Tinta Media - Uwais al-Qarni, seorang tabiin yang dipuji Nabi, memberi nasihat yang luar biasa.
Andai saja, katanya, seseorang berjalan di jalanan, bertemu musuhnya, tapi karena keberatan memakai baju besi, lalu dia lepas baju besinya. Berat membawa senjata, lalu senjatanya ditinggalkan.
Berat, makan dan minum, lalu dia pun tidak makan dan minum.
Setelah itu, dia benar-benar bertemu dengan musuhnya, tanpa perisai, tanpa senjata, dan dalam keadaan lemes, karena lapar. Lalu, bagaimana mungkin dia bisa menang?
Begitu juga, ketika seseorang merasa berat untuk dzikir dan wirid, lalu dia tinggalkan.
Berat melakukan perkara sunah dan Rawatib, lalu dia tinggalkan.
Berat menunaikan shalat Fardhu tepat pada waktunya, lalu dia tangguhkan.
Perintah-perintah syariah pun berat baginya, lalu dia abaikan.
Setelah itu, dia mengeluhkan keadaan dan kehidupannya yang buruk. Gelisah, tidak tenang, serba khawatir, karena setan menguasai hatinya.
Kasihan, orang seperti ini sudah kalah berperang melawan dirinya sendiri, sebelum berperang melawan musuhnya.
####
Kita sering melihat orang yang hidupnya susah, sudah susah, malas beribadah, sehingga semakin susah.
Di mana salahnya? Salah nalarnya. Karena itu, jadikanlah ketaatan kepada Allah sebagai kemuliaan dan kehormatan, bukan beban.
Kita bisa membaca al-Qur’an, dzikir, wirid, shalat sunah, tahajud, dhuha, puasa sunah, shalat Fardhu, dakwah dan sebagainya, semua itu adalah kemuliaan, bukan beban.
Karena semua itu adalah jalan kita meraih kemuliaan, dan cara Allah menjaga dan mengangkat diri kita.
KH Hafidz Abdurahman, M.A.
Khadim Ma'had Syaraful Haramain