Antara Euforia Kemerdekaan dan Gaza yang Membara - Tinta Media

Selasa, 16 Agustus 2022

Antara Euforia Kemerdekaan dan Gaza yang Membara

Tinta Media - Gemuruh musik memekakkan telinga. Hiruk-pikuk suara orang disertai gelak tawa menyaksikan atraksi para peserta karnaval. Acara yang digelar menjelang Zuhur hingga Maghrib itu sudah bisa dipastikan menabrak waktu solat Zuhur, Ashar, dan Maghrib. Kondisi ini hampir merata di semua daerah, baik di kota maupun desa dalam rangka menyambut perayaan peringatan kemerdekaan RI.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan fakta yang tengah terjadi di belahan bumi yang lain. Gaza Palestina kembali membara. Suara dentuman memekakkan telinga bukanlah bunyi petasan yang dilempar anak-anak ke udara, tetapi ledakan bom yang dimuntahkan drone Israel. Suara hiruk-pikuk bukanlah gelak tawa penonton karnaval, tetapi jerit tangis anak-anak Palestina yang dalam waktu sekejap kehilangan rumah dan orang tua mereka.

Jum'at, 5 Agustus 2022 Israel membombardir Gaza. Menurut pemberitaan Agence France Presse (AFP) tercatat 44 korban, 15 di antaranya anak-anak. Sementara, para pemimpin negeri muslim hanya mengecam tindakan Israel tanpa berani menindak tegas dengan mengirimkan tentara, misalnya.

Terlebih, negara Mesir yang berbatasan langsung dengan Palestina memblokade ketat wilayahnya. Pemerintah Mesir menganggap bahwa masalah Palestina adalah masalah nation state, masalah rakyat Palestina sendiri.

Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap persoalan ini? Bagaimana solusi yang ditawarkannya?  

Tanah Palestina adalah milik seluruh kaum muslimin. Amirul mukminin, Umar bin Khattab pernah menaklukkan bumi Syam ini dengan darah para syuhada. Lalu beliau menjadikannya sebagai bagian dari kaum muslimin.

Begitu pula Khalifah Abdul Hamid II, dengan tegas menolak tawaran Theodore Hertz, seorang Yahudi yang hendak membeli tanah Palestina. Beliau tidak rela walau sejengkal tanah yang diberkahi Allah itu berpindah tangan.

Namun, sejak institusi khilafah hancur (1924) kaum muslim tidak mempunyai pelindung lagi. Mereka telah terpecah belah menjadi 51 negara kecil yang tersekat-sekat dengan nasionalisme, hingga masalah Gaza dianggap masalah dalam negeri Palestina sendiri. Berita tentang kebrutalan serangan Zionis Yahudi di Gaza terkubur dengan euforia peringatan kemerdekaan. Kafir penjajah memang tidak ingin umat Islam bangkit dan bersatu' untuk mewujudkan sistem warisan Rasulullah itu kembali.

Jadi, yang bisa menyelesaikan masalah Palestina adalah negara khilafah yang pemimpinnya (kholifah) tegas menyerukan jihad. Ini karena keganasan Israel hanya bisa dihentikan dengan senjata, bukan melalui perundingan atau memberi solusi untuk dua negara tersebut dengan memberi kemerdekaan kepada Palestina dan berdampingan dengan negara Israel.

Khilafah akan menyatukan kaum muslimin dengan ikatan akidah. Sebagimana firman-Nya,

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara." ( TQS al-Hujurat: 10)

Begitu juga hadis nabi: 

"Kaum muslimin itu ibarat satu tubuh, jika ada bagian yang sakit, maka semua akan merasakan sakit." 

Seperti itulah seharusnya yang dilakukan oleh umat Islam sedunia. Mereka harus bersama- sama berjuang mewujudkan hadirnya perisai yang akan melindungi kaum muslimin di mana pun berada ,termasuk saudara kita di Gaza.

Wallahu'alam.

Oleh: Dyah Rini
Aktivis Muslimah Jawa Timur
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :