Tinta Media - Belum lama ini publik dikagetkan dengan pernyataan Saiful Mujani, pendiri SMRC yang menyebut Sila Ketuhanan Yang Maha-Esa di dalam dasar negara Pancasila hanya milik umat Islam, dan hanya menguntungkan umat Islam. Pernyataan ini dianggap kontroversi, karena seolah Pancasila hanya akomodatif terhadap nilai-nilai Islam melalui tafsir sila ketuhanan yang maha esa yang dianggap pengejawantahan nilai-nilai tauhid.
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila, Syaiful Arif, menanggapi pernyataan pengamat politik, Saiful Mujani dengan menegaskan bahwa Sila Ketuhanan Yang Maha-Esa di dalam dasar negara Pancasila tidak hanya milik umat Islam, dan tidak hanya menguntungkan umat Islam, tetapi milik semua umat beragama di Indonesia. (16/7).
Selama ini, diskursus Pancasila sejalan dengan Islam sebenarnya tidak berbasis data dan fakta. kebanyakan, penyesuaian Pancasila dengan Islam didasarkan pada dilektika cocokmologi. Bukan diukur dengan parameter nilai-nilai yang diimplementasikan dalam fakta kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kalau Pancasila sejalan bahkan dianggap bagian dari pengejawantahan nilai-nilai Islam, tentulah seluruh nilai-nilai Islam diterapkan di negeri ini, dan seluruh nilai-nilai sekulerisme kapitalisme enyah dari negeri ini.
Pada faktanya, nilai Islam hanya diberi ruang di ranah privat (sholat, zakat, puasa, haji). Sementara, nilai-nilai Islam yang bersifat publik seperti hudud, Qisos Diyat, Mukholafah dan Ta'jier tidak diterapkan. Model pengabaian terhadap nilai-nilai Islam yang bersifat publik dan hanya memberikan kebebasan untuk mengejawantahkan nilai-nilai privat ini adalah ciri dari penerapan sekulerisme.
Halalnya riba, zina, miras, yang secara terang-terangan terjadi di negeri ini tidak dianggap bertentangan dengan Pancasila. Belum ada, pabrik miras dibubarkan, zina diharamkan, riba dihapuskan, karena bertentangan dengan Pancasila.
Sementara itu, pembolehan riba, penyerahan SDA kepada swasta, asing dan aseng, penguasaan tambang, pemungutan pajak, dll, merupakan pengejawantahan sistem dan nilai-nilai ekonomi kapitalis. Dalam Islam, tambang dengan deposit melimpah terkategori barang publik. Kekayaan alam berupa hutan, padang, laut, sungai-sungai, lembah, gunung, semuanya milik umum (al Milkiyatul Ammah) sehingga haram bagi individu, swasta, korporasi asing dan aseng menguasainya.
Nyatanya, di negeri ini yang menerapkan Pancasila justru membebaskan seluruh kekayaan alam dan tambang dikuasai individu, swasta, korporasi asing dan aseng. Bahkan, ketika rakyat menolak UU Minerba, UU Migas, UU Omnibus Law Cipta Kerja, tetap saja MK Menolak. Padahal, negara berdasarkan Pancasila.
Karena itu, penulis tidak setuju kalau sila pertama bahkan keseluruhan Pancasila dianggap untuk umat Islam dan menguntungkan Umat Islam. Pancasila, justru menguntungkan sekulerisme kapitalisme untuk terus eksis menjajah negeri ini.
Bahkan, Pancasila sering digunakan untuk alat gebuk bagi umat Islam. Dengan dalih bertentangan dengan Pancasila, HTI dicabut BHP nya, FPI dibubarkan. Dulu, Pancasila digunakan untuk membubarkan Masyumi. Sementara PDIP memeras pancasila menjadi Tri Sila hingga Ekasila, aman saja.
Lalu, dimana letak Pancasila menguntungkan umat Islam? Atau minimal sejalan dengan nilai-nilai Islam?
Pancasila justru menjadi bungker sekulerisme kapitalisme agar tetap eksis dan lestari menjajah negeri ini. Pancasila juga dijadikan benteng untuk menghalangi penerapan syariat Islam. Upaya umat Islam yang ingin membebaskan negeri ini dari cengkeraman kapitalisme dengan syariat Islam dan Khilafah dibungkam, hanya dengan dalih anti Pancasila. Siapa yang mau membantah kenyataan ini?[].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/