Tinta Media - Tingginya angka perceraian di Indonesia, khususnya di Jawa Barat (Jabar) yang mencapai 98.088 kasus pada 2021 dan tertinggi dalam tiga tahun terakhir, dinilai Pakar Parenting Islam Ustaz Iwan Januar menggambarkan negeri ini sedang mengalami krisis keluarga.
"Tingginya angka perceraian bukan saja di Jawa Barat, tapi secara nasional, memang tinggi. Ini gambaran kalau Indonesia sedang alami krisis keluarga. Rapuh betul ikatan pernikahan yang ada di masyarakat," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (4/8/2022).
Ustaz Iwan mengatakan, belum lagi kalau mau disandingkan dengan angka KDRT, penelantaran keluarga oleh suami atau istri. "Status mereka masih dalam pernikahan tapi alami disfungsi keluarga dan disharmonisasi," katanya.
Menurutnya, perceraian ini berdampak serius terhadap anggota keluarga, terutama anak-anak. "Angka kemiskinan bertambah, anak-anak alami broken home dan tak sedikit yang terlantar," ujarnya.
Ia menilai ada dua penyebab utama dari perceraian. Pertama, banyak pasangan menikah tidak membekali diri dengan ilmu agama dan tidak mau belajar. "Ditambah lagi budaya hedonisme seperti shopaholic, perselingkuhan, dan tekanan ekonomi," ungkapnya.
Kedua, negara abai mengurus masyarakat khususnya menjaga ketahanan keluarga. "Ini disebabkan negara kita berprinsip keluarga adalah urusan privat, jadi negara tidak perlu mengurus," tuturnya.
Lebih lanjut, kata Ustaz Iwan, negara juga tidak membangun ketahanan ekonomi dan sosial masyarakat, khususnya keluarga. "Dalam ekonomi, rakyat dibiarkan berjuang nafkahi keluarga. Sementara negara malah senang mensubsidi konglomerat hitam," ungkapnya.
Kehidupan sosial masyarakat, menurutnya, juga tidak dijaga dari budaya hedonisme. "Akhirnya ini menggerogoti kehidupan keluarga di tanah air," katanya.
Ia melihat, angka perceraian ini akan terus naik bila kondisi tidak berubah. "Oleh sebab itu, nasyarakat butuh penerapan syariat Islam untuk melindungi dan menjaga kekuatan keluarga," pungkasnya.[] Achmad Mu'it