Parpol Menjadi Alat Representasi Rezim dalam "Democrazy" - Tinta Media

Sabtu, 23 Juli 2022

Parpol Menjadi Alat Representasi Rezim dalam "Democrazy"

Tinta Media - Adanya kucuran dana dari Pemkab Bandung sekitar 2,5 miliar rupiah bagi partai politik (parpol) peraih kursi di DPRD Bandung pada tahun 2022 ini, diungkapkan oleh Cep Aziz Sukandar selaku Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bandung pada Ahad (3/7/2022).

Menurutnya, pemberian dana ini untuk menguatkan kapasitas kelembagaan serta peningkatan peran dan fungsi parpol dalam sistem demokrasi. Selain itu, parpol adalah badan hukum publik yang memiliki tugas dan tanggung jawab konstitusi, sehingga berhak memperoleh pembiayaan dari negara. Hal tersebut sudah sesuai dengan aturan yang ada.

Penerimaan sumbangan dari negara oleh parpol sebenarnya menggambarkan lemahnya ideologi parpol. Hal ini karena selayaknya setiap parpol memiliki asas serta tujuan yang ingin diraih. Adanya kucuran dana dari negara, dapat melemahkan fungsi kontrol parpol tersebut, bahkan tak berdaya. 

Dalam iklim perpolitikan saat ini, ada istilah 'tidak ada makan siang yang gratis'. Artinya, walaupun diklaim sesuai dengan aturan yang ada, tetapi tetap akan ada kompensasi yang diminta ketika sumbangan tersebut diterima.

Diantaranya, parpol menjadi pragmatis dan melupakan ideologi yang diusungnya. Ini akan membuat sikap parpol dapat berubah setiap saat seiring tempat maupun waktu. Semua dilakukan demi mendapatkan keuntungan politis, semisal posisi dalam pemerintahan, atau tuntutan untuk mendukung setiap kebijakan yang dibuat oleh sang pemberi sumbangan. Karena itu, parpol tidak dapat bersikap kritis dan idealismenya akan luntur karena target jabatan dan kedudukan.

Selain itu, dalam sistem demokrasi, parpol yang meraih kursi jabatan, terutama di DPR dan DPRD memiliki fungsi legislasi, yakni membuat aturan. Fungsi inilah yang dapat disalahgunakan. 

Adanya sumbangan dari negara, akan mengikat dan menguasai suara anggota parpol pemenang kursi untuk selalu mendukung setiap kebijakan yang dibuat, yang menguntungkan rezim penguasa. Caranya, yaitu dengan melegitimasi produk undang-undang demi meraup keuntungan maupun melanggengkan kekuasaan, walaupun harus menzalimi rakyat yang telah memilihnya.

Hal ini tentu akan memalingkan fungsi partai saat ini, yang seharusnya sebagai tempat menghimpun aspirasi rakyat dan menyampaikannya kepada penguasa, bukan malah menjadi budak kekuasaan. Inilah realitas parpol yang ada dalam sistem demokrasi.

Hal ini tentu sangat berbeda dengan parpol dalam sistem Islam, yang keberadaannya  telah diperintahkan oleh Allah Swt., yaitu dalam QS Ali Imran 104 yang artinya: 

"Dan hendakalah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka inilah orang-orang yang beruntung."

Parpol dalam Islam memiliki dua fungsi utama, yakni menyeru pada Islam dan melaksanakan aktivitas amar makruf nahi mungkar, dalam bentuk edukasi Islam di tengah umat dan mengoreksi kebijakan penguasa yang zalim. Oleh karena itu, parpol harus memiliki ikatan yang kuat, yaitu ideologi  Islam, sehingga parpol akan memiliki visi, misi, tujuan, metode, dan aktivitas yang jelas. 

Gambaran nyata aktivitas amar makruf nahi mungkar yang dilakukan oleh sebuah parpol Islam adalah seperti yang disampaikan oleh Al-'Allamah an-Nabhani, yaitu ketika mengabarkan tentang Rasulullah saw. yang  mendirikan Hizb Rasul (partai Rasul) dengan anggotanya yang mencapai 60 orang. Partai ini tetap eksis sebagai parpol meskipun baginda telah tiada, hingga masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Mereka tetap melakukan amar makruf nahi mungkar sebagai bentuk penjagaan penerapan syariat  Islam oleh negara, dan penyampaian aspirasi rakyat kepada pemerintah.

Keberadaannya pun sangat dirasakan sebagai institusi pemikiran (kiyan fikry) yang memberikan edukasi politik pada umat, dalam bentuk pembinaan secara jamaiy maupun murokaz (intensif).  Dalam Islam, parpol tidak memiliki fungsi legislatif sebagaimana dalam sistem demokrasi saat ini. Hal ini karena semua aturan bersumber dari Al-Quran dan As Sunah, bukan pada suara mayoritas anggota parpol yang duduk di parlemen.

Parpol Islam akan memimpin umat dan menjadi pengawas negara dalam penerapan syariat Islam, dan mengoreksi kebijakan-kebijakan penguasa. Bahkan jika terjadi kekufuran yang nyata, parpol bisa mengangkat senjata atau mengerahkan people power.

"Nabi saw. mengundang kami, lalu kami mengucapkan baiat kepada beliau dalam segala sesuatu yang diwajibkan kepada kami bahwa kami berbaiat kepada beliau untuk selalu mendengarkan dan taat [kepada Allah dan Rasul-Nya], baik dalam kesenangan dan kebencian kami, kesulitan dan kemudahan kami dan beliau juga menandaskan kepada kami untuk tidak mencabut suatu urusan dari ahlinya kecuali jika kalian (kita) melihat kekufuran secara nyata [dan] memiliki bukti yang kuat dari Allah."[HR. Imam Bukhari]

Hadis-hadis ini telah mengecualikan larangan untuk memisahkan diri dan memerangi penguasa dengan pedang pada satu kondisi, yakni ”kekufuran yang nyata”.  Artinya, jika seorang penguasa terjatuh ke dalam kekufuran yang nyata, maka kaum mukminin wajib melepaskan ketaatan dari penguasa tersebut dan diperbolehkan memerangi mereka dengan pedang.

Adapun keberadaan parpol dalam Islam, jumlahnya tidak dibatasi hanya satu, tetapi boleh banyak sesuai QS Ali Imran;104. Syaratnya, asas parpol tersebut tidak bertentangan dengan ideologi Islam.

Dengan begitu, semuanya bekerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan demi mewujudkan pemerintahan yang adil dengan penerapan syariat Islam secara kaffah dan mewujudkan kehidupan Islam yang hakiki, yaitu kehidupan  masyarakat yang bertakwa. 

Wallahu'alam bishawwab

Oleh: Thaqqiyuna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :