Tafsir Al Baqarah ayat 120, Yahudi dan Nasrani Tidak Pernah Ridha Hingga Umat Islam Mengikuti Millah Mereka - Tinta Media

Minggu, 10 Juli 2022

Tafsir Al Baqarah ayat 120, Yahudi dan Nasrani Tidak Pernah Ridha Hingga Umat Islam Mengikuti Millah Mereka

Tinta Media - Pengurus Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru H. Luthfi Hidayat menyatakan firman Allah Surat al-Baqarah ayat ke 120 bahwa Yahudi dan Nasrani tidak pernah ridha hingga engkau mengikuti millah mereka.

“Hari ini kita akan sama-sama merenungkan Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat ke 120 bahwa Yahudi dan Nasrani tidak pernah ridha hingga engkau mengikuti millah mereka,” tuturnya dalam Program Kajian Jumat Bersama Al Qur'an: Yahudi dan Nasrani Tidak Pernah Rida hingga Engkau (Mengikuti) Millah Mereka, Jumat (8/7/2022) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur'an.

Firman Allah SWT:

ÙˆَÙ„َÙ†ْ تَرْضى عَÙ†ْÙƒَ اْليَÙ‡ُودِ Ùˆَلا النَّصَارَÙ‰ Ø­َتَّÙ‰ تَتَّبِعَ Ù…ِÙ„َّتَÙ‡ُÙ… Ù‚ُÙ„ْ Ø¥ِÙ†َّ Ù‡ُدَÙ‰ اللهِ Ù‡ُواْلهُدى ÙˆَÙ„َئِÙ†ِ اتَّبَعْتَ Ø£َÙ‡ْواءَÙ‡ُÙ…ْ بَعْدَ الَّØ°ِÙŠ جَاءَÙƒَ Ù…ِÙ†َ اْلعِÙ„ْÙ…ِ Ù…َا Ù„َÙƒَ Ù…ِÙ†َ اللهِ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَÙ„ِÙŠٍّ Ùˆَلا Ù†َصِيرٍ (١٢٠)

Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”, (TQS. Al-Baqarah [2]: 120).

Ia memaparkan penjelasan dari Imam Al-Qurthubi dalam tafsir beliau Al-Jami’ li Ahkamil Qur'an tentang ayat pertama dari Surat Al-Baqarah ayat ke 120:

ÙˆَÙ„َÙ†ْ تَرْضى عَÙ†ْÙƒَ اْليَÙ‡ُودِ Ùˆَلا النَّصارى Ø­َتَّÙ‰ تَتَّبِعَ Ù…ِÙ„َّتَÙ‡ُÙ….                          
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka”. Makna dari Firman Allah ini adalah: “Wahai Muhammad (tanda-tanda kebesaran Allah) yang mereka minta itu tidak akan membuat mereka beriman”.

“Bahkan jika engkau memberikan kepada mereka semua yang mereka minta, niscaya mereka tidak akan memberikan keridhaannya kepadamu. Sebab yang membuat mereka rida hanya lah engkau meninggalkan agama Islam yang engkau anut dan mengikuti mereka,” paparnya.

Sementara menurut Imam Ibnu Katsir, ia menjelaskan ayat tersebut bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu selamanya.

“Karena itu tidak usah lagi kau cari hal yang dapat menjadikan mereka rela dan sejalan dengan mereka. Akan tetapi arahkan perhatianku untuk mencapai ridha Allah dengan mengajak mereka kepada kebenaran yang kamu diutus dengan-Nya,” tuturnya.

Imam Asy-Sya'rawiy lebih menekankan rincian dari makna Firman Allah ini. “Jadi tidak benar jika dikatakan dengan kalimat, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rida dengan Anda.”

Selanjutnya ia mengungkapkan penjelasan Imam Asy Sya'rawiy. “Dan Allah Yang Maha Kuasa ingin mengatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak rida dengan Anda, dan orang-orang Nasrani tidak akan ridha dengan Anda. Dan jika engkau menemukan persetujuan orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani tidak akan rida dengan Anda.  Dan jika engkau memenuhi persetujuan orang-orang Nasrani, orang-orang Yahudi tidak akan rida dengan Anda,” ungkapnya.

