Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan berulangnya kasus kebocoran data pribadi menunjukkan kelemahan sistem kapitalisme dalam melindungi sekuritas warga sehingga mudah dimanfaatkan oleh para kapital.
“Berulangnya kasus kebocoran data menunjukkan sekuritas warga begitu lemah dan mudah dimanfaatkan oleh para kapital,” tegasnya dalam Program Serba-Serbi MMC: 26 Juta Data Pribadi Diretas, Negara Gagal Menjaga Privasi Rakyat, Selasa (23/8/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Kasus kebocoran data terjadi sejak perkembangan teknologi kian pesat. Ia tidak memungkiri penggunaan internet untuk kebutuhan bisnis maupun transaksi semakin meningkat.
“Salah satu buktinya adalah catatan NielsenIQ yang menyebutkan jumlah konsumen belanja online di Indonesia yang menggunakan E-commerce mencapai 32 juta orang pada tahun 2021, jumlahnya melesat 88 persen dibandingkan tahun 2020 yang hanya 17 juta orang,” ujarnya.
Dalam paradigma kapitalisme, ia mengungkapkan angka-angka tersebut bisa dimanfaatkan.
“Pasalnya orientasi kapitalisme dalam menjalankan sesuatu harus meraih keuntungan materi semaksimal mungkin, memanfaatkan celah sekecil apa pun,” ungkapnya.
Hal ini berkaitan dengan dunia marketing, di mana menurutnya angka pengguna E-commerce tersebut dapat direpresentasikan menjadi dua hal, yakni peluang dan persaingan.
“Karena di sini akan terjadi pasar besar digital maka peluang itulah yang dimanfaatkan oleh pasar peretas untuk meraup keuntungan,” ucapnya.
Ia memaparkan bahwa ada hubungan mutualisme simbiosis antara para peretas dan pebisnis digital. Dari data yang bocor itu, pebisnis digital dapat menentukan produk dan strategi pasar.
“Mereka (peretas) dapat menambang data pribadi pelanggan, kemudian menjualnya kepada para pebisnis digital. Sementara keuntungan para pebisnis digital ketika membeli data, mereka mendapat peluang keuntungan bisnis yang lebih besar,” paparnya.
Kapitalisme terbukti membuat negara begitu lemah perannya. Para kapital mendominasi daripada negara dengan bebas mengeksplorasi dan mengeksploitasi data pengguna.
“Karena kapitalisme membuat dominasi para kapital lebih besar dibanding negara sehingga negara kehilangan kedaulatan untuk menjaga keamanan masyarakatnya termasuk data digital mereka,” tuturnya.
“Padahal data pelanggan adalah data pribadi bukan milik umum sehingga mengambilnya tanpa izin dengan cara meretasnya, lalu memperjualbelikan, dan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu, jelas melanggar privasi pelanggan,” bebernya.
Ia mengatakan negara akan mudah memberi penjagaan, perlindungan, dan sanksi untuk pelaku kejahatan jika sekuritas sebuah negara itu independen.
“Maka publik seharusnya meningkatkan pemahaman bahwa kasus demikian merupakan problem sistemik yang diakibatkan oleh kapitalisme,” katanya.
Solusi Sistemik
Narator menegaskan bahwa penyelesaian problem sistemik membutuhkan solusi sistemik.
“Adapun solusi sistemik tersebut tidak lain adalah sistem Islam yang disebut Khilafah. Keberadaan Khilafah di tengah umat merupakan perisai atau junnah umat,” tegasnya.
Sabda Rasulullah SAW, bersabda:
Sesungguhnya seorang Imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai di mana orang akan berperang dibelakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza Wa Jalla dan adil maka dia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain maka dia akan mendapatkan dosa atau azab karenanya, (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam sistem Islam ia menyatakan bahwa melindungi data warga termasuk dari bagian tugas ini (perisai atau junnah umat).
“Maka dengan memahami sifat dunia digital yang seolah tanpa batas. Khilafah akan memberikan perlindungan dan keamanan akan data-data warga negaranya,” ujarnya.
Ia menjelaskan prinsip dasar yang dibangun oleh Khilafah, yakni:
Pertama, Khilafah akan proaktif tidak reaktif.
“Artinya Khilafah akan fokus pada langkah pencegahan bukan baru bergerak ketika timbul masalah,” tuturnya.
Kedua, Khilafah akan benar-benar menjaga data pribadi warga secara maksimal menggunakan sistem IT terhebat.
Ketiga, Khilafah akan memastikan regulasi dan sinergi antar lembaga yang berhubungan dengan data privasi warga.
“Sehingga dapat saling bekerja sama memberi perlindungan,” lanjutnya.
Keempat, Khilafah akan menerapkan sanksi hukum ta'zir kepada siapapun yang melakukan tindak kecurangan, penipuan, peretasan dan sejenisnya.
“Sebab tindakan mereka mengganggu keamanan negara Khilafah,” ucapnya.
Ia mengatakan untuk yang kelima, yaitu Khilafah akan mendukung kemandirian teknologi perlindungan keamanan data pribadi penduduk.
“Khilafah tidak melibatkan pihak luar (swasta/asing) sehingga negara akan berdaya mengurusi keamanan rakyatnya,” katanya.
Ia mengungkapkan, Khilafah memiliki infrastruktur, instrumen hukum, dan tata kelola yang terintegrasi dengan baik.
“Sehingga Khilafah akan mampu memberikan jaminan keamanan data pribadi warga negaranya,” pungkasnya. [] Ageng Kartika