Tinta Media - Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin, menyampaikan bahwa politisi adalah orang yang beraktivitas politik, yakni orang yang terlibat dalam mengurusi (ria'yah) urusan umat (publik).
"Politisi adalah orang yang beraktivitas politik, yakni orang yang terlibat dalam mengurusi (ria'yah) urusan umat (publik)," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (13/7/2022).
Menurutnya, ada kalanya seorang politisi itu penguasa, ia mengurusi urusan umat dengan kekuasaannya secara langsung. Ada kalanya, politisi itu bukan penguasa.
"Politisi yang bukan penguasa, akan mengurusi urusan umat dengan pemikiran dan politik, agar umat dan penguasa berjalan diatas rel politik yang ditentukannya. Politisi bukan penguasa itu lebih sulit, karena dia mengontrol jalannnya kekuasaan tanpa memiliki kewenangan," terangnya.
Dia, lanjutnya, melakukan aktivitas politik untuk mempengaruhi umat dan penguasa sekaligus. Pada saat yang sama, dia tidak memiliki kewenangan (kekuasaan) dan tidak mendapatkan santunan (gaji) atas aktivitas politik yang dilakukannya.
Sastrawan politik ini mengurai empat karakter dan juga kapabilitas yang harus dimiliki oleh seorang politisi sejati.
Pertama, harus alim, yakni mengetahui bahkan hingga paham secara menyeluruh syariat Islam, karena syariat Islam adalah asas untuk mengatur urusan umat. "Syariat adalah asas untuk membangun ketaatan penguasa dan kontrol umat atas kekuasaan yang dijalankan," tandasnya.
Kedua, harus alim, yakni mengetahui bahkan hingga paham secara menyeluruh fakta atau problem kehidupan yang dihadapi umat. RrtaSebab, menurutnya, seorang politisi mustahil dapat mengarahkan penguasa bahkan sekaligus menggerakan umat, kalau dia tidak paham atas masalah yang dihadapi.
Ketiga, harus memiliki keberanian untuk mengontrol jalannya kekuasaan, menjelaskan masalah yang dihadapi. "Menjelaskan solusi syariat Islam terhadapnya, dan menyampaikannya secara terbuka kepada penguasa dan publik," terangnya.
Sebab, Ahmad melanjutkan, tuntutan pengaturan itu diarahkan kepada penguasa dan umat.
Keempat, harus memiliki iman yang kuat dan ketaqwaan yang tinggi. "Sebab, tiga sifat sebelumnya jika dilakukan pasti akan mendapatkan hambatan dan tantangan," tandasnya.
Sastrawan politik ini menilai, Iman dan Taqwa yang menghujam, akan menghindarkannya dari kemalasan, kelalaian dan rasa bosan untuk terus mengurusi urusan umat. Karena motifnya adalah mencari pahala dan Ridlo-Nya.
"Iman dan Taqwa yang menghujam, akan menjadi benteng yang kokoh atas ujian, hambatan, tantangan hingga kezaliman penguasa. Motif mencari pahala dan Ridlo-Nya, akan membuatnya sepele menghadapi semua ujian kehidupan," paparnya.
Ia menilai, seorang politisi yang hanya berbekal kealiman ilmu, kefasihan analisis tanpa keberanian terjun ke masyarakat, menyelami setiap gelombang tantangan, hanya akan menjadi politisi utopia.
"Yakni, politisi yang hanya terikat dengan idealita di dalam benak, namun tidak memiliki keberanian untuk mengubah fakta yang rusak," tegasnya.
Apalagi, ia melanjutkan, politisi yang hanya mengulang-ngulang narasi teks nilai-nilai dan ideologi perjuangan, namun tidak terjun dalam pertarungan, maka dirinya hanya akan dihinggapi rasa khawatir dan ketakutan yang tidak berdasar, karena tidak pernah mengonfirmasi fakta kehidupan dengan parameter ideologinya.
"Politisi yang mengarang takdir, yang tidak bergiat dalam amal, tidak terjun dan menyelami gelombang samudera kehidupan hanya khawatir dengan berbagai asumsi dan pikiran-pikiran yang tidak berdasar, asyik dengan kegiatan ta'lim dan memperdalam ilmu dan tsaqofah saja, akan berpotensi menunda datangnya pertolongan dan kemenangan," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka