Tinta Media - Pilpres 2024 masih dua tahun lagi, namun seluruh perbincangan politik mengarah kesana. Para politisi dan penguasa, sibuk menguras seluruh energi untuk Pilpres. Urusan rakyat, seolah dijadikan nomor sekian.
Masalah minyak goreng, misalnya. Sejumlah partai bungkam, tidak peduli dengan derita emak-emak yang berbulan-bulan dibuat pusing oleh migor. Jokowi sendiri, hanya sibuk jonja janji.
Tapi kalau untuk urusan Pilpres, semua parpol bersuara. Bahkan, Partai Nasdem nyolong start, dengan lebih awal melakukan Rakernas untuk menentukan sosok Capres. PDIP merasa, ada partai yang menikung, dan mencabut kader PDIP dari akarnya.
Ada yang membentuk Koalisi Indomesia Baru (KIB), menjajaki koalisi Semut Merah, Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, dan seterusnya. Semua berlomba, karena khawatir ketinggalan kereta. Soal derita rakyat, sepertinya mereka tak peduli.
Beberapa pihak, juga ada yang menanyakan kepada penulis siapa sosok capres yang didukung. Bahkan, ada yang sempat mengajak untuk bergabung mendukung sosok tertentu dalam Pilpres 2024.
Sebenarnya, masih sangat terlalu dini bagi rakyat untuk bicara Pilpres. Berbeda dengan partai yang memang punya kepentingan dan kewenangan untuk mengajukan capres.
Pasal 222 UU Pemilu (UU No 7/2017) telah memberikan batasan, hanya partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mengajukan Capres. Itupun harus lolos PT 20 %. Rakyat tidak punya hak dan wewenang mengajukan Capres.
Karena itu, sejatinya sebelum pendaftaran capres, semua urusan ada pada kendali partai. Siapapun nama yang didukung rakyat, tidak mungkin bisa jadi Capres kalau tidak didukung dan didaftarkan partai politik.
Misalnya Anies Baswedan, walaupun elektabilitasnya disebut tinggi, tetap saja akan percuma jika seluruh partai kompak membuang Anies dan berkomitmen diantara mereka, hanya akan mengusung kader dari partai. Karena itu, urusan bakal capres sepenuhnya urusan dan kewenangan Parpol.
Penulis sendiri, melihat arah perubahan bangsa tidak ditentukan oleh sosok Presiden. Melainkan sistem yang diterapkan.
Selama sistemnya sekuler, maka selamanya Indonesia akan terpuruk. Karena al Qur'an telah menegaskan :
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
(QS : Ar Rum : 41).
Kerusakan negeri ini, fasad yang timbul, semuanya bermuara dari ulah manusia yang tidak menerapkan Islam dan malah melanggengkan sistem sekuler demokrasi. Dalam pandangan akidah Islam, selama tidak menerapkan hukum Allah SWT, sudah pasti dunia akan rusak.
Korupsi, Kolusi, riba, zina, miras, judi, penguasaan SDA oleh swasta dan asing, kemiskinan, pengangguran, serbuan TKA China, sekulerisme agama, penodaan agama, kriminalisasi ulama, pendidikan materialis, dll, semuanya itu terjadi karena negeri ini tidak menerapkan Islam. Solusi atas semua problem yang mendera negeri ini tentu saja adalah dengan menerapkan syariah Islam.
Jadi, siapa sosok yang didukung untuk Pilpres 2024 ?
Jelas, siapapun yang konsen dan terbuka menyuarakan syariat Islam, menolak sekulerisme, menolak riba, judi, zina, miras, menolak korporasi swasta dan asing mengangkangi SDA negeri ini, anti amerika dan china, dan visinya setelah menjadi Presiden akan menerapkan Islam, sangat layak didukung. Namun, apakah ada sosok yang digadang menjadi Capres punya visi seperti itu?
Masalahnya, dalam banyak urusan umat, semua nama yang digadang-gadang menjadi Capres bungkam. Misalnya, soal kasus pembantaian anak bangsa pada peristiwa KM 50, kriminisasi HRS, penangkapan sejumlah ulama dan aktivis, penguasaan asing aseng atas negeri ini, semua nama yang disebut akan dijadikan capres bungkam.
Kalau demikian, bagaimana mungkin umat memberikan dukungan kepada sosok Capres yang tidak mendukung Umat? Agak mustahil, meminta umat membela dan berkorban untuk Capres, sementara sosok yang mau nyapres diam terhadap masalah umat bahkan ada yang ikut memusuhi Umat.
Rasanya umat lebih selamat membela Syariah Islam ketimbang Capres. Peristiwa Pilpres 2019 sudah cukup dijadikan preseden betapa sakitnya dikhianati, dan betapa sia-sia pengorbanan dan dukungan untuk Capres.[].
Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik