Tinta Media - Pembina Majelis Cinta Umat DKI Jakarta Achmad Syadzili menjelaskan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bertentangan dengan akidah Islam.
“Harus ada penolakan dan wajib untuk ditolak bahkan kalau dalam pandangan saya, karena ini jelas-jelas bertentangan dengan Akidah kita,” tuturnya pada forum Diskusi hukum: RKUHP Masalah(Baru) atau Solusi Bagi Rakyat? Jum’at (29/7/2022) di kanal YouTube Islamic Lawyers Forum (ILF)
“Alhamdulillah kalau kemudian masyarakat di negeri ini dari berbagai elemen kemudian melakukan unjuk rasa. Dalam hal ini untuk kemudian menolak daripada rancangan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) itu jelas-jelas bertentangan dengan akidah Islam itu sendiri,” jelasnya lebih lanjut.
Menurutnya, selama negeri ini masih menggunakan hukum warisan Belanda, justru negeri ini akan semakin rusak, semakin menuju jurang kehancuran. “Faktanya tidak ada perbaikan dari periode ke periode yang begitu-begitu aja,” jelasnya.
Ia menilai kalau manusia membuat hukum itu pasti ada kepentingannya. “Kepentingan itulah yang hari ini kita bisa lihat bahwa kebijakannya itu semuanya berpihak kepada oligarki,” nilainya.
Untuk itulah, menurut Achmad Syadzili kaum Muslimin mesti mau belajar tentang Islam itu sendiri. “Bahkan kalau kita baca dalam kitab-kitab Turats yang itu syarat dengan kitab-kitab yang ada di pesantren tentang bab terakhir tentang uqubat, sanksi-sanksi yang harus diberikan kepada pelaku kriminal,” jelasnya.
Ia memberi contoh membaca literatur dalam kitab-kitab klasik. “Misalnya dalam struktur Negara Islam itu kan ada namanya majelis umat. Di sinilah perbedaan antara namanya sistem demokrasi dengan anggota DPR dan dalam sistem Islam ada majelis umat. Memang sangat beda sekali gitu,” paparnya.
Ia menjelaskan kalau majelis umat itu hanya memberikan masukan kepada khalifah, memberikan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang mungkin dianggap zalim.
“Jadi tidak ada legislasi di situ walaupun kemudian dalam Islam, khalifah diberikan oleh sholahiyat, diberikan wewenang untuk mengadopsi diantara sekian hukum yang ada di dalam Islam,” paparnya.
Jadi l, menurutnya, ini beda sekali dengan sistem demokrasi. “Sudah bertahun-tahun negeri ini diatur dengan sistem yang tidak berasal dari Allah tentu ya akan membawa petaka bagi umat ini,” ungkapnya.
Achmad Syadzili memberi contoh kitab nidzomul uqubat. “Sistem sanksi yang ada dalam Islam itu sebenarnya memberikan apa namanya dua hal yaitu zawajir dan jawabir,” ia mencontohkan.
“Pertama, itu tentang hudud terkait dengan hudud ini adalah aturan kriminal yang secara tegas dan jelas hukumannya di dalam Al-Qur’an, misalnya mencuri berzina itu masuk dalam kategori hukum hudud,” jelasnya kemudian.
Kemudian ia menjelaskan tentang jinayat. “Jinayat ini terkait dengan orang melukai orang lain sampai membunuh. Contohnya ada hukum qisos di situ kemudian ada takzir,” jelasnya.
“Nah ini terkait dengan kriminal atau jarimah yang hukumannya tidak dijelaskan secara langsung. Sehingga di sini diberikan kepada pemimpin dalam hal ini khalifah untuk memberikan takjirnya,” tambahnya.
Berikutnya, ia sampaikan tentang mukhalafat terkait dengan holywing. Menurutnya beberapa kasus yang terjadi diantaranya itu memang akibat dari diterapkannya atau kebijakan yang memang membolehkannya khamr di negeri ini dengan catatan-catatannya.
“Kalau dalam Islam terkait dengan khamr itu banyak yang terkena hukum atau harus diberikan sanksi ada 10 paling tidak. Artinya mulai dari produksi sampai distribusi itu dilarang, walaupun ada Faktor namanya ekonomi,” terangnya.
“Makanya kalau dalam Islam, ketika itu haram ya tidak boleh diproduksi apalagi kemudian didistribusikan,” lanjutnya.
Kemudian ia terangkan tentang zawajir, ketika hukum Islam ini diterapkan maka akan mencegah terjadinya kriminal yang sama. “Namanya sanksi itu memang ya harus mengerikan, tentu mengerikan bagi orang-orang yang melakukan, artinya bagi orang yang tidak mempunyai niat untuk melakukan dan tidak melakukan itu sendiri yang enggak perlu takut,” terangnya.
Menurutnya, ini untuk melindungi pandangan Islam dan dihukum dengan hukum Islam. “Nah mereka itu dipaksa untuk bertaubat dan bahkan ketika mereka dihukum dengan hukum Islam yaitu sudah diampuni dosanya di dunia oleh Allah SWT di dunia dan sudah bersih di dunia sehingga nanti di akhirat tidak akan mendapatkan siksa terkait dengan perbuatan dosa yang dia lakukan,” jelasnya.
Ia sampaikan perbedaannya dengan hukum hari ini. Rugi orang-orang yang dihukum hari ini karena belum tentu dapat ampunan dari pada Allah SWT di akhirat. “Karena diberikan hukuman yang bukan dengan hukuman Allah SWT,” terangnya.
“Jadi, dua fungsi tadi yang mestinya menjadi perhatian kita bersama yaitu zawajir dan jawabir. Pertama akan menghalangi terjadinya kriminal yang sama, kedua memang orang yang terlanjur melakukan kriminal itu kemudian dipaksa untuk bertaubat sehingga di akhirnya dia tidak akan mendapatkan siksa dari Allah terkait dengan perbuatan itu,” paparnya.
Ia menilai, sungguh indah sebenarnya kalau baca tentang konsep syariah. “Tujuan-tujuan syariah kenapa ada sanksi ini, sanksi itu, semuanya untuk kita sebenarnya. Untuk manusia itu sendiri dan itu sudah terjadi beberapa abad yang lalu, ya 13 abad yang lalu dan menjadi warisan,” pungkasnya.[] Raras