Kemudian ia menuturkan penjelasan dari Imam Al-Qurthubi makna millah.
“Al-Millah adalah nama bagi sesuatu yang Allah syariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik itu yang terdapat di dalam kitab-Nya maupun melalui lisan rasul-nya. Dengan demikian Al Millah dan Asy-Syari'ah adalah sama,” tuturnya.

Adapun Ad-Diin, ia berbeda dari Al-Millah dan Asy-Syari'ah. “Sebab Al-Millah dan Asy-Syari'ah adalah ajaran yang Allah serukan agar dilaksanakan oleh hamba-hamba-nya. Sedangkan Ad-Diin adalah akidah yang mereka laksanakan berdasarkan kepada perintah-Nya,” ucapnya.

Imam Al-Qurthubi melanjutkan penjelasannya bahwa ayat ini dijadikan pegangan oleh sekelompok ulama, antara lain Abu Hanifah, Asy-Syaf'i, Daud, dan Ahmad bin Hanbal.
“Bahwa semua kekafiran itu adalah millah yang satu. Ini berdasarkan Firman Allah: “Hatta tatabi'a millatahum",” ujarnya.

Kalimat berikutnya: 

Ù‚ُÙ„ْ Ø¥ِÙ†َّ Ù‡ُدَÙ‰ اللهِ Ù‡ُواْلهُدى

Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan Allah berfirman kepada Muhammad saw., sesungguhnya petunjuk Allah yang sebenarnya yaitu agama yang lurus, benar, sempurna, dan menyeluruh.

“Katakanlah wahai Muhammad, sesungguhnya petunjuk Allah yang Dia telah mengutus dengan-Nya adalah petunjuk yang sebenarnya, yaitu agama lurus, benar, sempurna, dan menyeluruh,” ucapnya.

Imam Muhammad Ali Ash Shabuni menjelaskan aspek Balagah dari kalimat “Huwa al Huda” (Ù‡ُواْلهُدى )
“Disebutkannya “Al Huda" dalam bentuk ma'rifat menggunakan menggunakan alif dan lam, dan disertai dengan dhamir munfashil (kata ganti terpisah, yakni huwa/dia), hal ini bertujuan untuk membatasi bahwa petunjuk hanya ada pada agama Allah,” jelasnya.
Pembatasan seperti ini masuk dalam kategori pembatasan sifat dengan yang disifati.
“Islam adalah petunjuk, selainnya merupakan hawa nafsu dan kegelapan,” tegasnya.

Kalimat berikutnya:
ÙˆَÙ„َئِÙ†ِ اتَّبَعْتَ Ø£َÙ‡ْواءَÙ‡ُÙ…ْ بَعْدَ الَّØ°ِÙŠ جَاءَÙƒَ Ù…ِÙ†َ اْلعِÙ„ْÙ…ِ
“Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu".

Ia memaparkan penjelasan makna kalimat tersebut oleh Imam Muhammad Ali Ash Shabuni.
“Jika kamu mengikuti pendapat-pendapat mereka yang palsu dan keinginan-keinginan mereka yang sesat setelah nampak padamu kebenaran dengan bukti-bukti yang kuat dan dalil-dalil yang kuat. Maka tidak ada yang menjalani atau menjalankan untukmu dari siksa yang pedih,” paparnya.

Sementara Imam Al Qurthubi memberikan catatan pada kalimat, “Ahwaa ahum”. Bahwa lafaz Al Ahwaa adalah bentuk jamak dari kata Ahwaa seperti Ajmal dari kata “jamal".
“Namun karena keinginan mereka itu berbeda-beda, maka digunakanlah bentuk jamak,” katanya.

Kemudian Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut terdapat ancaman keras bagi umat yang mengikuti cara-cara orang-orang Yahudi dan Nasrani setelah umat ini mengetahui isi Al-Qur’an dan as-Sunah.
“Kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal itu. Khithab (sasaran pembicaraan) dalam ayat ini ditunjukkan kepada Rasulullah saw. Tetapi perintahnya ditujukan kepada umatnya,” bebernya.

Demikian dalam ayat ini, Allah mengungkapkan hakikat yang ada pada orang-orang kafir. Jangan pernah berharap keridaan atas mereka.  “Fokuslah pada menjelaskan bukti-bukti yang haq dari Din Islam. Semoga kita selalu dalam petunjuk dan rida Allah SWT,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :