ia menguraikan persoalan penikaman Salman Rusdhie akibat dari nasionalisme negara-negara bangsa yang melindunginya.
“Ketika Salman Rusdhie kabur ke Amerika dan Inggris kemudian kedua negara itu membelanya, melindunginya sehingga negeri-negeri muslim meskipun telah memberi fatwa mati padanya terutama dari Iran. Itu kemudian belum bisa dieksekusi, berbeda jika Rusdhie tinggal di Iran,” urainya.
Ia melanjutkan, jika kondisinya di dalam Islam sangat jelas hukuman bagi penghina Allah, penghina Rasulullah, penghina Islam, dan seterusnya.
Ia menyatakan Rusdhie merupakan sosok yang sangat kontroversial. Dari tahun 1989-1990 telah melibatkan banyak negara dan menelan banyak korban karena novelnya itu.
“Motif penikaman oleh Hadi Matar menunjukkan ingatan umat Islam masih sangat kuat tentang sosok ini,” ujarnya.
Sekularisme Munculkan Islamofobia
Ia menanggapi kecaman dari umat Islam setelah menulis novel ayat-ayat setan terhadap Salman Rusdhie tetapi mendapat perlindungan dan penghargaan di Barat, yakni pada tahun 2015 mendapat penghargaan bergengsi dari Inggris disebabkan sekularisme yang ditanamkan oleh Barat.
“Sangat benar sekularisme yang secara genetik memang anti Islam. Definisi juga esensi sekularisme itu kan paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan,” ucapnya.
Ia menuturkan secara historis sekularisme berangkat dari tradisi intelektual Kristen.
“Terjadi diskursus dan pertobatan kemudian hasilnya sekularisme itu dibuat di Barat. Di tradisi Kristen, yang namanya agama ya agama dan dunia itu dunia,” tuturnya.
Kemudian menurutnya Barat menyeret Islam ke dalam jebakan sekularisme.
“Padahal sangat berbeda antara agama Kristen yang memang ritualistik dengan agama Islam yang sangat ideologis. Di dalam Islam tidak dikenal sekularisme,” ucapnya.
Islam dibidik Barat dengan agenda sekularisme dengan program-program sistematis, salah satunya muncul Islamofobia.
“Banyak agenda-agenda diluncurkan untuk menumbuhkan Islamofobia dan ini juga berhasil karena Barat yang anti Islam bahkan umat Islam juga ada yang anti Islam. Ini keberhasilan mereka,” bebernya.
Ia mengungkapkan keberhasilan Barat ini karena ada agen-agen muslim yang terperangkap jebakan sekularisme Barat ini, lalu mendukungnya.
“Akhirnya menjadi anti Islam Ideologis. Ketika nampak ada kebangkitan Islam mereka mulai melakukan gerakan-gerakan untuk menakuti masyarakat di dunia,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa program-program sistematis dan masif dari Barat dalam rangka menghalangi kebangkitan umat Islam.
“Program-program ini merupakan orientasi politik Barat yang tidak menginginkan kebangkitan Islam, sementara umat Islam sudah mengalami banyak kesadaran politik Islam dan mereka takut hegemoninya itu terganggu,” pungkasnya.[] Ageng Kartika